Terkini Nasional
Akui Tak Setuju dengan Pengadaan UN, Sophia Latjuba: Bentuk Kemalasan Pemerintah
Dalam Mata Najwa, Sophia Latjuba menyatakan tak setuju UN menjadi penentu kelulusan. Menurutnya, pengadaan UN adalah bentuk kemalasan pemerintah.
Penulis: Brigitta Winasis
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Aktris Sophia Latjuba mengaku tidak setuju terhadap pengadaan Ujian Nasional (UN) dan menyebut sebagai bentuk kemalasan pemerintah.
Dilansir TribunWow.com dari acara Mata Najwa pada Rabu (19/12/2019), Sophia Latjuba mengatakan dampak UN terhadap anak sekolah.
Mulanya, Sophia Latjuba menyebut tidak adil menentukan kemampuan anak berdasarkan UN saja.
Sophia Latjuba memberi contoh pengalaman seorang anak yang tidak lulus karena UN.
"Bahkan ada anak yang international science champion tidak lulus karena matematikanya tidak sampai empat," katanya menyayangkan hal tersebut.
Sophia melanjutkan, ada banyak unsur yang harus dilihat dalam penilaian pendidikan.
Penilaian tersebut harus meliputi beberapa unsur, seperti intelektualitas, spiritual, sosial, fisik, dan moral.
Hal-hal tersebut menjadi penting dalam pembentukan karakter, menurut Sophia.
"Pendidikan adalah sebuah proses pembentukan pribadi manusia," ujarnya.

Sejak menjadi penentu kelulusan pada 2005, UN selalu dibuat dalam format pilihan ganda.
Bentuk penilaian tersebut dirasa tidak adil oleh Sophia.
"Ujian Nasional menilai anak-anak dari Sabang sampai Merauke, dengan latar belakang yang berbeda, dengan guru yang berbeda," katanya.
Maka dari itu, penilaian pendidikan menjadi tugas guru di kelas yang secara langsung terlibat dalam proses pendidikan anak.
Sophia Latjuba lantas menyebut pengadaan UN hanya sebagai pentuh kemalasan pemerintah saja.
"Ujian Nasional dibuat karena kemalasan pemerintah saja," kata Sophia Latjuba.
Lihat videonya mulai menit 8:00:
Anak-Anak Jadi Belajar Menghafal
Diberitakan sebelumnya, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menjabarkan situasi ketika UN pertama kali menjadi penentu kelulusan seratus persen pada tahun 2005.
Beberapa tokoh publik pemerhati pendidikan termasuk Sophia Latjuba menggugat pemerintah mengenai pengadaan UN.
Pemerintah kalah dalam gugatan tersebut bahkan setelah mengajukan banding.
Menurut Komisioner KPAI itu, pemerintah wajib menjalankan tiga kewajiban yang diperintahkan Mahkamah Agung.
Kewajiban tersebut terdiri dari pemerataan kualitas guru, sarana prasarana sekolah, dan sistem informasi.
Sebelum UN dilaksanakan, kewajiban tersebut harus dipenuhi.
"Tapi katanya, ya, sambil jalan saja. Dan enggak jalan juga tiga (kewajiban) itu," kata Retno Listyarti dikutip dari tayangan Mata Najwa, Kamis (19/12/2019).
Menurutnya, UN tidak hanya berpengaruh terhadap tingkat stres anak.
Orang tua juga mengeluarkan biaya tambahan untuk bimbingan belajar (bimbel).
Retno menambahkan, dampak terbesar dari UN adalah model pembelajaran anak-anak yang diarahkan untuk menjawab soal.
"Anak-anak kita jadi belajar menghafal," katanya.
UN Membentuk Daya Juang Siswa
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sudah resmi mengumumkan penggantian sistem Ujian Nasional (UN) dengan assessment.
Hal itu kemudian ditanggapi oleh anggota Komisi X DPR RI Fraksi Gerindra Sudewo dalam acara Mata Najwa, Rabu (18/12/2019).
Ia mengamini pernyataan mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mengatakan siswa menjadi lembek apabila tak ada UN.
"Coba dibayangkan kalau tidak ada Ujian Nasional, tidak ada tantangan bagi siswa," ujar Sudewo.
• Terkait Ujian Nasional, Putra Nababan: Jangan Ganti Menteri, Ganti Kebijakan dan Kurikulum
• Program Merdeka Belajar: Masukan dari Komisi X DPR hingga Tanggapan Nadiem Makarim
Sudewo mengatakan para siswa akan senang dengan keputusan itu, namun hal tersebut dapat memunculkan mental yang tidak kuat.
