Kabar Tokoh
Nasib PA 212 Ramai Dibahas, Rocky Gerung: Enggak Ada Imajinasi Selain 'Cebong dan Kampret' Selesai
Pengamat Politik, Rocky Gerung angkat suara soal pernyataan Presiden Joko Widodo (Jokowi) soal oposisi dan komentarnya tentang nasib PA 212.
Penulis: Mariah Gipty
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Pengamat Politik, Rocky Gerung angkat suara soal nasib Presidium Alumni (PA) 212 yang ramai dibahas dan pernyataan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo (Jokowi) soal oposisi.
Rocky Gerung menganggap Jokowi tidak jelas benar-benar ingin memiliki pihak oposisi.
Dilansir TribunWow.com, hal itu Rocky Gerung sampaikan melalui acara 'Indonesia Lawyers Club' unggahan kanal Youtube Indonesia Lawyers Club pada Selasa, (30/7/2019).
• FPI: PA 212 Bukan Gerakan Politik yang Mengidolakan Prabowo-Sandi
Menurut Rocky Gerung, Jokowi tidak jelas menyatakan dirinya ingin dikritik.
"Kan, Pak Jokowi bilang, kami memerlukan oposisi, oposisi maksudnya, memerlukan dikritik atau dia masuk? Itu didomestikasi," ucap Rocky Gerung.
"Kita enggak jelas isi pembicaraan itu," imbuhnya.
Selain itu, Rocky Gerung tutut menjelaskan mengapa masalah posisi PA 212 masih hangat dibincangkan.
Rocky Gerung menilai, posisi PA 212 masih ramai diperbincangkan, lantaran tak ada isu sosial lain yang diciptakan.
"Kenapa diskusi ini berlanjut terus, di segala macam sosial media, di pojok-pojok warung kopi?," tanya Rocky Gerung.
• Tak Dilibatkan di Pertemuan Prabowo-Mega, Ini Jawaban Sandiaga Uno saat Ditanya Oposisi atau Koalisi
"Karena enggak ada imajinasi sosial yang diucapkan oleh presiden selain cebong dan kampret sudah selesai," ujarnya.
Rocky Gerung menegaskan, presiden hanya membahas soal prestasi-prestasi di masa lalu.
Sehingga, tak ada topik baru yang menghiasi perbincangan masyarakat.
"Ide tentang bernegara tak diucapkan oleh presiden, presiden hanya mengulangi prestasi selama dia berkuasa, empat tahun yang lalu lima tahun yang lalu, jadi kita tidak memiliki referensi apa sebetulnya berdemokrasi atau beroposisi," tutur Rocky Gerung.
Lantas, ia kembali menegaskan PA 212 masih terus dibahas akibat sikap Presiden.
"Soal-soal sederhana ini terus diputer-puter, karena presiden sebagai kepala negara tidak mengucapkan sosial teks baru, karena itu dia bicara soal sosial teks lama."