Kondisi setelah tsunami Selat Sunda menerjang, Senin (24/12/2018)
TRIBUNWOW.COM - Jumlah korban dari terjangan tsunami di Banten dan Lampung Selatan terus bertambah.
Dilansir TribunWow.com dari TribunLampung, Kepala Pusat Data dan Humas Badan Nasional Penangulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan per Rabu (26/12/2018) pukul 13.00 WIB, data korban meninggal bertambah menjadi 430 orang.
"Update H+4, pada hari ini, Rabu 26 Desember 2018, tercatat total 430 korban meninggal," ujar Sutopo saat konferensi pers di Graha BNPB, Jakarta Timur, Rabu (26/12/2018).
Korban meninggal paling banyak tercatat di Kabupaten Pandeglang yaitu 290 korban.
Lalu di Kabupaten Lampung Selatan, Lampung, tercatat 113 korban jiwa.
Sedangkan, di Kabupaten Serang, Banten, tercatat ada 25 korban meninggal dunia.
Sutopo mengatakan, jumlah korban tersebut menurun sejak kemarin.
Hal itu disebabkan ada data korban yang tercatat dua kali.
"Untuk Serang jumlah korban kalau kemarin 29, kalau hari ini 25, beda 4 orang ternyata dobel karena antara Serang dan Pandeglang, yaitu di Kecamatan Sinangka dan Carita berbatasan. Jadi ada korban yang didata di Serang, ada juga yang di Pandeglang," imbuh Sutopo.
Telah empat hari sejak tsunami berlangsung, berikut kondisi pengungsi di sejumlah daerah yang TribunWow.com rangkum:
1. Trauma, Pilih Tinggal di Ruko
Dikutip TribunWow.com dari TribunJakarta, banyak dari pengungsi di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten yang terpaksa mengungsi di pelantaran rumah toko setelah tsunami menerjang.
Satu di antara ratusan pengusngsi yakni Samirah (58), warga Kecamatan Labuan yang rumahnya di bibir pantai.
Ia menuturkan takut kembali ke rumahnya lantaran ada kabar air laut yang pasang.
"Masih takut balik ke rumah. Apa lagi kemarin banyak kabar air pasang. Rela-relain aja di sini," ujar Samriah di Posko Krakatau, Rabu (26/12/2018).
Ia sempat menceritakan kengerian saat tsunami melanda.
"Ada ombak gede, semua lari pada ke mana-mana. Pada teriak tolong. Cucu gak dibawa. Sampe siang baru balik lagi bawa cucu," ucap Samriah.
Selain, Samirah, ada Yandi yang tidur rela beralaskan tikar tipis dan sarung yang telah digunakan selama ia mengungsi.
"Di sini pengungsi perlu tempat tidur dan selimut. Kalau makan mah insha Allah aman walau seadanya juga," tutur dia.
Ia mengatakan sempat kembali ke rumahnya namun masih terdapat genangan air sekira 50 centimeter di dalam rumah ya.
Menurut dia, beberapa teman dan tetangganya pun juga ditemukan meninggal dunia, karena saat kejadian berada di dalam rumah.
Sedangkan posko pengungsian telah sesak penuh olah warga yang didominasi anak-anak dan perempuan.
Sebagian pengungsi yang rela tidur di pelataran rumah toko di Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Rabu (26/12/2018). (TRIBUNJAKARTA.COM/EGA ALFREDA)
2. Pengungsi Alami Hipertensi dan Maag Akut
Hal ini disampaikan Letnan Satu Laut Dr Syahrul Dian dari Batalyon Kesehatan 1 Marinir.
"Kebanyakan pasien itu mengalami hipertensi dan sakit maag akut. Sekarang ada beberapa pasien sudah kita pulangkan," ujar Syahrul di pos kesehatan, Kabupaten Pandeglang, Rabu (26/12/2018).
Berdasarkan data pos kesehatan yang didirikan TNI Angkatan Laut di posko pengungsian, hampir 75 persen pasien yang datang mengalami gangguan tersebut.
Rata-rata pasien yang mengalami hipertensi lantaran riwayat penyakit karena telah lansia.
Sedangkan anak-anak mengalami batuk dan flu.
"Anak-anak rata-rata mengalami gangguan batuk dan flu. Kemungkinan disebabkan karena kondisi di pengungsian yang seadanya," kata Syahrul.
Ia dan jajarannya mengantisipasi dua pekan setelah bencana sebab akan ada banyak penyakit yang mengikuti.
Seperti diare, penyakit kulit, batuk, dan influenza akut.
"Kita sudah antisipasi membawa stok obat yang memadai. Kita di sini 15 hari untuk evakuasi. Setelah itu untuk rehabilitasi dan rekinsturksi," kata Syahrul.
