Terkini Nasional
Mahfud MD: Bukan Prabowo dan BPN yang Harus Tanggung Jawab atas Kerusuhan Aksi 22 Mei
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan pandangan hukum terkait kerusuhan aksi 22 Mei.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memberikan pandangan hukum terkait kerusuhan aksi 22 Mei.
Hal ini disampaikan Mahfud MD saat menjadi narasumber di acara Breaking iNews, Rabu (22/5/2019) malam.
Menurut Mahfud, ada pihak yang harus bertanggung jawab atas kerusuhan tersebut.
Namun bukan dari kubu pasangan calon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Bukan pula dari Badan Pemenangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi.
• Kerusuhan 22 Mei Disorot Media Internasional hingga Jadi Headline Halaman Utama di Situsnya
Mulanya, Mahfud MD mengatakan bahwa dirinya turut prihatin denngan adanya kerusuhan tersebut.
Padahal menurutnya, kerusuhan tersebut sudah tidak ada kaitannya dengan politik.
"Pertama tentu prihatin ya karena begini saya melihatnya urusan politik yang terkait dengan pemilu itu kan sudah disalurkan lewat hukum," ujar Mahfud MD.
"Paslon 02 Pak Prabowo Subianto dan tim BPN-nya sudah menyatakan akan melakukan penyelesaian melalui hukum dan konstitusi yaitu menggungat ke Mahkamah Konstitusi," tambahnya.
Mantan Ketua MK ini mengatakan orang yang berada di kerusuhan itu merupakan tanggung jawab pribadi masing-masing.
"Kesimpulan pertama dari saya tentang peristiwa ini demo-demo yang diwarnai oleh tindakan kekerasan itu tentu bukan lagi menjadi tanggung jawab Prabowo Subianto bersama timnya," kata Mahfud MD.
"Tetapi merupakan tanggung jawab pribadi-pribadi pelakunya."
• Polisi Tangkap 257 Perusuh di Aksi 22 Mei dan Beberkan Isi Pesan di Grup WhatsApp yang Provokatif
Bahkan, jika ada anggota dari BPN Prabowo-Sandi yang datang pada aksi tersebut tidak bisa dikatakan ia mewakili kubu 02.
"Kalau misalnya ada orang-orang dari BPN atau dari parpol atau dari paslon yang terlibat yang terlihat di demo-demo itu, maka orang itu harus dianggap bukan lagi sebagai representasi dari politik atau dari organisasi politik atau kontestan politik, melainkan pribadi-pribadi yang sedang melakukan tindakan yang bisa berupa dua hal satu dia sedang menyampaikan aspirasi politik tapi kalau melakukan kekerasan dia melakukan gangguan tindak pidana terhadap ketentraman umum," tambahnya.
Kerusuhan tersebut juga dianggap bukan lagi antara aparat dengan politik melainkan dengan gerakan massa.