Kabinet Jokowi
Demokrat Tak Masuk Kabinet, Pengamat Yakini Keberadaan AHY Jadi Penyebab, Kenapa?
Hendri Satrio menyampaikan pendapatnya terkait alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memasukkan tiga partai politik dalam susunan kabinet baru.
Penulis: Jayanti tri utami
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pengamat Komunikasi Politik Universitas Paramadina, Hendri Satrio menyampaikan pendapatnya terkait alasan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memasukkan tiga partai politik dalam susunan kabinet baru.
Tiga partai politik tersebut yakni Partai Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), serta Partai Amanat Nasional (PAN).
Hendri menilai, keberadaan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) di Partai Demokrat menjadi penyebab Jokowi enggan memasukkan partai tersebut dalam koalisi.
Hal itu disampaikan Hendri saat menjadi narasumber dalam acara 'DUA ARAH' yang diunggah kanal YouTube KOMPASTV, Selasa (29/10/2019).

• AHY Tak Jadi Menteri, PDIP Sebut Tak Intervensi Jokowi dan Singgung Gerindra: Pertimbangan Strategis
• AHY Tak Jadi Menteri, Pengamat Duga Ada Ketidakmauan Parpol Koalisi Besarkan AHY untuk Pilpres 2024
Hendri mulanya menyebut Jokowi memiliki keahlian untuk merangkai kata-kata indah sebagai pembenaran atas kebijakannya.
Termasuk juga kebijakan untuk menjadikan Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan.
Menurutnya, Jokowi kerap melakukan pembenaran terhadap setiap keputusan yang diambil.
"Itu kan boleh saja presiden bicara begitu, Presiden Jokowi itu kan ahlinya begitu-begitu," ucap Hendri.
"Mencoba membuat pembenaran-pembenaran dengan kata-kata yang indah."
Hendri lantas menyoroti tentang susunan Kabinet Indonesia Maju yang belum lama ini diumumkan Jokowi.
Dengan kehadiran Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto dalam koalisi, Jokowi menyebut sebagai 'Demokrasi Gotong-royong'.
Menurut Hendri, kata 'Gotong-royong' kurang tepat digunakan untuk menggambarkan susunan kabinet yang baru.
"Ini kan sebenarnya alasan aja, karena kalau dikatakan ini demokrasi yang diterjemahkan pemerataan kursi sehingga semua bisa masuk dalam pemerintahan, kecuali beberapa saja, tapi kan enggak enak kedengarannya," ucapnya.
"Ini demokrasi bagi-bagi kursi kan enggak enak, kalau demokrasi gotong royong jadi enak gitu."
Hendri menambahkan, Jokowi seolah sedang menutupi bahwa susunan kabinet tersebut merupakan ajang bagi-bagi kursi kekuasaan pada partai politik.
"Maksud saya ini memang alasan Pak Jokowi aja, pembenaran, excuse aja, bahwa sebenarnya dia mengakui bahwa yang dia lakukan sekarang memang mengakomodasi semuanya," ujar Hendri.
"Mencoba merangkul semuanya demi sesuatu hal yang mungkin akan kita diskusikan."
Hendri lantas mempertanyakan tujuan Jokowi memasukkan perwakilan partai oposisi di susunan kabinet baru.
"Ini sebetulnya buat apa sih, semua dirangkul dalam sebuah perahu, ini buat apa?," tanya Hendri.
Hendri mengaku sudah menduga bahwa Prabowo kemudian bergabung dalam koalisi setelah sebelumnya teguh menjadi oposisi.
Menurutnya, pertemuan Prabowo dan Megawati merupakan tanda bahwa Gerindra masuk koalisi.
"Ini kebetulan sudah tertebak pada saat Prabowo mengunjungi Megawati, sejak saat itu saya yakin betul Prabowo setelah ini pasti bergabung dalam koalisi," kata Hendri.
Ia mengutip pernyataan Prabowo dulu ketika ditanya terkait sikap Partai Gerindra.
"Walaupun berkali-kali dikatakan, 'Kami kalau diminta siap', gitu terus ngomongnya." kata dia.
"Saya yakin begitu keluar dari rumah Megawati, saya yakin per hari itu Prabowo bergabung (dalam koalisi)."
• Ungkap 2 Kekhawatiran soal Kabinet Jokowi, Usman Hamid: Harusnya yang Dipilih Tanggung Jawab Dong?
• Jokowi Optimis Papua Muda Inspiratif akan Beri Dampak Besar pada Tanah Papua
Hendri lantas menyinggung tentang tiga partai politik yang tak dapat jatah kursi menteri, yakni PAN, PKS, dan Demokrat.
"Kalau PAN dan Demokrat tidak bisa disamakan dengan PKS. Kalau PKS dari awal sudah menahan diri (masuk koalisi)," ucap Hendri.
Ia menilai ada alasan di balik keputusan Jokowi tak memasukkan perwakilan ketiga partai tersebut dalam kursi kabinet.
"(Tidak dimasukkan kabinet) karena masalah ideologi mungkin kalau PKS, kalau Demokrat saya yakin karena AHY, kalau PAN mungkin belum (dimasukkan)," kata dia.'
Simak video selengkapnya berikut ini menit 10.17:
AHY Tak Jadi Menteri
Sebelumnya, Hendri menyebut AHY tak menjadi menteri karena adanya penolakan dari partai politik pendukung Jokowi.
"Isunya karena Demokrat memiliki calon yang tidak diinginkan oleh parpol koalisi Jokowi yang lain."
"Mas AHY gitu yah karena Mas AHY ini kan sosok yang masa depan politiknya sangat baik, sangat bagus. Dan sudah menjadi rahasia umum, dia merupakan salah satu kandidat kuat presiden di 2024."
"Karena mungkin ada keengganan parpol koalisi Jokowi untuk membesarkan AHY lewat kursi menteri," papar Hendri.
Menurut Hendri, Jokowi sah-sah saja tidak memilih AHY sebagai menteri.
Pasalnya keputusan menteri juga merupakan hak prerogatif presiden.
"Itu adalah keputusan Pak Jokowi untuk tidak menempatkan kader Demokrat di kabinetnya, menurut saya itu sah-sah saja," ucapnya.
Hendri lantas menyarankan Demokrat lebih baik secara tegas menjadi oposisi.
"Jadi menurut saya sudahlah, kalau memang Demokrat harus berada di oposisi, ya jadi oposisi lah."
"Kalau memang harus berada di luar kekuasaan dengan memberikan kritikan-kritikan solusif dan membangun kepada pemerintah ya jalani," jelasnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Senin (28/10/2019).
Bahkan menurut Hendri, AHY yang menjadi oposisi justru akan mendapat keuntungan.
AHY dinilai dapat menjadi lebih mandiri dengan menjadi oposisi.
"Itu pun akan membesarkan AHY kok, nggak masalah kalau menurut saya. Ambil juga lah sisi positifnya, biar AHY berjuang berpolitik dari awal dari nol. Saya rasa itu akan lebih baik juga dan bagus buat dia," ungkap Hendri. (TribunWow.com/Jayanti Tri Utami/Mariah Gipty)