Breaking News:

Pemilu 2019

Refli Harun Sebut Permohonan Gugatan Bisa Ditolak MK jika Tak Signifikan Pengaruhi Hasil Pemilu

Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa gugatan kecurangan pemilu kemungkinan bisa ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Penulis: Atri Wahyu Mukti
Editor: Astini Mega Sari
Capture Breaking iNews
Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan soal gugatan kecurangan pemilu kemungkinan bisa ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Rabu (22/5/2019). 

TRIBUNWOW.COM - Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun menjelaskan bahwa gugatan sengketa pemilu kemungkinan bisa ditolak Mahkamah Konstitusi (MK).

Diketahui, Badan Pemenangan Nasional (BPN) capres-cawapres 02, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno akan mengajukan gugatan dugaan kecurangan pemilu kepada MK.

Menanggapi hal itu, Refly menjelaskan bahwa ada paradigma dari MK yang mengatakan sepanjang hasil gugatan tidak mempengaruhi hasil pemilu, maka permohonan yang diajukan akan ditolak oleh MK.

Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun Beberkan Alasan Gugatan Prabowo pada Pilpres 2014 Ditolak MK

Dilansir oleh TribunWow.com, hal itu dikemukakan Refly melalui acara Breaking iNews, pada Kamis (23/5/2019).

"Jadi MK itu dari sisi kualitatif terbukti katakanlah satu, dua, tiga, empat, lima, kecurangan misalnya, dan itu dianggap electoral fraud atau kecurangan. Itu ada paradigma yang mengatakan bahwa sepanjang itu tidak signifikan mempengaruhi hasil pemilu, maka permohonan akan ditolak, kira-kira begitu," jelas Refly.

Ia mengungkapkan gugatan yang diajukan bisa saja terbukti namun hasilnya tetap tidak mempengaruhi hasil pemilu.

"Jadi bukan tidak terbukti, terbukti hanya tidak signifikan memperngaruhi hasil," ujar Refly.

"Misalnya ada sebuah kejadian money politics, di suatu tempat, dan setelah dibuktikan terbukti memang ada money politics, tetapi tidak bisa dibuktikan rangkaiannya ke atas, ke pasangan calon atau tim kampanye nasionalnya, itu satu," papar Refly.

"Kedua, hanya terjadi sporadis di tempat tertentu."

"Nah itu bukan tidak di akui, diakui sebagai sebuah electoral fraud atau kecurangan pemilu tetapi tidak signifikan untuk mempengaruhi hasil. Nah karena itulah, biasanya hal-hal seperti ini tetap diakui tetapi kemudian permohonannya ditolak," sambungnya.

Sebut Prabowo sebagai Ksatria, Ruhut Sitompul Memintanya Dinginkan Suasana

Refly menegaskan bahwa paradigma tersebut belaku sejak pemilu 2004

"Paradigma ini berlaku sejak tahun 2004, 2009, dan 2014," kata Refly.

Terkait adanya gugatan pada pemilu 2019, Refly menjelaskan bahwa paradigma tersebut bisa digunakan kembali oleh MK atau tidak.

Ia mengatakan bahwa MK juga memiliki kemungkinkan untuk menggunakan paradigma lain dalam menangani gugatan sengketa pemilu.

Simak videonya dari menit pertama.

Ditanya Kemungkinan Demokrat Gabung Koalisi Jokowi-Maruf, Ferdinand: Tentu akan Dipertimbangkan

Dikesempatan yang sama, Refly juga mengungkapkan apa saja yang perlu dipersiapkan oleh BPN Prabowo-Sandi dalam mengajukan gugatan ke MK.

"Untuk 2019 ini apa yang perlu disiapkan BPN nanti untuk ke Mahkamah Kontitusi agar yang di 2014 tidak terjadi lagi," ujar pembawa acara.

"Pertama kuantitatif, kedua kualitatif," jawab Refly.

"Kalau kuantitatif intinya adalah BPN harus bisa mem-presenting bahwa terjadi penggelembungan suara atau pengurangan suara terhadap Prabowo-Sandi yang jumlahnya minimal separuh dari 16,597 juta, hampir 17 juta," jelas Refly.

"Jadi separuhnya 8,5 juta."

"Nah, kalau itu bisa di-presenting maka kemudian barulah signifikan untuk berpengaruh pada perolehan suara," sambungnya.

 Momen Mengharukan di Tengah Kerusuhan 22 Mei, Warga Bagikan Minum hingga Alas Salat untuk Petugas

Namun jika hal itu tidak dilakukan, Refly menerangkan supaya BPN Prabowo-Sandi bergerak secara kualitatif.

"Tapi kalau tidak maka harus bergerak pada kualitatif," kata Refly.

"Kualitatif ini kalau MK mengatakan terstruktur, sistematis, dan masif ," imbuh dia.

"Kalau misalnya kita tunjukkan kecurangan-kecurangan yang mau di-presentingkan ke MK," papar Refly.

"Misalnya yang sering didengarkan, netralitas aparat misalnya, money politics, penggelembungan suara, DPT dan  lain sebagainya."

 Soal Jumlah Korban Kericuhan di Jakarta, Anies Baswedan: 347 Orang Luka-luka

"Jadi dalam konteks penggelembungan suara kita tidak bicara kuantitaifnya, tapi kualitatifnya yaitu bahwa ada kecurangan walaupun tidak signifikan dari segi angka, tapi itu diorkestrasi oleh misalnya tim TKN, atau pasangan calon."

"Sehingga dampak terstrukturnya ada, lalu dilakukan secara sistematis jadi ada polanya, dan masif tidak di satu dua tempat tapi paling tidak di banyak tempat, atau kalau misal mensasar provinsi tertentu misalnya Jawa Barat dan Jawa Timur, maka itu juga merata."

"Nah ini yang tidak mudah," tandasnya.

Simak videonya dari menit 4.45.

(TribunWow.com/Atri Wahyu Mukti)

WOW TODAY:

Tags:
Persib BandungEzra WalianLiga 1Piala Menpora 2021Robert Alberts
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved