Kasus First Travel
Yenti Garnasih Tegaskan Istri Harus Cek Gaji Suami, Karni Ilyas: Daripada Dikasih ke Perempuan Lain
Karni Ilyas tidak sependapat dengan argumen Yenti Garnasih soal keterlibatan istri dalam mengetahui keuangan suami
Penulis: anung aulia malik
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
TRIBUNWOW.COM - Pakar Pencucian Uang Yenti Garnasih mengatakan penting bagi istri turut berperan dalam memeriksa sumber penghasilan suami agar terhindar dari tindak pidana korupsi dan kejahatan lainnya.
Argumen Yenti soal keterlibatan istri dalam keuangan suami menuai kontra dari host 'Indonesia Lawyers Club' Karni Ilyas, Karni Ilyas berpendapat hal tersebut justru akan memperkeruh rumah tangga.
Dikutip TribunWow.com dari video Youtube Indonesia Lawyers Club, Selasa (19/11/2019), awalnya Yenti menjelaskan bagaimana di negara-negara lain banyak istri yang turut berperan dalam kasus pencucian uang.

"Tapi di beberapa negara, istri-istri menjadi pelaku tindak pidana pencucian uang itu banyak," kata Yenti.
Karni Ilyas mengatakan hal tersebut memang mungkin berlaku di beberapa negara yang memiliki aturan pemisahan harta antara suami dan istri.
Namun Karni Ilyas mengatakan di Indonesia yang pembagian hartanya berupa gono-gini, hal tersebut sukar terjadi.
Karena harta suami dan istri adalah milik berdua, jadi jika harta miliki suami disita maka harta istri juga akan terpengaruh.
"Tapi memang mungkin di negara-negara yang pemisahan harta itu berlaku," jelas Karni Ilyas.
"Kalau di kita harta itukan gono-gini."
"Jadi biar ditangani istrinya pun uang itu juga bisa kita sita."
"Tidak hanya di tangan suaminya."
"Karena milik berdua," tambahnya.
Yenti mengatakan jika harta miliki istri adalah harta hasil kejahatan maka memang harus ditindak.
"Kalau hasil perkawinan tidak apa-apa," jelas Yenti
"Kalau hasil kejahatan harus Pak," tambahnya.
Karni Ilyas tetap tidak setuju dengan argumen Yenti soal peran istri dalam menghindari kasus pencucian uang.
Menurut Karni Ilyas, seorang istri tidak akan mampu memaksa suami menjawab soal gaji dan penghasilan suami.
"Itu yang saya khawatir seorang istri," terang Karni Ilyas.
"Udah banyak tanya lu, rejeki," ucap Karni Ilyas meniru kemungkinan jawaban yang terjadi jika seorang istri menanyakan gaji suami.
• Soal Konsep Radikalisme, Muhammadiyah Minta Selaraskan Paham
Yenti tetap bersikeras berpegang pada argumennya bahwa istri harus tetap menanyakan sumber penghasilan suami.
"Harus tanya Pak," tegas Yenti.
Karni Ilyas kemudian membalas boleh saja bertanya, namun hal tersebut mungkin akan memancing kekesalan suami.
"Iya tanya boleh-boleh saja," kata Karni Ilyas.
"Tapi daripada dia kasih ke perempuan lain," canda Karni Ilyas.
Mendengar jawaban Karni Ilyas, Yenti tetap berpegang pada argumennya.
Menurut Yenti pertanyaan tersebut justru penting agar suami terhindar dari jerat hukum dan masalah.
"Atau harus tanya Pak daripada dia nanti diperiksa oleh penyelidik dan jaksa," kata Yenti.
"Lebih baik dia harus safe (aman) juga."
"Saya kira tidak masalah," tambahnya.
Yenti kemudian menjelaskan bagaimana istri juga dapat terlibat kejahatan karena uang hasil kejahatan suami mengalir kepada istri.
"Toh istri-istri kalau memang tidak tahu menahu, tapi bagaimanapun juga mereka harus diperiksa," terang Yenti.
"Karena pada merekalah (istri-istri) uang itu mengalir, ada pada mereka (istri-istri)."
"Sehingga dengan adanya subyek hukum yang seperti ini, maka penyidik, penuntut umum bisa menulusuri uang hasil kejahatan," imbuhnya.
