Terkini Daerah
Marak Kasus Pernikahan Anak Pengungsian Warga Palu, karena Himpitan Ekonomi dan Desakan Keluarga
Pernikahan anak di usia 14-17 tahun di lokasi pengungsian Palu dirasa memprihatinkan oleh LIBU Perempuan Sulawesi Tengah.
Editor: Tiffany Marantika Dewi
“Ada yang menikah itu dengan anak yang sebaya, ada juga yang tadi saya cerita itu yang istrinya meninggal karena likuifaksi kemudian mencari istri baru, itu suaminya sudah usia 40 tahun ke atas, kemudian ada juga 20-an, tapi kalau dari data yang kami masuk itu, rata-rata ada enam yang (menikah dengan usia) sebaya,” ungkap Dewi.
• BNPB Raih Penghargaan Wajar Tanpa Pengecualian Laporan Keuangan 2018
Ia menambahkan pihaknya terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk terus memantau perkembangan dari para anak yang menikah dini itu terkait dengan kondisi organ reproduksi mereka yang belum matang serta kerentanan terhadap terjadinya kekerasan dalam rumah tangga.
DP3A Dorong Pemkot Palu Percepat Pembangunan Hunian Tetap
Irmayanti Pettalolo, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Palu, mengatakan sejauh ini pihaknya baru mengetahui ada lima kasus perkawinan anak yang dilaporkan.
Ia pun menilai faktor beban ekonomi yang dialami oleh orang tua yang sulit mendapatkan pekerjaan bisa mempengaruhi terhadap terjadinya perkawinan anak di lokasi-lokasi pengungsian.
“Faktor ekonomi juga menjadi penyebab dimana orang tua memikul beban yang cukup berat karena kehilangan mata pencaharian sehingga untuk meringankan beban bisa saja ini juga menjadi faktor pendorong anak dinikahkan lebih cepat atau dinikahkan lebih dini,” papar Irmayanti
Ia mengakui kondisi lingkungan di lokasi pengungsian baik di Huntara maupun tenda-tenda yang ada jauh berbeda dengan situasi ketika mereka masih tinggal di rumah sebelum bencana.
• Cabuli Muridnya yang Berusia 8 Tahun, Guru SD Modusi sang Anak agar Cepat Tumbuh Besar dan Dewasa
Di lokasi pengungsian para orang tua mengalami kesulitan untuk mengontrol pergaulan anak-anak mereka.
Irmayanti mendorong pemerintah Kota Palu untuk mempercepat pembangunan hunian tetap yang jauh lebih layak untuk ditinggali ketimbang tenda-tenda pengungsian, maupun hunian sementara (huntara).
Hunian tetap (Huntap) menurutnya dapat memberikan tempat tinggal yang lebih aman serta, nyaman bagi perempuan dan anak-anak.
“Kami berharap ini bisa cepat terealisasi agar tingkat kekerasan, tingkat pernikahan itu bisa diminimalisir setidaknya ini adalah upaya-upaya yang coba dilakukan selain upaya sosialisasi, kemudian pemberdayan terhadap keluarga dan perempuan, kemudian sosialisasi pencegahan tentang kekerasan kemudian juga sosialisasi kesehatan reproduksi remaja,” kata Irmayanti.
Hingga Mei 2019 data Pemerintah Kota Palu menyebutkan setidaknya masih terdapat 10.000 kepala keluarga atau 40.136 jiwa yang masih berada di lokasi-lokasi pengungsian.
Dari jumlah itu baru 4.558 KK yang sudah tertampung oleh Hunian Sementara (Huntara) yang dibangun oleh pemerintah dan lsm, sedangkan sisanya sebanyak 6.655 KK masih tinggal di tenda-tenda pengungsian.
Artikel ini telah tayang di VOA Indonesia dengan judul "Memprihatinkan, Banyak Anak Korban Bencana Alam di Sulteng Dinikahkan".
WOW TODAY: