Kabar Ibu Kota
Sudjiwo Tedjo Nyatakan Kritik untuk Polisi dalam Penanganan Aksi 22 Mei: Ini Ada Semacam Perbedaan
Pekerja Seni, Sudjiwo Tedjo melayangkan kritik kepada aparat keamanan. Menurutnya ada narasi yang kurang saat polisi memberikan informasi untuk rakyat
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Pekerja Seni, Sudjiwo Tedjo melayangkan kritik kepada aparat keamanan mengenai bagaimana menyampaikan kabar adanya dugaan aksi teror dalam unjuk rasa yang terjadi pada Rabu (22/5/2019) di depan Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber di Dua Sisi, dikutip dari saluran Youtube tvOne, Kamis (23/5/2019).
Mulanya Sudjiwo memberikan apresiasi terhadap kinerja aparat keamanan.
Lalu menurut Sudjiwo, polisi dalam menyampaikan kepada masyarakat bahwa ada aksi teror di aksi 22 Mei, berbeda saat momen Bom di Surabaya lalu.
"Kritik saya ini untuk sebelum-sebelumnya, ini ada semacam perbedaan, jadi waktu kasus bom Surabaya itu kan keberhasilan teroris itu kalau sudah menakut-nakuti masyarakat," ujar Sudjiwo.
Sudjiwo menyarankan seharusnya polisi dalam menyampaikan kabar dugaan aksi teror, dibarengi dengan kata polisi akan menjaga secara aman.
"Nah itu menurut saya itu bisa dipertanyakan kan sebelum waktu kejadian (22 Mei) itu ada (isu) teror. itu kan berarti menakut-nakuti, teroris berhasil di sini, mestinya (polisi berkata) 'ada teror tapi kami akan jaga', mestinya begitu, tenang masyarakat," katanya.
• Mahfud MD: Bukan Prabowo dan BPN yang Harus Tanggung Jawab atas Kerusuhan Aksi 22 Mei
Sehingga Sudjiwo mengatakan tak perlu membuat resah msyarakat lagi dengan memberikan kabar adanya aksi teror.
"Karena waktu bom Surabaya, teroris itu berhasil membuat takut, jadi jangan diancam lagi."
"Berhasil membuat kita takut (kabar adanya aksi teror 22 Mei), 'lho ada polisi kok yang jaga' mestinya begitu, unjuk rasa, kan yang diluar yang rusuh," ungkapnya.
Menjadi narasumber yang sama, Kabag Penum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Asep Adisaputra menyanggah bahwa memberikan kabar adanya aksi teror adalah kewajiban polisi.
"Menjadi kewajiban bagi kepolisian bahwa benar ada sebuah ancaman, dan itu kita tampilkan testimoni, pelaku teror dalam hal ini (seorang pelaku teror aksi 22 Mei yang ditangkap) DY alias G itu mengatakan yang sesungguhnya, bahwa aksi teror itu direncanakan untuk aksi tanggal 22," ujar Asep

• Cerita Sisi Lain Aksi 22 Mei, Pedagang Dijarah, Brimob Video Call Anak, hingga Warga Berburu Foto
Mengenai menyampaikan adanya dugaan aksi teror, menurut Asep ini penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat.
"Ini adalah sebuah awareness (kesadaran) untuk masyarakat, kita harapkan masyarakat yang ingin hadir, tentunya akan berfikir kembali kalau sampai teror terjadi, yang kedua masyarakat yang tidak ingin hadir akan menghindari tempat tertentu," jawab Asep.
"Menjadi keliru dan salah ketika kita tidak memberikan informasi dan itu terjadi."
Sudjiwo menuturkan kembali apabila peringatan dibarengi dengan keyakinan bahwa polisi akan memberikan rasa aman itu lebih baik.
"Mengapa tidak begini 'kemungkinan akan ada terorisme, tapi tenang kami akan menjaga, karena unjuk rasa dijamin untuk undang-undang," ungkap Sudjiwo.
Asep kemudian mengatakan singkat bahwa telah ada narasi peringatan dan keyakinan polisi akan berusaha membuat situasi kondusif.
Lihat videonya di menit ke 1.08:
Ratusan Orang Diamankan Polisi
Dikutip TribunWow.com dari TribunJakarta.com, Rabu (22/5/2019), pihak kepolisian berhasil menangkap setidaknya 257 tersangka yang membuat kerusuhan dalam aksi 21-22 Mei 2019.
Hal tersebut disampaikan oleh Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Argo Yuwono.
Dalam konferensi pers, Rabu (22/5/2019) malam, Argo Yuwono menjelaskan bukti-bukti terkait penangkapan para tersangka.
Termasuk pesan provokatif yang memicu kerusuhan hingga pesan untuk menyerang Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Mulanya Argo menuturkan ada 257 tersangka ditangkap di tiga lokasi yang berbeda.
"Ini dari 3 TKP ada 257 tersangka yang buat kerusuhan," kata Argo dari siaran langsung Kompas TV, pada Rabu (22/5/2019).
• Aksi Kepala Militer Tunjukkan Cara Makan Tokek Hidup-hidup untuk Bisa Bertahan Hidup di Hutan
"Jadi di Bawaslu sendiri ada 72 tersangka di Petamburan ada 156 tersangka di Gambir ada 29 tersangka, keseluruhan ada 257 tersangka," tambahnya.
Dari 72 orang tersebut, ditangkap karena melakukan perlawanan kepada petugas dan juga berusaha merangsek masuk Bawaslu dengan melakukan perusakan.
Sementara 156 orang di Petamburan ditangkap akibat membakar beberapa mobil dan menyerang asrama polisi.
29 orang di Gambir juga melakan hal yang hampir serupa.
"Di Bawaslu kenapa ditangkap? karena melawan pertugas, kemudian melakukan perusakan, yang di Petamburan pembakaran mobil dan penyeragan asrama, di Gambir pembakaran asrama dan kantor polisi," jelas Argo Yuwono.
Argo Yuwono menjelaskan 257 orang itu ditangkap beserta beberapa barang bukti.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)
WOW TODAY: