Pilpres 2019
BPN Prabowo-Sandi Bahas Kriminalisasi, TKN Jokowi-Ma'ruf Pertanyakan Alasan Ingin Revisi UU ITE
Muhammad Nasir Djamil, wakil BPN menegaskan bahwa adanya dugaan kriminalisasi terjadi lantaran adanya kegelisahan dalam masa pemerintahan Joko Widodo.
Penulis: Laila Zakiyya Khairunnisa
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Dewan Pengarah Direktorat Advokat dan Hukum BPN Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, Muhammad Nasir Djamil, beradu argumen dengan Juru Bicara Tim Kampanya Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Dini Shanti Purwono.
Hal tersebut bermulai saat Nasir menegaskan bahwa adanya dugaan kriminalisasi yang menyeret nama Buni Yani dan Ahmad Dhani.
Menurut Nasir Djamil, hal tersebut terjadi lantaran adanya kegelisahan dalam masa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pernyataan tersebut diungkapkan Nasir saat tengah menjadi narasumber dalam acara Mata Najwa Trans 7 yang bertajuk 'Tancap Gas Jelang Pilpres', Rabu (6/2/2019).
• Budiman Sudjatmiko Sebut Sejumlah Hoaks yang Dibuat Kubu 02, Ini Reaksi BPN Prabowo-Sandi
Lebih lanjut, Nasir mengatakan bahwa ada ketimpangan hukum yang terjadi dalam masa pemerintahan presiden yang sekarang.
"Ada kekhawatiran, ada kegelisahan sebenarnya terkait dengan penegakan hukum semasa pemerintahan Jokowi ini. Jadi, kalau kita lihat misalnya ada orang-orang yang kemudian dekat bahkan bagian dari pendukung daripada paslon 02, itu penegakan hukum begitu cepat dilakukan," kata Nasir.
Dirinya juga mengungkapkan bahwa hukum terkesan begitu cepat saat menyangkut orang-orang yang dipikir pendukung pasangan calon (paslon) presiden 02, Prabowo-Sandi, sedangkan untuk pendukung paslon nomor urut 01, Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin, hurum rasanya berhenti.
"Sehingga orang kemudian bertanya, kok sepertinya hukum di era Jokowi ini terkesan mundur dan dzolim gitu, kesan yang tertangkap gitu," ujar Nasir.
"Nah, ini yang kemudian membuat orang bertanya-tanya. Nah karenanya muncullah istilah kriminalisasi," lanjutnya.
• Putra Mbah Moen Sebut Para Santri Sempat Ingin Beri Fadli Zon Peringatan karena Puisinya

• Reaksi Budiman Sudjatmiko saat Dengar BPN Sebut Justru Donald Trump yang Meniru Prabowo Subianto
Nasir juga mengungkapkan bahwa meskipun Buni Yani dan Ahmad Dhani tertangkap oleh hukum, mereka akan menganggap hal tersebut sebagai sebuah bentuk resiko dari perjuangan yang selama ini mereka lakukan.
"Dan coba kita lihat, Buni Yani itu dengan tegar menerima itu, menerima putusan vonis hakim. Bahkan, dia kemudian mengepalkan tangannya ke atas. Dan bagi Buni Yani, bagi Ahmad Dhani, ini sebuah perjuangan menegakkan kebenaran. Sehingga kemudian dia tidak takut," ujar Nasir.
• Saling Tuding Penyebar Hoaks, Budiman Sudjatmiko Sebut TKN Miliki Daftar Hoaks BPN hingga 50 Halaman
Sementara itu, menurut Juru Bicara Tim Kampanya Nasional (TKN) Jokowi-Ma'ruf Amin, Dini Shanti Purwono, mewanti-wanti bahwa sebaiknya berhati-hati dalam menggunakan istilah kriminalisasi.
Menurut Dini, jika apa yang diperkarakan sudah memiliki bukti-bukti yang utuh, maka kasus tersebut tidak dapat dinyatakan sebagai kriminalisasi.
"Menurut saya kita harus hati-hati menggunakan istilah kriminalisasi ya. Bedakan kriminalisasi dan penegakan hukum. Karena kita di sini mungkin yang sarjana hukum mengerti ya, bahwa yang namanya hukum pidana itu adalah hukum yang ketat. Jadi setiap unsur pidana yang ada dalam pasal pidana yang dituduhkan emang harus terpenuhi semuanya," ujar Dini.
"Jadi kalau memang itu sudah terpenuhi, itu bukan kriminalisasi," tegas Dini.

• Bicarakan soal Konsultan Asing, TKN Jokowi-Maruf Irma Suryani Justru Marahi Kubunya Sendiri
Lebih lanjut, Dini kemudian bertanya kepada Nasir yang berasal dari Partai Keadilan Sosial (PKS), terkait alasan pihaknya meminta UU ITE yang menjerat Buni Yani dan Ahmad Dhani direvisi.
"Tapi yang kami tanyakan adalah motivasi dan timing-nya. Apakah ini betul-betul untuk menghilangkan pasal karet, untuk memberikan kepastian perlindungan hukum lebih memadai, atau hanya sekadar jualan politik?," tanya Dini kepada Nasir.
"Hanya karena teman-teman politiknya kena, terjerat Undang-undang ITE, baru ribut sekarang. Karena, kalau memang murni teman-teman dari sebelah sana itu (BPN) ingin merevisi undang-undang ini, menghilangkan pasal karet, kenapa tidak menggunakan momentum pada saat undang-undang itu direvisi tahun 2016?," ucap Dini.
Dini juga menyinggung pernyataan pihak PKS pada 2016 lalu yang setuju dengan UU ITE yang telah direvisi.
• Omongannya Terus Dipotong TKN Jokowi, Andre Rosiade: Beri Saya Kesempatan, Jangan Otoriter
"Dan fraksi PKS sendiri waktu itu sempat mengatakan, 'Undang-undang ITE sekarang lebih manusiawi ya. Dari tadi hukuman maksimal 1 M, sudah turun menjadi 750 juta. Dari hukuman 6 tahun sekarang 4 tahun. Kami rasa ini sudah manusiawi'," ungkapnya.
"Sekarang di 2018-2019 pada saat terjadi fenomena tim kubu 02 terjerat Undang-undang ITE ribut, ini pasal karet dan sebagainya," lanjut Dini.
"Sebenarnya kami ingin mempertanyakan motivasi karena timing-nya ini tuh sangat kebetulan sekali," ucap Dini heran.
• BPN Sebut Pernyataan Propaganda Rusia Jokowi Bisa Rusak Hubungan Diplomatik dengan Amerika
Mendengar tudingan Dini tersebut, Irma Suryani dan Budiman Sudjatmiko yang tampak duduk di sebelah wanita itu tampak menahan tawanya sambil menggelengkan kepala.
Penonton yang hadir pun terdengar bertepuk tangan.

(TribunWow.com/Laila Zakiyya)