Dikutip dari TribunLampung, ratusan warga di pesisir Kecamatan Rajabasa, khususnya di Desa Way Muli Timur, Way Muli Induk, dan Kunjir, tinggal bersama-sama di atas kaki Gunung Rajabasa yang memiliki ketinggian sekitar 300 meter dari pinggir pantai.
Mereka memilih tinggal di atas kaki gunung lantaran khawatir adanya tsunami susulan.
Mereka harus menahan dingin dan gigitan nyamuk.
Seroang pengungsi, Marsiti menuturkan ia dan pengungsi lainnya turun mengambil makan saat siang hari.
“Kalau siang, kita turun mengambil bahan makanan dan kebutuhan lainnya. Tapi kalau malam kita kembali ke tenda pengungsian,” kata Marsiti, warga yang mengungsi bersama suami dan anaknya, Selasa, (25/12/2018).
Pada tenda yang berukuran sekitar 4x4 meter persegi, ia dan kerabatnya sekitar 20 orang harus tidur bersama.
“Ini kita satu keluarga besar. Ada 20 orang yang tinggal di tenda berbarengan,” terang Imin, warga lainnya.
Kondisi tenda pengungsi di Desa Way Muli, Rajabasa, Selasa, 25 Desember 2018. (Tribun Lampung/Dedi Sutomo)
Perihal makanan, ia menuturkan tercukupi karena selalu disuplai tim tanggap darurat.
Ia berharap ada bantuan tenda yang lebih baik untuk mengungsi.
“Memang ada tenda di bawah didirikan untuk mengungsi. Tapi, kan kita masih khawatir sewaktu-waktu gelombang tsunami bisa kembali terjadi,” tandas Imin.
4. Seusai Tsunami, Banjir Menerjang
Dirilis dari informasi Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sutopo Purwo Nugroho, banjir di beberapa titik Pandeglang.
Sutopo membagikan video yang memperlihatkan keadaan beberapa titik di Labuan Pandeglang mengalami banjir, melalui akun Twitter @Sutopo_PN pada Rabu (26/12/2018).
Banjir tersebut disebabkan oleh meluapnya air sungai karena hujan lebat.
"Hujan lebat menyebabkan sungai meluap dan menimbulkan banjir di beberapa titik di Labuan Pandeglang Banten.
Kondisi ini menyebabkan gangguan dalam proses evakuasi dan penanganan pengungsi," tulis Sutopo.
Dalam video tersebut terlihat air sudah menggenangi seluruh jalan.
Air yang tergenang tampak setinggi lutut orang dewasa.
Link Berdonasi
Dikutip dari Kompas.com, Direktur Jenderal Perhubungan Laut, R Agus H Purnomo mengatakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyiapkan kapal-kapal negara untuk membantu menyalurkan bantuan kemanusiaan.
Adapun kapal negara yang sudah siap di Dermaga Indah Kiat Pulp and Paper adalah KNP Clurit 203, KNP Golok P.206, KN Edam, KNP Jembio P.215 dan yang sedang menuju Banten adalah kapal patroli KPLP KNP. Trisula P 111.
"Kami menyiapkan dan mengerahkan kapal-kapal negara yaitu kapal patroli KPLP dari pangkalan Penjagaan Laut dan Pantai (PLP), Kapal negara Kenavigasian dan Kapal patroli Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP)," ujar Agus.
Lanjutnya, Agus menuturkan posko Kemenhub Peduli sudah disiapkan di Kantor KSOP Kelas I Banten, PT ASDP Indonesia cabang Merak Banten dan Posko Ditjen Hubla Peduli di Dermaga PT Indah Kiat Pulp and Paper Banten.
"Kami akan membantu menyalurkan bantuan dari instansi dan masyarakat yang ingin berpartisipasi untuk misi kemanusiaan ini. Bantuan akan dipusatkan di ketiga Posko tersebut dan akan disalurkan ke wilayah yang membutuhkan dengan menggunakan kapal negara yang telah kami siapkan," kata Agus.
Adapun masyarakat yang ingin berpartisipasi untuk memberikan bantuan kemanusiaan tersebut dapat menghubungi petugas Posko Kementerian Perhubungan dengan contact person:
Capt. Joshua: 081284922218,
Made Suartama: 087875050537,
Asnawi: 08127307191,
Sujarwo: 08129663613,
Wayan Bayu: 082123157848,
Prima : 081314018997.
Untuk contact person di Labuan dapat menghubungi:
Nur: 081219994199.
Endang/087771461404.
Keadaan pasca terjangan tsunami Selat Sunda (Rilis Tribun Wow)(TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)