Pemilu 2019
Kisah Pedagang Kopi dan Mantan Tukang Ojek yang Mengadu Nasib Jadi Wakil Rakyat
Seperti tahun 2014 lalu, panggung pemilu legislatif tahun ini kembali diramaikan sejumlah kandidat dari masyarakat ekonomi kurang mampu.
Editor: Rekarinta Vintoko
TRIBUNWOW.COM - Seperti tahun 2014 lalu, panggung pemilu legislatif tahun ini kembali diramaikan sejumlah kandidat dari masyarakat ekonomi kurang mampu.
Tanpa modal uang yang besar, para caleg ini menebar harapan kepada mereka yang senasib sepenanggungan.
Awi, panggilan akrab Abdul Wahid Ibrahim, kembali mencalonkan diri sebagai anggota DPRD Kota Manado.
Lima tahun lalu, kandidat petahana itu mengaku banyak yang meragukannya mengingat profesi sehari-harinya adalah tukang ojek pangkalan.
• Inilah 33 Lembaga Survei yang akan Lakukan Quick Count pada Pemilu 2019, Terdaftar Resmi di KPU
"Paradigma (cara) mereka berpikir itu bahwa tidak mungkin, impossible, kalau tukang ojek itu bisa jadi anggota DPR(D)," tutur Awi, dengan dialek Manadonya, mengingat kembali perjuangannya dulu.
Awi berhenti ngojek sejak terpilih menjadi anggota DPRD Kota Manado dalam Pileg 2014 melalui Partai Amanat Nasional.
Kala itu, ia memperoleh 1.119 suara yang cukup mengantarkannya duduk di kursi anggota dewan.
"Dari pemetaan politik, target saya (tahun ini) 3.000 (suara)," ujarnya kepada Rivan Dwiastono, wartawan BBC Indonesia, usai bertatap muka dengan konstituennya di Bunaken Kepulauan, Sulawesi Utara, 22 Maret lalu.

Abdul Wahid Ibrahim, alias Awi, mengendarai sepeda motornya setiap hari untuk bekerja di gedung DPRD Kota Manado. Awi adalah anggota DPRD dari PAN yang sebelumnya bekerja sebagai tukang ojek dan pedagang ikan (BBC INDONESIA)
Sementara itu, 3.400 kilometer barat daya Manado, tepatnya di kota Cilegon, Banten, Eha Soleha tengah menapaki jalan yang sama seperti yang dijejak Awi tahun 2014 lalu. Eha mantap menjadi calegdi tengah kesehariannya berjualan kopi keliling di pasar.
"Saya jadi caleg awalnya ditawari sama pelanggan tetap kopi saya," ungkap Eha di petak kontrakannya di desa Sukmajaya, Cilegon, 18 Maret silam.
Sang pelanggan merupakan anggota Partai Persatuan Pembangunan yang bertugas mencari kandidat caleg. Eha mengaku, pelanggannya tersebut tengah mencari sosok caleg perempuan.
"Dia itu sedang mencari caleg karena untuk memenuhi kuota, bahwa perempuan harus ada 30% di dewan," katanya.
Eha awalnya tak paham apa tugas seorang anggota dewan. Perlahan, ia mempelajari tugas dan tanggung jawab yang mesti diembannya jika terpilih nanti.
"Di DPR(D) itu kerjanya nanti rapat, membuat undang-undang, membuat anggaran, persetujuan anggaran, gitu. Jadi saya nih lagi belajar politik, lagi belajar tentang dewan," bebernya polos dan lantang.
Menjajakan kopi sambil 'menjual diri'