Revisi UU KPK
Situasi di Gedung KPK Kondusif, Polisi Belum Tangkap Pelaku Kerusuhan yang Dukung Revisi UU KPK
Demo di KPK yang ricuh sudah kondusif, polisi masih lakukan penyelidikan dan belum tangkap pelaku. Massa bakar karangan bunga hingga lempar batu.
Penulis: Ifa Nabila
Editor: Tiffany Marantika Dewi
TRIBUNWOW.COM - Situasi di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan kembali kondusif setelah sempat terjadi kericuhan massa, Jumat (13/9/2019) siang hingga sore.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas.com, Jumat (13/9/2019), meski suasana sudah kondusif pada pukul 16.40 WIB, namun polisi belum menangkap pelaku kerusuhan di Gedung KPK itu.
"Situasi saat ini mulai kondusif," ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Komisaris Besar Bastoni Purnama.
• Tanggapi RUU KPK, Jokowi Sebut 4 Poin Penolakan: Ini Berpotensi Kurangi Efektivitas Tugas KPK
Bastoni menyebut massa yang terlibat aksi unjuk rasa berujung ricuh itu berasal dari tiga kelompok yang mendukung revisi UU KPK.
Kelompok tersebut juga mendukung hasil pemilihan lima calon pimpinan KPK selanjutnya di Komisi III DPR.
Bastoni menyebut pihaknya belum menangkap orang yang terlibat kerusuhan.
"Kami belum mengamankan siapapun," kata Bastoni.
Pihak kepolisian saat ini masih melakukan penyelidikan dengan mengumpulkan barang bukti.
"Tapi kami akan melakukan penyelidikan untuk dan mengumpulkan barang bukti seperti barang barang yang dibakar dan dirusak," imbuhnya.
Dari pantauan Kompas.com, personel kepolisian masih berjaga di depan Gedung KPK.
Sejumlah karangan bunga tampak rusak setelah dibakar.
• Profil Lili Pintauli Siregar, Satu-satunya Perempuan di Pimpinan KPK Periode 2019-2023
Kronologi Kericuhan
Massa yang ricuh awalnya menyatakan dukungan pada Irjen Firli Bahuri yang terpilih sebagai Ketua KPK periode 2019-2023.
Para demonstran mengaku berasal dari Aliansi Mahasiswa dan Pemuda Relawan Cinta NKRI.
Mereka juga menyatakan dukungannya terhadap revisi UU KPK yang sudah disahkan oleh DPR.
Massa membentangkan spanduk bertuliskan "DUKUNG REVISI UU NOMOR 30 TAHUN 2002 SEBAGAI LANGKAH PENGUATAN LEMBAGA ANTIRASUAH" dan "LEMBAGA KPK JANGAN DIJADIKAN LEMBAGA SUPERBODY".
Sejumlah orator yang menaiki tiga mobil berorasi secara bergantian dengan pengeras suara.
Mereka menuntut agar revisi UU KPK didukung oleh banyak pihak.
• KPK Nyatakan Irjen Firli Langgar Kode Etik karena Pertemuannya dengan TGB, Begini Kronologinya
Lalu massa juga mengambil karangan-karangan bunga dukungan untuk KPK di depan gedung.
Karangan-karangan bunga tersebut kemudian dibakar hingga polisi harus turun tangan untuk memadamkan api.
Saat polisi tengah berusaha memadamkan api, orator meminta massa untuk masuk ke Gedung KPK untuk mencopot kain hitam yang menutup logo KPK.
Diketahui, kain hitam yang menutupi logo KPK merupakan aksi simbolik para pegawai KPK yang memprotes revisi UU KPK.
Massa kemudian berupaya untuk masuk ke dalam Gedung KPK dan dihadang oleh petugas keamanan KPK serta pihak kepolisian.
Lantaran aksi massa tetap dihalangi, massa melempar batu ke arah Gedung KPK.
Namun satu orang pendemo berhasil menyusup dan mencopot kain hitam penutup logo KPK.
Setelah kain itu terlepas, bentrok pun semakin tak terhindarkan, melibatkan massa, jurnalis, polisi, petugas keamanan, dan sejumlah pegawai KPK.
Tak hanya melempar batu, massa juga melemparkan botol air mineral.
Para jurnalis dan pegawai KPK pun masuk ke Gedung KPK untuk menghindari kericuhan tersebut.
• Daftar Nama 5 Pimpinan KPK 2019-2023 Terpilih, Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua
Diketahui, sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR menyusun beberapa poin untuk merevisi UU KPK yang dianggap sebagian orang melemahkan fungsi KPK.
