Pilpres 2019
Haikal Hasan Heran Ma'ruf Amin Tanggapi Puisi Neno Warisman: 02 Tak Merespon 'Perang Total' Moeldoko
Haikal Hasan mempertanyakan mengapa Calon Presiden kubu 01 Ma'ruf Amin menanggapi puisi Neno Warisman namun tidak merespon pernyataan Moeldoko.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Presidium Alumni 212, Haikal Hasan, heran mengapa Calon Wakil Presiden (cawapres) kubu 01, Ma'ruf Amin, menanggapi puisi Neno Warisman.
Padahal, kubu 02 tidak pernah merespon pernyataan Moeldoko tentang perang total.
Hal itu disampaikannya saat menjadi narasumber di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang mengusung tema 'Perlukah Pernyataan Perang Total Dan Perang Badar?', pada Selasa (26/2/2019).
Saat itu, Haikal sedang beradu argumen dengan Tim Kemenangan pasangan calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, Kapitra Ampera.
Haikal heran mengapa begitu banyak reaksi yang dilontarkan kubu 01 terhadap isi puisi Ketua Presidium Relawan Tagar 2019 Ganti Presiden, Neno Warisman.
• Debat Dengan Kapitra, Haikal Hassan Singgung ada Kubu 03 yang Dimaksud dalam Puisi Neno Warisman
Sedangkan menurutnya, pernyataan Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Moeldoko, yang menyebut perang total lebih dulu yang seharusnya dipertanyakan.
"Pada waktu Pak Moeldoko ngomong perang total, tidak ada tanggapan yang berarti pak dari kubu 02, tapi ketika Mbak Neno ngomong begitu (puisi di Munajat 212) semua berbicara, sampai calon wakil presiden (Ma'ruf Amin) berbicara, sampai ketua partai-partai berbicara, sekarang yang baper siapa?," ujar Haikal di tepuk tangani oleh penonton yang hadir.
Kapitra sempat memotong pertanyaan Haikal.
"Kalau enggak ada tanggapan enggak akan ada tema (ILC) ini," jawab Kapitra.

"Ya justru, enggak ada pak, ketika Pak Moeldoko bilang perang total enggak ada responnya pak, perang total Moeldoko tidak direspon?," ujar Haikal.
Sebelumnya, Haikal menyindir kata perang total yang sebelumnya diucapkan oleh Ketua Harian Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Moeldoko.
"Alangkah baiknya Bang Kapitra itu ngomong ke Pak Moeldoko bukan ke Neno, karena yang pertama kali ngomong perang total itu Pak Moeldoko, dan sedikitpun tidak ada, sama sekali tidak ada kata-kata perang, apalagi perang badar yang diungkapkan Neno," jelas Haikal.
"Jangan pernah menafsirkan hati, Bu Neno itu mengatakan itu doa harian dia, udah lama."
"Kalau ternyata semua ikut-ikutan mengintervensi doa pribadi, sejak kapan negara ikut campur intervensi sebuah doa."
"Semoga bapak (Moeldoko) melihat, perang total yang diucapkan Pak Moeldoko ini yang kita curiga ini maksudnya apa?," tanya Haikal.
Haikal Hassan kemudian menyinggung apakah maksud Moeldoko merupakan perang Barathayuda yang dijelaskan Haikal merupakan perang saudara yang berbahaya.
"Nah, itu perang keluarga yang membuat hancur kedua belah pihak, jangan-jangan sama (yang dimaksud) karena perang total kan tidak ada dalam situasi ini," ujar Haikal.
"Kan definisi perang total adalah memobilisasi seluruh daya, kemampuan, peluru, itu untuk habis-habisan, jadi logika perang total ini untuk, jangan-jangan ini kepanikan tidak ada lagi kata, sehingga dipilihnya kata perang total, nah stuck-nya elektabilitas Pak Jokowi, itu lawan siapa?," tanya Haikal kembali.
• Debat Panas dengan Kapitra Ampera soal Puisi Neno Warisman, Haikal Hassan: Jangan Jadi Baperan

Haikal juga berharap Moeldoko tidak mudah menyebutkan perang kepada sesama anak bangsa.
