Rusuh di Papua
Dari Inggris, Benny Wenda Sebut Papua Bisa Jadi Timor Timur Berikutnya: Perlu Australia Bersuara
Benny Wenda akhirnya buka suara mengenai kerusuhan di Papua beberapa waktu silam, yang dikaitkan dengan dirinya.
Editor: Lailatun Niqmah
Sementara itu, Wiranto juga berharap agar masyarakat tidak terkecoh dengan berita yang disampaikan tokoh separatis Papua yang diduga sebagai dalang kerusuhan di Papua, Benny Wenda.
Melalui siaran langsung Breaking News Kompas TV, Wiranto mengklarifikasi tuduhan pihak-pihak yang menganggap pemerintah telah bersikap tidak adil terhadap Papua dan Papua Barat.
Selain itu, Wiranto juga mengklarifikasi wacana referendum Papua dan Papua Barat yang beberapa waktu ini digaungkan oleh warga Papua.
• Soal Kronologi Bentrok Senjata Massa dan Petugas di Deiyai Papua, Tito Karnavian: Saya Ingin Koreksi
Wiranto menyebut, banyak informasi dan tuntutan tentang referendum atau keinginan untuk memisahkan diri dan merdeka dari Indonesia.
Menko Polhukam itu mengatakan, pihak-pihak yang menuntut referendum sebenarnya tidak menyadari apa yang terjadi selama ini.
"Kalau kita berbicara referendum, sebenarnya hukum internasional sudah tidak ada lagi tempat untuk Papua dan Papua Barat disuarakan referendum," kata Wiranto.
Dalam hukum internasional, referendum bukan untuk wilayah yang sudah merdeka, tetapi wilayah Non-Self-Governing Territories.
Misalnya, Timor Timur yang merupakan provinsi seberang lautan dari Portugis.
Di PBB, Timor Timur memang bukan wilayah Indonesia.
Oleh karena itu, di sana boleh mengajukan referendum.
Namun, Papua dan Papua Barat sudah pernah referendum pada 1969.
"Sesuai prinsip-prinsip Piagam PBB, sudah dilaksanakan satu jajak pendapat yang didukung oleh sebagian besar anggota PBB. Muncul resolusi 2524 yang sah, Papua dan Papua Barat (waktu itu Irian Barat) sah sebagai wilayah NKRI," jelas Wiranto.
"Keputusan PBB tidak bisa bolak-balik ditinjau lagi, ganti lagi, nggak bisa. Sehingga jalan untuk ke sana sebenarnya tidak ada lagi," lanjutnya.
Kemudian, Wiranto juga berbicara mengenai hak-hak dasar masyarakat Papua.
Disebutnya, warga Papua merasa hak-hak dasarnya tidak dipenuhi, baik hak politik, ekonomi, sosial, budaya.