Pilpres 2019
Soal Usulan Pembubaran Koalisi, Dedi Mulyadi: Demokrat Jangan Panik Dong
Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai Partai Demokrat mulai bingung dengan dirinya sendiri.
Editor: Astini Mega Sari
TRIBUNWOW.COM - Ketua Tim Kampanye Daerah Jokowi-Ma'ruf Amin Jawa Barat, Dedi Mulyadi menilai Partai Demokrat mulai bingung dengan dirinya sendiri.
Pernyataan Dedi itu terkait dengan usulan Demokrat untuk membubarkan koalisi baik di kubu Jokowi maupun Prabowo.
"Wacana pembubaran koalisi itu merupakan kebingungan dari sebuah partai politik dalam membangun identitas dirinya, siapa dia dan berada di mana," kata Dedi kepada Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (10/6/2019).
Dedi mengatakan, permanen atau tidaknya koalisi itu tergantung kepentingan para pihak.
• Jansen Sitindaon Jelaskan Kapan Waktu Partai Demokrat akan Nyatakan Sikap pasca-Pilpres 2019
Dulu, kata dia, pada zaman pemerintahan SBY, koalisi bersifat permanen, yaitu ada partai oposisi yang berada di luar pemerintah dan ada partai pendukung pemerintah.
Kemudian ada partai yang diajak masuk koalisi.
"Misalnya ketika Pak SBY memimpin, Golkar sebelumnya di luar pemerintah, tapi ada kepentingan dari pemerintah untuk memperkuat jajaran pemerintahan, Golkar masuk ke pemerintahan," kata ketua DPD Golkar Jawa Barat ini.
Lanjut Dedi, proses masuknya Golkar ke pemerintahan cukup panjang, yaitu melalui perebutan kepemimpinan Partai Golkar dari Akbar Tanjung ke Jusuf Kalla yang waktu itu menjadi wakil presiden.
• Jokowi & Prabowo Diminta Bubarkan Koalisi, Demokrat Langsung Singgung Sikap Gerindra di Pilpres 2014
Kemudian pada fase kedua pemerintahan SBY, Golkar kembali masuk ke lingkungan kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan di tubuh partai, yakni dari Jusuf Kalla digeser ke Aburizal Bakrie yang notabane mitra dari SBY dalam pemerintah.
"Jadi, proses masuknya Golkar itu dikehendaki oleh kekuasaan melalui perubahan kepemimpinan kepartaian," jelas Dedi.
Nah, kemudian, lanjut Dedi, pada saat ini ada koalisi dalam pemerintahan yang relatif sudah 60 persen menguasai parlemen.
Lalu ada partai yang bersikap oposisi, yaitu Gerindra dan PKS, dan itu sah dari sisi konstitusi.
"Dalam tradisi politik kita itu (partai oposisi) sah karena harus ada penyeimbang dalam pemerintahan," tandas mantan bupati Purwakarta ini.
• Pengamat Sebut Ada Kode Keras Semakin Kuatnya Sinyal Demokrat Merapat ke Jokowi
Saat ini, kata Dedi, ada partai dari oposisi, yakni Demokrat, yang ingin merapat ke pemintahan. Dedi menilai itu sah dan dipersilakan.
"Demokrat ingin masuk ke koalisi pemerintahan, ya dipersilakan, tetapi tidak berarti koalisi harus dibubarkan. Kalau ingin bubarkan koalisi, Demokrat sepertinya sedang panik. Ya, jangan panik dong," kata Dedi.