Pilpres 2019
Gugatan Sengketa Pilpres: Ini 5 Dugaan Kecurangan yang Dilaporkan Tim Kuasa Hukum Prabowo-Sandi
Kuasa hukum Prabowo-Sandi menyebut telah terjadi lima kecurangan yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan yang masif.
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
TRIBUNWOW.COM - Tim Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo Subianto-Sandiaga Uno telah resmi mendaftarkan gugatan sengketa Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019 ke Mahkamah Konstitusi pada Jumat (24/5/2019) malam lalu.
Dalam gugatan yang mereka layangkan, terdapat 51 alat bukti yang dilaporkan.
Ketua Kuasa Hukum BPN, Bambang Widjojanto mengatakan akan menyusulkan bukti lain untuk melengkapi gugatan sengketa Pilpres 2019.

Berdasarkan dokumen permohonan gugatan yang diajukan BPN ke MK berbentuk file PDF yang diterima Tribunnews.com, Minggu (26/5/2019), kuasa hukum Prabowo-Sandi menyebut telah terjadi lima kecurangan yang dianggap sebagai bentuk pelanggaran pemilu dan kecurangan yang masif.
Menurut BPN, hal itu mereka anggap sebagai bentuk kecurangan yang terstruktur, sistematik dan masif.
Karena adanya kecurangan yang dianggap terstruktur, sistematik dan masif kuasa hukum BPN meminta agar MK mendiskualifikasi Jokowi-Maruf atau setidaknya dilakukan Pemilu ulang.
Apa saja lima bentuk pelanggaran dan kecurangan masif yang dipaparkan BPN?
Berikut rinciannya seperti dikutip Tribunnews.com dari dokumen permohonoan gugatan tim hukum BPN ke MK:
1. Ketidaknetralan Aparatur Negara yakni Polisi dan Intelijen
Tim Kuasa hukum BPN menyebut aparatur negara tak netral dalam pemilu 2019 dan condong ke pasangan 01.
BPN mengaku memiliki alat bukti untuk membuktikan ketidaknetralan aparatur negara.
Alat bukti ini akan dibawa saat persidangan MK nanti.
Namun, dipaparkan sejumlah alat bukti yang sudah diketahui publik dari pemberitaan seperti pengakuan Kapolsek Pasirwangi, Kabupaten Garut, Jawa Barat AKP Sulman Azis yang mengaku diperintahkan untuk menggalang dukungan kepada paslon 01.

Sedangkan untuk ketidaknetralan aparat Intelijen, kuasa hukum BPN menjadikan pernyataan SBY sebagai bukti permulaan.
Pernyataan SBY itu dilakukan saat jumpa pers di Bogor pada Sabtu 23 Juni 2018.