Terkini Internasional
Ganti Pipa Saluran Pembuangan di Bawah Restorannya, Pria Ini Justru Temukan Banyak Benda Kuno
Quo Vadis, sebuah restoran di Puglia, Italia akhirnya diresmikan setelah tertunda selama 19 tahun, begini cerita lengkapnya.
Editor: Rekarinta Vintoko
Misalnya, ada ciceri e tria, hidangan pasta lokal yang dibuat dengan buncis dan pasta goreng, dan frisa ncapunata, sejenis roti gandum panggang, diisi dengan tomat segar, capers, oregano, rocket dan minyak zaitun.
Dan restoran itu tidak akan menjadi restoran Puglian tanpa orecchiette atau pasta berbentuk telinga.
Pencuci mulut disajikan dalam bentuk seperti cotognata (buah quince dan gula) dan pasticciotto, kue-kue kecil yang diisi krim custard.
Minuman anggur lokal, bir, cappuccino, minuman ringan dan jus juga akan disajikan di antara makanan utama seperti pizza, calzone dan parmigiana (terong goreng dengan saus daging dan mozzarella).
Bahkan ada bagian yang disebut sebagai 'jajanan Salento', termasuk rustico Leccese, sejenis kue berisi mozzarella, saus tomat, béchamel dan lada hitam, fried calzone; dan pittule, sejenis adonan tepung digoreng kecil-kecil dan diisi oleh buah zaitun hitam dan tomat.
• Tak Sadar Anak Kecil yang Diadopsi Ternyata Wanita Usia 22 Tahun, Pasangan Ini Alami Hal Mengerikan
"Kita perlu kembali dan makan makanan yang telah disediakan tanah kita," kata Luciano. "Makan tanpa bahan kimia, pestisida atau racun. Alami. Hanya makan makanan sederhana."
Para pengunjung restoran dapat menikmati seluruh kenikmatan yang sederhana ini dengan mengonsumsinya di dalam kedai atau alfresco di halaman. Keluarga Faggiano senang memperlakukan mereka seperti 'tamu-tamu di rumah mereka' dan menjalankan restoran itu benar-benar suatu urusan keluarga.
Andrea dan Marco bekerja di museum, seperti yang dilakukan ibu mereka dan istri Luciano, Anna Maria, yang juga membuat orecchiette dari nol.
Sepupu mereka, Antonio, adalah kepala juru masak Quo Vadis. Davide, adik bungsu mereka, bekerja di Astoria, sebuah cafe yang terletak dua menit dengan berjalan kaki, yang dibeli Luciano pada 2009 dan digunakan untuk membiayai museum sampai bisa membiayai diri sendiri.
Meski sudah merayakan pembukaan kedai yang sangat ditunggu-tunggu bersama keluarga dan teman-temannya, ternyata ambisi Luciano belumlah selesai.
Dia ingin memulai beberapa usaha lainnya yang dapat menghubungkan orang-orang dengan tanah dan bahkan mengingatkan kembali ke dunia pertanian di masa kecil Luciano.
"Proyek berikutnya adalah membangun taman," kata Andrea.
"Ayah saya memiliki tanah, 12 kilometer dari Lecce dengan tanaman liar yang berasal sejak jaman dahulu dan dia ingin mempertahankan tanaman-tanaman tersebut. Orang-orang bahkan tidak tahu tanaman-tanaman itu lagi. Semuanya saling berhubungan - tumbuhan, sayuran - berasal dari tanah jadi tidak ada perbedaannya."

Dengan membentuk hubungan yang kuat dengan tanah kuno ini, baik melalui museum, restoran atau taman, keluarga Faggiano berharap dapat membagikan kerja keras mereka kepada berbagai generasi-baik penduduk lokal maupun turis. Ini etos yang sejalan dengan sebuah peninggalan yang mereka temukan.
"Kami menemukan sebentuk batu dengan tulisan Latin yang berbunyi, 'Si deus pro nobis quis contra nos'," kata Andrea.