Yenti menekankan penting untuk memeriksa istri agar ketika ada uang negara yang lari ke istri, maka uang tersebut dapat dikembalikan ke negara.
"Karena khawatirnya kalau istri tidak ada," jelas Yenti.
"Hasil kejahatan semakin sulit dilacak kembali, dikembalikan kepada yang paling berhak," tambahnya.
• Terkait Radikalisme, Begini Pandangan Muhammadiyah
Video dapat dilihat menit 20.46
Wasekjen MUI Tengku Zulkarnain Sindir Pemerintah Telat Atur Umrah
Kasus First Travel hingga kini masih berlangsung dan kembali menjadi masalah karena kisruh soal aset First Travel yang akan disita oleh negara.
Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH. Tengku Zulkarnain menyayangkan pemerintah Indonesia yang telat dalam mengeluarkan aturan hukum yang mengatur kuat soal umrah di Indonesia.
Dikutip TribunWow.com dari video Youtube Indonesia Lawyers Club (ILC), Selasa (19/11/2019), mulanya Zulkarnain menjelaskan bagaimana Kementerian Agama tidak memiliki dasar undang-undang dalam urusan umrah.

"Kementerian Agama selama ini tidak di-backup (dibantu) dengan undang-undang," kata Zulkarnain.
Zulkarnain menjelaskan undang-undang yang ada hanya mengatur soal haji.
"Undang-undang yang ada itu, Undang-Undang Tahun 2009 Nomor 34 itu hanya mengatur urusan haji tidak mengatur urusan umrah," jelas Zulkarnain.
"Jadi umrah itu diatur oleh Peraturan Menteri (Permen) Kementerian Agama," tambahnya.
Tidak adanya undang-undang menurut Zulkarnain menjadi penyebab utama yang mengakibatkan pemerintah Indonesia tidak siap menghadapi kasus-kasus besar yang menyangkut jamaah umrah seperti First Travel.
"Sehingga ketika terjadi seperti ini (kasus First Travel), tidak kuat, tidak ada undang-undang sebagai landasan hukum," kata Zulkarnain.
Kemudian ia mengatakan bagaimana pemerintah Indonesia telat dalam mengeluarkan aturan soal umrah.
"Sekarang sudah diganti. Sudah ada terbaru nomor 8 tahun 2019 baru haji dan umrah undang-undangnya," jelasnya.
Zulkarnain kemudian mengutip sebuah pepatah melayu untuk menggambarkan pemerintah Indonesia yang telat dalam mengambil kebijakan.
"Jadi kata orang melayu di mana mau buang air besar di situ baru ngorek lubang, ya bersemaklah najisnya kemana-mana," ucap Zulkarnain mengutip sebuah pepatah melayu.
• Soal Isu Radikal, Ketua PBNU Ungkap Persamaan Menag Fachrul Razi dan Lukman Hakim
Zulkarnain mengatakan seharusnya pemerintah tidak telat dalam membuat peraturan First Travel.
"Setelah terjadi First Travel baru dibuat undang-undangnya untuk mengatur umrah," kata Zulkarnain.
"Ini tidak boleh terjadi," tambahnya.
Mempertimbangkan jumlah jamaah umrah di Indonesia yang lebih banyak dibandingkan jamaah haji.
Zulkarnain mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya mengerti seberapa penting untuk membuat peraturan yang mengatur soal umrah.
"Harusnya kan dari jauh hari sudah ada undang-undang haji dan umrah," kata Zulkarnain.
"Lebih banyak jamaah umrah dibanding jamaah haji."
"Jamaah umrah bisa 10 juta orang setahun, jamaah haji 2 juta paling banyak 3 juta setahun."
"Harusnya pemerintah dari awal sudah membuat undang-undang yang mengatur tentang haji dan umrah," tambahnya.
Zulkarnain kembali membahas bagaimana pemerintah hingga tahun 2019 tidak membuat undang-undang soal umrah.
"Tapi sampai 2019 itu yang ada undang-undangnya hanya mengurus haji tidak mengurus umrah," jelas Zulkarnain.
"Umrah hanya dengan Permen, Peraturan Menteri saja," tambahnya.
• MUI Tak Setuju Menag Katakan Aturan Busana Tidak Ada di Hadis: Jelas Punya Dasar Hadis-Hadis Sahih
Video dapat dilihat menit 2.00
(TribunWow.com/Anung Malik)