Reuni Akbar 212
Ini Balasan Haikal Hassan saat 212 Disebut Berbau Permusuhan, Ungkap Hal yang Diminta pada Jokowi
Abu Janda menyebut bahwa narasi dalam reuni 212 masih sama seperti tahun-tahun sebelumnya, bagaimana jawaban Haikal Hassan
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
Kemudian, Abu Janda menilai bahwa kasus penodaan agama itu bergantung subjeknya.
"Sekarang yang dibahas penodaan agama, ini siapa yang penista agama ini siapa sih?"
"Ini sangat-sangat subyektif di luar kelompok mereka," ungkap dia.
• Bandingkan Habib Rizieq dan TKI, Sugito Atmo Justru Sebut Pemerintah Halangi Petinggi FPI Itu Pulang
Lantas, Abu Janda menyinggung masalah yang sempat dialami pengamat politik, Rocky Gerung mengenai kitab suci.
"Sorry nih be, kalau penista agamanya berasal dari kelompok mereka, mereka tidak menganggap itu penista agama."
"Aku ambil contoh saja langsung lah, ada yang jelas-jelas menistakan agama waktu itu bilang, kita suci itu adalah karya fiksi, karya khayalan," papar Abu Janda.
Lantaran Rocky Gerung dianggap sebagai tokoh yang memihak 212 maka, pengamat politik itu tidak dipolisikan.
"Karena berasal dari kelompok mereka, mereka enggak anggap itu penistaan agama," tegas Abu Janda.
Mendengar pernyataan itu, Haikal Hassan langsung mendebatnya.
Kendati demikian, Abu Janda masih berusaha untuk tetap melanjutkan argumennya.
Sehingga suara mereka saling bersahutan.
"Bukan khayalan jangan diputarbalikkan saudaraku itu fiksi bukan khayalan, enggak ada yang bilang khayalan," kata Haikal Hassan.
"Jadi sorry nih Be penistaan agama ini sangat-sangat subjektif, kalau dari kelompok mereka menistakan agama tidak dianggap menistakan, tapi kalau dari luar kelompok mereka itu dianggap menistakan jadi ini menurut saya sangat subjektif," ungkap Abu Janda.
• Menggebu-gebu Kritik Reuni Akbar 212, Abu Janda Didebat Haikal Hassan: Jangan Diputar Balik

Mendengar pernyataan Abu Janda yang menggebu-gebu, Haikal Hassan lantas menceritakan awal mula terjadinya 212.
"Sebentar ya sebentar, 212 tahun yang pertama tahun 2016 terjadi karena pemerintah dianggap tidak melakukan proses terhadap Pak Basuki Tjahaja Purnama," ungkap dia.