"Dalam militer itu, sebangsa setanah air, apakah boleh kita mengatakan anak bangsa itu musuh? Tidak. Pak Moeldoko, kami ini anak-anak bapak, jadi semuda apapun orang di sini, setua apapun orang di sini, semoga para pimpinan ABRI menganggap kami ini anak-anakmu, anak didikmu, keponakannmu, cucumu, dibina, bukan diajak perang total." lanjutnya.
"Doa yang diucapkan Mbak Neno, ini ranah pribadi beliau, Neno sedang berpuisi, dan judulnya puisi Munajat bukan sebuah doa, tapi kenapa tiba-tiba jadi baperan, kok tiba-tiba jadi pembela Tuhan semua? Dan Neno sedang berpuisi, bukan menghina adzan, menghina cadar, bukan menghina Surat Al-Maidah, trus kemana mereka yang membela mereka semua, kok tiba-tiba jadi menyudutkan Neno."
"Mbak Neno itu sedang menginspirasi, sedang mengucapkan curhatnya," lanjutnya.
Haikal juga menyebutkan pada statemennya, ia merespon ucapan Ma'ruf Amin yang mengatakan berdasarkan puisi Neno, kubu 02 menganggap 01 sebagai lawan umat Muslim alias kafir.
"Apa yang disampaikan Pak Kyai Ma'ruf saya musti menanggapi, apa iya Pak Kyai 02 itu menganggap 01 itu musuh? Demi Allah tidak ada."
Ia kemudian menjelaskan dengan pemahaman Kapitra Ampera yang sebelumnya menyebut ada maksud Perang Badar (perang yang pernah dilakukan Nabi Muhammad) dalam puisi Neno Warisman.
Haikal mengatakan jika memang ada maksud perang, ia menafsirkan kubu 01 dan 02 berada pada kubu yang sama.
Menurutnya, sebenarnya ada kubu 03 yang seharusnya diperangi.
"Kalaupun itu ditafsirkan,itu yang menafsirkan kubunya Pak Kapitra ya, itu yang namanya Perang Badar, gimana kalau saya bilang kubu 01 dan 02 berada di kubu yang sama dan musuh itu berada pada kubu 03, yang gentayangan, yang jahat terhadap adu domba antara kita," ujar Haikal.
"Bagaimana kalau ditafsirkan seperti itu? Itu lebih indah pak, daripada menuduh, menafsirkan hati orang," usul Haikal menanyakan ke Kapitra.
Ia pun tak menyukai pernyataan Kapitra yang menyebut Neno dalam puisinya mengajak perang.
"Karena yang Pak Kapitra lakukan, menafsirkan doa Neno, padahal yang menghubungkan ente (kamu), yang mengkorelasikan ente juga, antum (Anda) juga yang mengatakan mengkhawatirkan, kiranya enggak elok," ujar Kapitra.
• Debat Dengan Kapitra, Haikal Hassan Singgung ada Kubu 03 yang Dimaksud dalam Puisi Neno Warisman
Ia kembali menegaskan, kubunya dan kubu 02 adalah kubu yang sama-sama mempertahankan NKRI, sedangkan ada 03 yang bermaksud memecah belah.
"Anggap saja kita bersaudara. Kalau pun Perang Badar yang dimaksud itu, anggaplah kita berada pada kubu yang sama, dipihak muslimin, sedangkan kubu 03 yang enggak jelas siapa mereka, yang mengadu domba terus 01 dan 02, yang gentayangan."
"Anggaplah itu doa bersama, doa bersama, untuk orang-orang jahat terhadap NKRI, para koruptor, maling, yang membuat negara kita menjadi berantakan," pungkas Haikal Hassan direspon tepuk tangan penonton.
Tanggapan Ma'ruf Amin
Dikutip dari Tribunnews.com, Ma'ruf Amin menanggap puisi yang dilontarkan Neno Warisman dalam Munajat 212 tak layak dipanjatkan karena kondisi Indonesia tak dalam keadaan perang.
Kiai Maruf menyimpulkan doa Neno mirip dengan doa yang dipanjatkan saat perang Badar.