Menurut Sudewo, UN dapat membentuk karakter juang siswa dalam mencapai sesuatu hal.
"Tetapi itu akan membentuk karakter yang tidak bagus, tidak ada nilai juang, jadi meskipun dia itu punya kekuatan fisik, tapi mental belum tentu," katanya.
"Maka dengan ujian nasional inilah, anak tersebut dapat memiliki nilai juang, semangatnya tinggi, etos kerja, etos semangat untuk belajar, ada nilai-nilai karakter dengan Ujian Nasional tersebut," lanjut Sudewo.
Daya saing itu, disebut Sudewo nantinya dapat digunakan oleh anak Indonesia tidak hanya secara nasional tapi tingkat global.
"Jadi dalam proses dia belajar merupakan proses membangun mental dia untuk mempunyai tingkat saing anak-anak di tingkat internasional," papar Sudewo.
Terkait pelaksanaan UN yang dapat membuat para siswa menjadi stres, Sudewo mengatakan pemerintah akan mengakomodir jalan keluarnya.
Sehingga anak-anak akan merasa tidak terbeban dan punya semangat untuk belajar.
Ia meminta UN tetap dijadikan sebagai standar secara penilaian nasional.
Soal penilaian PISA 2018 yang menempatkan Indonesia pada posisi yang rendah, Sudewo mengatakan hal tersebut bukan diakibatkan oleh adanya UN.
Sudewo menilai konten dalam UN lah yang harus dievaluasi.
"Saya sepakat dengan menteri (Nadiem Makarim) (konten) tidak hanya hafalan tapi juga penalaran, kan bisa saja," ujar Sudewo.
Lihat video selengkapnya mulai menit ke 0.54:
• Nadiem Makarim Jelaskan Format Pengganti Ujian Nasional (UN) hingga Perubahan Sistem Zonasi
• Dukung Nadiem Makarim, Komisioner KPAI Retno Listyarti: Sudah Dimulai Sejak Era Pak Anies Baswedan
Tanggapan Jusuf Kalla Tentang UN
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla turut menanggapi satu di antara empat program yang dicanangkan oleh Mendikbud Nadiem Makarim yaitu penggantian sistem UN.
Namun, tidak menjawab spesifik saat ditanya soal rencana penghapusan ujian nasional (UN) oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Dilansir dari Kompas.com, Kamis (12/12/2019), meski demikian, Kalla hanya berpesan agar kebijakan jangan sampai melemahkan kemampuan siswa.
"Nanti kita bicarakan itu. Ya, jangan menciptakan generasi muda yang lembek, agar semua belajar, dan pentinglah itu, nanti kita bicarakan," kata Kalla saat ditemui seusai mengikuti pengukuhan Guru Besar Haedar Natsir di Sportorium UMY, Kabupaten Bantul, Kamis (12/12/2019).
Jusuf Kalla juga enggan menjelaskan maksud kata-katanya itu saat ditanya lebih lanjut.
Penggantian Sistem UN
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim akhirnya resmi menetapkan Ujian Nasional (UN) pada 2020 menjadi yang terakhir dilaksanakan.
Hal ini diungkapkan langsung olehnya saat memaparkan program "Merdeka Belajar" di depan kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Rabu (11/12/2019).
"Pada 2020 UN akan dilaksanakan seperti tahun sebelumnya. Tapi, itu adalah UN terakhir (untuk metode) yang seperti sekarang dilaksanakan," ujar Nadiem Makarim seperti dikutip dari Kompas.com.
Nadiem juga memastikan kepada para orangtua untuk tetap mempersiapkan anaknya mengikuti UN tahun depan
"Silakan ya untuk bapak, ibu yang sudah investasi banyak buat anak-anaknya agar belajar untuk dapat angka terbaik di UN," kata Nadiem Makarim.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pun akan menyiapkan program pengganti UN sebagai syarat kelulusan.
"Diganti menjadi assessment atau penilaian kompetensi minimum dan survei karakter. Nanti akan saya jelaskan, " tuturnya.
Ada sejumlah alasan yang yang membuat Nadiem memutuskan untuk menghapus UN.
Pertama, berdasarkan survei dan diskusi bersama para orangtua, siswa, guru, dan kepala sekolah, materi UN dinilai terlalu berat.
Alasan kedua adalah UN dapat menjadi beban yang mengakibatkan stres bagi para siswa dan juga pihak di sekitarnya seperti guru dan orangtua.
(TribunWow.com/Brigitta Winasis/Fransisca Mawaski)