Menkopolhukam Wiranto Diserang
Bukan Kecolongan, Prabowo Sebut Penusukan Wiranto Memang Sulit Dicegah: Saya Tak Lihat Ada Rekayasa
Mantan Komandan Jenderal Kopassus TNI AD ini menyebut bahwa aksi penusukan Wiranto adalah aksi yang sulit dicegah.
Editor: Lailatun Niqmah
"Setibanya di RSPAD, langsung ditangani secara intensif dan dokter memutuskan untuk mengambil tindakan operasi di bagian perut lantaran akibat tusukan ditemukan luka di bagian usus halus, sehingga usus halusnya mesti dipotong sepanjang 40 cm," ungkap Agus melalui keterangan tertulis, Jumat (11/10/2019).
• Kata Psikolog soal Mengapa Sebagian Komentar Publik Justru Tak Simpatik atas Penusukan Wiranto?
Meski demikian, Wiranto masih harus menjalani perawatan intensif.
"Alhamdulillah, pasca-operasi kondisi Wiranto membaik, meski tetap harus menjalani perawatan. Ia percaya, bahwa Tuhan sebaik-baiknya tempat bersandar. Semoga Allah SWT tetap mencurahkan kasih sayang-Nya," lanjut dia.
Kata Psikolog

Guru besar psikolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Koentjoro, menuturkan alasan adanya reaksi 'senang' dari masyarakat ketika Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Wiranto diserang dan terluka.
Sedangkan reaksi yang diberikan oleh masyarakat terkhusus warganet beragam.
Bukan prihatin, sejumlah masyarakat justru 'bersyukur' atas apa yang menimpa Wiranto.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (11/10/2019), Koentjoro menuturkan reaksi yang diberikan masyarakat merupakan bentuk agresivitas yang terpendam.
Agresivitas merupakan perilaku yang memiliki maksud untuk menyakiti seseorang, baik secara fisik atau verbal.
Sehingga saat ada kabar Wiranto diserang, ada yang justru bahagia.
"Jadi begitu ada kabar itu (Wiranto diserang dan ditusuk), meledak sebagai suatu kegembiraan. Ini semuanya adalah dampak dari yang kemarin-kemarin, pemilu kemarin," kata Prof Koen melalui sambungan telepon, Jumat (11/10/2019).
Ia lantas mengatakan reaksi yang ditujukan sejumlah masyarakat itu merupakan echo chambering.
Echo chamber itu sendiri adalah ruang tempat kita hanya mendengar apa yang kita teriakkan tanpa mau tahu kondisi nyata.
"Ini hubungan dari, kalau istilah saya, terjadi echo chambering yang kemudian membuat bias kognitif," sambungnya.
Menurut Prof Koen, bahwa saat mereka yang memiliki echo chamber itu telah bergantung pada suatu kelompok, maka akan memiliki kebencian yang sangat kuat.
• Kata Pengamat soal Mengapa Wiranto yang Jadi Sasaran Penusukan: Dia Dianggap Public Enemy