Terkini Nasional
Bantah Pemerintah Melunak Perangi Korupsi, Ini Pembelaan Anggota DPR F-Golkar Melky Laka Lena
Anggota DPR F-Golkar Melky Laka Lena meminta masyarakat untuk melihat kasus korupsi yang mendapat keringanan sebelum menilai sikap pemerintah
Penulis: anung aulia malik
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Anggota DPR F-Golkar Melky Laka Lena menanggapi banyaknya pihak yang menganggap pemerintah sedang mengalami penurunan dalam basmi koruptor.
Melky membantah sikap pemerintah yang dikatakan sedang melunak hadapi korupsi.
Dikutip TribunWow.com dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Selasa (10/12/2019), menurutnya setiap kasus korupsi yang terjadi tidak bisa disamakan karena tiap kasus memiliki beban yang berbeda-beda.
"Kita tidak bisa memukul rata kasus korupsi ini walaupun juga secara keilmuan itu dimungkinkan," jelas Melky.
"Karena kasus per kasus itu berbeda-beda, ada kasus yang memang misalnya korupsi kecil, kasus korupsi besar."
"Karena kasus korupsi ini berbeda-beda menyentuh orang-orang dari level terbawah sampai level atas, sampai level menteri misalnya," tambahnya.
• Grasi Jokowi Bukan Toleransi Korupsi, Praktisi Hukum Firman Wijaya Ungkap Maksud Pemberian Ampunan
Melky menjelaskan bahwa kasus korupsi harus dilihat dari substansinya, karena tiap perkara memiliki materi hukum yang berbeda satu dengan yang lainnya.
"Tentu kita mesti melihat bahwa kasus ini punya substansi materi hukum yang berbeda-beda," ujar Melky.
Ia kemudian memberikan contoh pemotongan hukum yang dilakukan oleh pemerintah.
"Contoh misalnya, tiba-tiba ada putusan Pak Basyir bebas, siapa yang menduga Pak Basyir tiba-tiba dinyatakan bebas," kata Melky.
"Kemudian muncul lagi berbagai kejadian, sampai Pak Annas dapat Grasi dan Bang Idrus dapat penurunan hukuman," tambahnya.
Melky mengakui memang ada kesan negara menjadi lebih bertoleransi terhadap koruptor, namun ia mengingatkan kasus yang menjerat menjadi pertimbangan pemerintah.
"Jadi substansi hukumnya berbeda-beda, memang ada kesan (negara melunak)," tutur Melky.
Ia menambahkan pemerintah tetap memberlakukan hukuman yang setimpal, ketika koruptor melakukan pelanggaran berat.
"Tapi itu kan harus dilihat case by case (kasus per kasus), kalau memang case-nya (kasus) orang itu bersalah, saya kira negara ini menghukumnya juga keras," tambahnya.
Melky meminta agar masyarakat tidak gegabah dalam menilai pemerintah.
Ia meminta masyarakat untuk melihat terlebih dahulu kasus-kasus tindak pidana korupsi yang mengalami pemotongan dan keringanan hukuman.
"Jangan sampai kadang-kadang ini kan keadilan masyarakat, sering disebut 'tekanan' medsos ataupun media misalnya, tapi ternyata substansinya hukumnya itu setelah dicek lagi tidak seperti yang disampaikan," tegas Melky.
Pada kesempatan tersebut Melky juga menjelaskan bahwa pemerintah sudah memberikan penjelasan mengapa grasi dan potongan hukum diberikan.
Ia menekankan kepada seluruh pihak yang menduga ada pelemahan penindakan korupsi harus melihat kasus apa yang diberikan keringanan dan potongan hukuman.
• Presiden Jokowi Sebut Hukuman Mati Belum Ada di UU, PKS: Jangan Hanya Retorika Saja Ya
Video dapat dilihat di awal
Peneliti ICW Sebut Pemerintah Makin Lembek Basmi Koruptor
Peneliti ICW Tama S. Langkun mengatakan perlakuan pemerintah Indonesia saat ini sedang condong mengasihani koruptor.
Membuktikan pernyataannya, Tama memaparkan data soal berbagai kebijakan pemerintah yang menurutnya memberikan ruang kepada koruptor.