Ketika itu, umat Muslim bertempur habis-habisan karena kalah jumlah dengan kaum kafir. Ia menilai Piplres berbeda dari perang Badar.
"Pilpres kok disamakan dengan perang badar. Perang badar itu antara Islam dan kafir. Itu perang hidup mati membela agama. Pilpres itu cari pemimpin terbaik. Pilpres tak sama dengan Perang Badar," ucapnya saat menghadiri Istigasah dan Salawat Kubro di Lapangan Dipati Ewangga Windusengkahan, Kuningan, Jawa Barat, Selasa (26/2/2019).
• Respon Pernyataan Jokowi soal Maju Pilgub DKI Tanpa Uang, Haikal Hassan: Prabowo yang Mendanai
Lebih lanjut, Mustasyar PBNU itu menyayangkan Neno yang mengklaim kelompoknya paling Islam.
Sedangkan kelompok Jokowi-Maruf dianggap lawan umat Muslim alias kafir. Hal ini dirasakannya tak etis.
"Mereka menisbahkan kelompok mereka Islam dan kelompok Jokowi-Amin sebagai kafir. Doa itu tak layak dan tidak pantas," tegasnya.
Ia berharap emosi masyarakat tak terpancing akibat doa Neno.
Sebab ia khawatir doa Neno menimbulkan gejolak masyarakat.
"Jangan sampai masyarakat terprovokasi, mudah-mudahan doanya (Neno) tidak mabrur. Kalau sekarang doanya tepat minta Pilpres aman Insya Allah doanya dikabul," tuturnya.
• Viral Puisi Munajat 212 Neno Warisman, Ini Isi Lengkap dan Videonya
Tanggapan Kapitra atas Puisi Neno dalam ILC
Kapitra sebelumnya mengatakan telah menganalisis seluruh isi puisi Neno Warisman.
"Saya membaca seluruh doa atau puisi munajatnya Neno, itu ada 143 kalimat puisinya itu, di kalimat 87 sampai 90, itu mengkhawatirkan, lalu dikalimat 104 dan 105 itu bicara tentang pasukan, lah ini arahnya yang saya bingung," ujar Kapitra.
"Turunnya pernyataan itu, dia itu Nabi Muhammad adalah penutup nabi, kalau Islam dan Rasulullah kalah, maka tidak ada lagi nabi untuk memberi guide (pemandu) kepada umat."
Ia menyebut kata-kata yang dipakai Neno tidak relevan dengan kontestasi politik di Indonesia saat ini.
• Debat Panas dengan Kapitra Ampera soal Puisi Neno Warisman, Haikal Hassan: Jangan Jadi Baperan
"Politik kita diatur dengan kontitusi, penyelenggaranya damai, tidak boleh ada konvorontasi antara anak bangsa, apapun suku dan agamanya, apalagi dua-duanya beragama yang sama."
"Kalau ini dikorelasikan dengan Perang Badar, tidak salah kalau Kyai Ma'ruf Amin ini menyebut (menfasirkan dari puisi Neno), pendukung Jokowi-Ma'ruf ini adalah kelompok Kafir Quraish, tidak salah penafsiran begitu jika dikaitkan dengan doa Rasulullah."
"Tetapi kalau dia (Neno) berdiri sendiri, tidak ada kaitannya dengan doa Rasullulah di Perang Badar, maka yang lebih memprihatinkan lagi, adanya gugatan kepada Allah Ta'ala, 'bahwa tidak ada yang menyembahmu, kami khawatir tidak menang', menang dalam apa? menang dalam apa? menang dalam menundukkan hawa nafsu kah? atau menang dalam kontestasi politik?," ulas Kapitra.
Menurutnya, dalam puisi Neno Warisman jelas terlihat menjerumus kepada kontestasi politik.
Ia juga sempat disanggah pembawa acara ILC, Karni Ilyas bahwa tidak ada kata Perang Badar dalam kalimat puisi Neno.
Kapitra menjawab, hal itu karena dirinya mengkorelasikan dengan analisis yang ia sebutkan sebelumnya.
(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)