Aksi Mujahid 212
Tanggapan Aa Gym, MUI Jabar, hingga KPAI soal Aksi Mujahid 212 di Depan Istana Negara Pagi Ini
Hari ini, Mujahid 212 Selamatkan NKRI menggelar aksi di depan Istana Negara, Jakarta, Sabtu (28/9/2019).
Editor: Lailatun Niqmah
Ketiga, pihaknya khawatir dengan kerusuhan di Wamena dan Papua.
Sebab, kerusuhan itu menelan korban puluhan jiwa dan eksodus warga pendatang keluar dari wilayah tersebut.
Keempat, bencana asap akibat kebakaran hutan dan lahan yang tidak tertangani dengan cepat dan tepat oleh Pemerintah.
Kebakaran tersebut telah menyebabkan ratusan ribu warga terkena pekatnya asap dan menderita sakit infeksi pernapasan (Ispa).
Bencana asap juga telah merenggut korban jiwa.
"Berbagai kondisi ini menunjukkan negeri kita tidak dalam keadaan baik-baik saja. Ada yang salah dalam mengelola dan mengurus negara yang kita cintai ini. Singkat kata, pemerintah telah gagal," tutur Ustaz Edy.
• Ketua MPR Zulkifli Hasan: Pertimbangan Penerbitan Perppu KPK juga Hasil dari Aspirasi Mahasiswa
Permintaan KPAI
Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Susanto, meminta masyarakat menghentikan penyebaran narasi untuk mengajak anak-anak mengikuti aksi penyampaian pendapat.
Dia mengaku menerima pesan singkat di aplikasi media sosial WhatsApp mengenai ajakan kepada para pelajar SMA/Sederajat menghadiri “Aksi Mujahid 212, Selamatkan NKRI”.
"Penggunaan narasi-narasi jihad untuk mengajak anak melakukan demonstrasi di jalanan merupakan hal yang kurang tepat dan perlu diluruskan," kata dia, dalam keterangannya, Jumat (27/9/2019).
Menurut dia, usia pelajar merupakan usia tumbuh kembang yang perlu dilindungi dari segala bentuk potensi negatif.
Termasuk kerentanan menjadi korban dari hal-hal yang tidak terprediksi saat demonstrasi berlangsung.
Untuk mengantisipasi pelajar mengikuti aksi unjuk rasa, dia mendorong para orangtua melakukan pengawasan dan pendampingan pada anak-anaknya yang remaja.
Mereka diharapkan agar dapat berhati-hati mengikuti ajakan aksi demo melalui media sosial karena tidak jelas siapa penanggungjawaban.
"Para orangtua harus membuka ruang dialog dengan anak-anak. Para orangtua juga harus memantau media sosial anak-anaknya sebagai bentuk pencegahan, karena undangan aksi di era ini disebarkan melalui media sosial IG dan aplikasi WhatsApp," kata Susanto.