Dikutip dari video unggahan kanal Youtube Kompastv, Selasa (10/12/2019), data yang dipaparkan oleh Tama di antaranya adalah pengadaan Dewan Pengawas untuk KPK, penghilangan kewajiban ganti rugi uang negara, hingga pemberian potongan hukuman untuk koruptor.
• Kata Mahfud MD soal Hukuman Mati untuk Koruptor: Saya sejak Dulu Sudah Setuju
• Jaksa Agung ST Burhanuddin Tegaskan Siap Eksekusi Mati Narapidana Koruptor: Enggak Ada Beban
Mulanya ia membahas sekilas soal potongan hukuman mantan anggota DPR Idrus Marham.
Ia menghargai keputusan Mahkamah Agung yang telah memberikan potongan hukuman untuk Idrus Marham.
"Yang harus kita lihat soal pertimbangannya, pertimbangan terkait dengan putusan yang menjadi pertimbangan bahwa Idrus Marham harus dikurangi tentu saja harus kita hargai, karena itu menjadi putusan Mahkamah Agung," papar Tama.
Kendati demikian, Tama menyayangkan karena keringanan sikap pemerintah terhadap koruptor, terus terjadi selama beberapa tahun terakhir.
"Tetapi yang kemudian kita coba pahami adalah beberapa tahun terakhir ini menjadi kecenderungan," ujarnya.
Tama S Langkun kemudian mengatakan ketika pemerintah melakukan penguruman hukuman karena dalih berfokus pada perampasan harta koruptor, menurutnya hal tersebut tidak terjadi.
Kemudian ia memberikan sebuah contoh soal kasus eks petinggi Pertamina Suroso Atmo Martoyo.
Ia mengatakan kala itu Suroso dituntut untuk menggantikan kerugian uang negara sebesar 190 ribu dollar Amerika.
Namun ketika diputuskan dalam Peninjauan Kembali (PK), tuntutan ganti rugi tersebut justru dihilangkan.
Melihat hal tersebut Tama tidak melihat adanya keseriusan pemerintah dalam melakukan perampasan aset dari koruptor.
"Jadi saya enggak melihat, bicara pengurangan ini bagian penggeseran agar fokusnya kepada perampasan aset, pengembalian kerugian negara, toh tidak terjadi juga," katanya.
Tama kemudian memaparkan sederet kebijakan pemerintah yang dianggapnya lunak dan memberikan ruang terhadap koruptor.
"Jadi yang saya lihat adalah beberapa tahun terakhir, fenomena yang terjadi, putusan pengadilan menjadi semakin toleransi kepada koruptor," ujar Tama.
Tama membahas mulai dari revisi Undang-undang KPK hingga keputusan pengadilan yang meringankan masa hukuman koruptor.
"Ini yang kemudian kita coba lihat hulu sampai hilir, kecenderungan-kecenderungan agar KPK mencegah, agar KPK kewenangannya dibatasi, dan lain sebagainya," papar Tama.
"Tentu akan berujung pada penindakan, mekanisme Dewan Pengawas dan sebagainya," tambahnya.
Tama bahkan menyebutkan berdasarkan informasi yang dikumpulkannya, ada koruptor yang bebas dari hukuman dan kewajiban mengganti uang negara.
"Kemudian bicara soal putusan pengadilan juga demikian, beberapa putusan terakhir kita coba catat banyak sekali yang mengurangi hukuman, bahkan tidak mengurangi hukuman saja," tutur Tama.
"Bentuknya ada juga yang membebaskan, ada juga yang membatalkan uang pengganti," imbuhnya.
Ia kemudian menyindir pemerintah yang saat ini memang sedang bersikap lunak terhadap koruptor.
Tama mengatakan hal tersebut berdasarkan, fakta yang terjadi bahwa tidak hanya grasi terhadap koruptor, namun juga adanya upaya pelemahan KPK.
"Dan kita coba lihat dari sisi eksekutif, ini kewenangannya Pak Presiden, bicara soal grasi itu menjadi hak konstitusionalnya Presiden," terangnya.
"Tetapi rangkaian-rangkaian ini menunjukkan bahwa memang negara ini sedang melunak sama koruptor, ini yang kemudian bahaya," tandasnya.
• Anggota DPR F-PKS Nasir Koreksi Jokowi soal Pernyataan Hukuman Mati Koruptor: Jangan Hanya Retorika
Video dapat dilihat menit 8.24
(TribunWow.com/Anung Malik)