Terkini Daerah
Sri Sultan Minta Maaf soal Pemotongan Nisan Salib di Yogya yang Viral, Ini Klarifikasi Lengkapnya
Foto kayu nisan berbentuk salib yang terpotong bagian atasnya hingga hanya berbentuk "T" di Yogyakarta viral. Sri Sultan minta maaf.
Editor: Lailatun Niqmah
"Kesepakatan juga dituangkan dalam suatu pernyataan walaupun pernyataan itu baru dituangkan secara resmi sekarang (tanggal 18 Desember), tetapi kemarin itu sudah ada pernyataan secara lisan," ungkapnya.
Foto surat pernyataan atas nama Maria Sutris Winarni, istri almarhum Slamet, beredar sehari setelah Slamet meninggal dan dimakamkan.
Surat pernyataan itu ditandatangani sang istri di atas materai.
Terdapat pula tanda tangan Bedjo mewakili tokoh masyarakat, Soleh Rahmad Hidayat sebagai Ketua RT 53 dan Riyadi sebagai Ketua RW 13.
"Menyatakan bahwa pemotongan papan nama Albertus Slamet Sugiardi yang ada di makam Jambon untuk menghilangkan simbol Kristiani atas saran dari pengurus makam, tokoh masyakarat dan pengurus kampung, saya dapat menerima dengan ikhlas hati dan tidak ada permasalahan lagi.
Demikian surat pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya atas kesadaran dan kesepakatan kami bersama dan apabila terjadi hal di luar kesepakatan ini adalah bukan kehendak kami dan di luar tanggung jawab kami," demikian bunyi isi surat tersebut.
Pihak keluarga, saat dikonfirmasi, memilih tidak berkomentar.
Pada Selasa pagi, rumah keluarga almarhum Slamet dalam keadaan sepi dan tertutup.
Sebelumnya, saat sejumlah awak media berupaya mendapatkan konfirmasi, anak dan istri almarhum Slamet enggan berkomentar dan menganggap persoalan ini sudah selesai.
Penelusuran Kevikepan
Pasca-munculnya kabar kejadian ini, Komisi Keadilan, Perdamaian dan Keutuhan Ciptaan Kevikepan Daerah Istimewa Yogyakarta, merilis keterangan tertulis pada 19 Desember 2018.
Kevikepan adalah lembaga yang menjadi pusat koordinasi sejumlah paroki di suatu wilayah.
Keterangan tertulis yang ditandatangani oleh Ketua KKPKC Kevikepan DIY Ag. Sumaryoto ini memuat hasil penelusuran Kevikepan terhadap keterangan dari keluarga korban, pengumpulan data, koordinasi dengan tokoh - tokoh umat paroki Pringgolayan, dan pertemuan dengan berbagai pihak, mulai dari tokoh lintas iman di FPUB, Kapolsek, hingga Danramil hingga pertemuan dengan tim pencari fakta FPUB DIY/Tim Kanwil Depag.
Dalam keterangan ini, Kevikepan menyebutkan bahwa status makam saat terjadi pemakaman merupakan makam umum. Selain itu, dibenarkan bahwa interaksi warga dengan keluarga selama ini memang sangat baik.
"Tetapi ada sekelompok orang pendatang dengan dukungan luar yang memberi tekanan fisik dan psikis secara langsung maupun tidak langsung melalui sebagian warga," demikian bunyi pernyataan tersebut.