Sidang Sengketa Pilpres 2019
Pakar Sebut Ada Tuntutan Tim Hukum Prabowo yang Tak Lazim: Seakan Bukan Bikinan Orang hukum
Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan sejumlah tuntutan sidang sengketa pilpres yang dinilainya tak lazim dari kubu Prabowo-Sandi.
Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara Bivitri Susanti mengungkapkan sejumlah tuntutan sidang sengketa hasil pilpres yang dinilainya tak lazim dari kubu pasangan calon presiden dan calon wakil presiden 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, dalam sidang perdana di Mahkamah Konstitusi (MK), Jumat (14/6/2019).
Diberitakan TribunWow.com dari Kompas.com, dari 15 poin petitum atau tuntutan sidang pasangan Prabowo-Sandiaga yang masuk dalam permohonan sengketa Pilpres 2019, ada sejumlah hal yang ia nilai tidak lazim, Minggu (16/6/2019).
Misalnya saja isi petitum yang meminta agar Mahkamah Konstitusi mendiskualifikasi pasangan calon Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019 ini.
Menurut Bivitri, permintaan diskualifikasi itu tidaklah lazim untuk masuk dalam Permohonan Hasil Pemilihan Umum (PHPU).
• Pandangan Margarito Kamis soal Revisi Petitum 02 di MK Bisa Lazim dan Tidak Lazim, Ini Penjelasannya
Tak hanya itu, meminta Hakim Konstitusi memberhentikan komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) juga merupakan sebuah petitum yang tak lazim untuk diajukan.
Terkait permintaan tim hukum Prabowo-Sandi untuk diadakannya pemungutan suara ulang, Bivitri menjelaskan bahwa hal tersebut sebenarnya merupakan hal yang sangat lazim untuk diletakkan dalam petitum.
"Tetapi yang tidak lazim, dia minta ganti dulu anggota KPU," ujar Bivitri, dalam sebuah diskusi di Jalan Wahid Hasyim, Jakarta Pusat, Minggu (16/6/2019).
Karena adanya sejumlah petitum yang menurutnya tak lazim ini, Bivitri lantas mempertanyakan apakah petitum itu benar dibuat oleh orang hukum.
Ia bertanya-tanya, petitum itu disusun oleh tim hukum atau oleh Prabowo-Sandiaga sebagai permohonan principal.
"Muncul pertanyaan di benak saya, apakah gagasan-gagasan terobosan ini dari tim kuasa hukum atau permintaan pemohon principal? Karena seakan-akan bukan dibikin oleh orang hukum," ujar Bivitri.
Sementara itu, sebagaimana diketahui awalnya kubu 02 mengajukan 7 poin petitum pada tanggal 24 Mei 2019.
Kemudian, kubu 02 merevisi petitum tersebut pada 10 Juni 2019, dan menambahnya menjadi 15 poin petitum.
Ada sejumlah perubahan dalam petitum baru dan lama.
• Ini Penjelasan Jubir MK soal Isu Adanya Ancaman yang Didapatkan oleh Satu di Antara Hakim MK
Dalam petitum baru, tim kuasa hukum 02 mengakui kubu 02 mendapatkan suara sebesar 68 juta, ini tidak ada dalam petitum yang lama.
Kemudian, kubu 02 meminta dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah provinsi, yakni Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah.
Sedangkan di petitum lama, meminta dilakukan PSU di seluruh wilayah Indonesia.
Selain itu, kubu 02 juga meminta agar pejabat Komisi Pemilihan Umum (KPU) dihentikan dari jabatannya dan di-reshuffle.

Berikut 15 Poin Petitum Baru
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya;
2. Menyatakan batal dan tidak sah Keputusan KPU No. 987/PL.01.8-Kpt/06/KPU/V/2019 tentang Penetapan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota Secara Nasional dalam Pemilihan Umum Tahun 2019 dan Berita Acara KPU RI No. 135/PL.01.8-BA/06/KPU/V/2019 tentang Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara di Tingkat Nasional dan Penetapan Hasil Pemilihan Umum Tahun 2019, sepanjang terkait dengan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019;
3. Menyatakan perolehan suara yang benar adalah sebagai berikut:
1. Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin 63.573.169 (48%)
2. Prabowo Subianto- Sandiaga Salahuddin Uno 68.650.239 (52%)
Jumlah 132.223408 (100%)
• Analisis Refly Harun soal Poin Status Maruf Amin dan LHKPN Jokowi di MK: Isu yang Sangat Luar Biasa
4. Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 secara terstruktur, sistematis, dan masif;
5. Membatalkan (mendiskualifikasi) Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, sebagai peserta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2019;
6. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
7. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
Atau,
8. Menyatakan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 01, Ir. H. Joko Widodo-Prof. Dr. (H.C) KH. Ma’ruf Amin, terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran dan kecurangan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden 2019 melalui penggelembungan dan pencurian suara secara terstruktur, sistematis, dan masif;
9. Menetapkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden nomor urut 02, H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno, sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
10. Memerintahkan kepada termohon untuk seketika mengeluarkan surat keputusan tentang penetapan H. Prabowo Subianto dan H. Sandiaga Salahuddin Uno sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode Tahun 2019-2024;
Atau,
• Refly Harun Mengkritik Hakim MK seusai Periode Mahfud MD cs: Mereka Tidak Lagi Progresif
11. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di seluruh wilayah Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;
Atau,
12. Memerintahkan termohon untuk melaksanakan pemungutan suara ulang secara jujur dan adil di sebagian provinsi di Indonesia, yaitu setidaknya di provinsi: Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Banten, DKI Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, Lampung, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua, dan Kalimantan Tengah agar dilaksanakan sesuai amanat dalam Pasal 22E ayat (1) UUD 1945;
13. Memerintahkan kepada lembaga negara yang berwenang untuk melakukan pemberhentian seluruh komisioner dan melakukan rekrutmen baru untuk mengisi jabatan komisioner KPU;
14. Memerintahkan KPU untuk melakukan penetapan pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap yang dapat dipertanggungjawabkan dengan melibatkan pihak yang berkepentingan dan berwenang;
15. Memerintahkan KPU untuk melakukan audit terhadap Sistem Informasi Penghitungan Suara, khususnya namun tidak terbatas pada Situng;
(TribunWow.com/ Ananda Putri/ Roifah Dzatu)
WOW TODAY