Diketahui, sebelumnya Badan Legislasi (Baleg) DPR menyusun beberapa poin untuk merevisi UU KPK yang dianggap sebagian orang melemahkan fungsi KPK.
Dikutip dari kpk.go.id, Jumat (13/9/2019), revisi dari DPR disebut menimbulkan persoalan sebagai berikut:
1. Independensi KPK terancam
2. Penyadapan dipersulit dan dibatasi
3. Pembentukan Dewan Pengawas yang dipilih oleh DPR
4. Sumber penyelidik dan penyidik dibatasi
5. Penuntutan perkara korupsi harus koordinasi dengan Kejaksaan Agung
6. Perkara yang mendapat perhatian masyarakat tidak lagi menjadi kriteria
7. Kewenangan pengambilalihan perkara di penuntutan dipangkas
8. Kewenangan-kewenangan strategis pada proses penuntutan dihilangkan
9. KPK berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan
10. Kewenangan KPK untuk mengelola pelaporan dan pemeriksaan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dipangkas
• Daftar Nama 5 Pimpinan KPK 2019-2023 Terpilih, Irjen Firli Bahuri Jadi Ketua
Tanggapan Jokowi
Jokowi menyampaikan empat poin penolakan terhadap revisi UU KPK yang diajukan oleh DPR.
Jokowi menyebutkan, KPK harus tetap menjadi lembaga terkuat dalam pemberantasan korupsi.
Hal itu disampaikan Jokowi saat jumpa pers di Istana Kepresidenan, dalam saluran YouTube KOMPASTV, Jumat (13/9/2019).
Menurut Jokowi, substansi revisi UU KPK yang tidak ia setujui berpotensi mengurangi efektivitas kerja KPK.
"Saya tidak setuju terhadap beberapa substansi RUU (revisi-red) inisiatif DPR ini yang berpontensi mengurangi efektivitas tugas KPK," ucap Jokowi.
Poin pertama revisi UU KPK yang tidak disetujui Jokowi yakni tentang kewajiban KPK memperoleh izin pihak eksternal untuk melakukan penyadapan.
"Yang pertama, saya tidak setuju jika KPK harus memperoleh izin dari pihak eksternal untuk melakukan penyadapan."
"Misalnya harus izin ke pengadilan, tidak (perlu). KPK cukup memperoleh izin internal dari dewan pengawas untuk menjaga kerahasiaan," ujar Jokowi.
• UPDATE - Sempat Tuai Kontroversi, Irjen Firli Bahuri Terpilih sebagai Ketua KPK Periode 2019-2023
Jokowi lantas menyebutkan poin kedua yang tidak ia setujui dari revisi UU KPK yang diajukan DPR.
"Yang kedua, saya juga tidak setuju penyelidik dan penyidik KPK hanya berasal dari kepolisian dan kejaksaan saja," lanjut Jokowi.
Jokowi menyampaikan, penyelidik dan penyidik KPK harus melalui prosedur rekrutmen yang benar.
"Penyelidik dan penyidik KPK bisa juga berasal dari unsur ASN (Aparatur Sipil Negara) yang diangkat dari pegawai KPK maupun instansi pemerintah lainnya."
"Tentu saja harus melalui prosedur rekrutmen yang benar," ungkap Jokowi.
Lebih lanjut, Jokowi menyoroti tentang kewajiban KPK yang wajib koordinasi dengan Kejaksaan Agung.
Menurutnya, saat ini sistem penuntutan KPK sudah baik.
• Anggota Komisi II DPR Tampak Kesal Jubir KPK Ceritakan Suasana di DPR, Karni Ilyas Turun Tangan
"Yang ketiga saya juga tidak setuju bahwa KPK wajib berkoordinasi dengan kejaksaanjagung dalam penuntutan."
"Karena sistem penuntutan yang berjalan saat ini sudah baik, sehingga tidak perlu diubah lagi," ucap Jokowi.
Mantan Wali Kota Solo itu lantas menyinggung perihal Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN).
"Yang keempat, saya juga tidak setuju perihal pengolahan LHKPN yang dikeluarkan dari KPK (dan) diberikan kepada kementrian atau lembaga lain, tidak, saya tidak setuju," tegas Jokowi.
"Saya minta LHKPN tetap diurus oleh KPK sebagaimana yang telah berjalan selama ini," lanjutnya.
Simak video selengkapnya berikut ini menit 1.00:
(TribunWow.com/Ifa Nabila/Jayanti Tri Utami)