OJK Paparkan Dampak Pemilu 2019 terhadap Ekonomi Indonesia, dari Sisi Positif dan Negatif
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan bahwa pesta politik yang akan diselenggarakan di 2019 akan memunculkan berbagai risiko.
Penulis: Nirmala Kurnianingrum
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan paparan terbarunya melalui Outlook Ekonomi dan Politik 2018, serta Dampak Pemilu 2019 di Batam, pada Desember 2018.
OJK menyampaikan, bahwa pesta politik yang akan diselenggarakan di Tahun 2019 akan memunculkan berbagai risiko.
OJK memandang, pelaksanaan Pemilihan Umum (Pemilu) serentak tahun 2019 akan memunculkan sentimen negatif seperti jika terjadi kampanye hitam, akan ada aturan yang tidak konsisten seperti kebijakan populis jelang Pemilu, dan akan ada aturan-aturan yang bergeser.
• Di Tengah Tantangan Global, OJK Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tahun 2018 Capai 5,2%
Aturan-aturan yang bergeser tersebut yakni, review proyek infrastruktur yang berpotensi meningkatkan risiko kredit, review proyek-proyek yang bekerja sama dengan negara tertentu dan perubahan kebijakan subsidi, pajak, dan lainnya.
Namun, Pemilu 2019 juga bisa memunculkan dampak positif seperti adanya potensi peningkatan kredit, mendorong capital inflow, dan akan mempengaruhi pada nilai tukar rupiah.
OJK menerangkan secara historis, pelaksanaan Pemilu selalu diikuti oleh perbaikan (penguatan) nilai tukar rupiah jangka pendek, kecuali pada 2009 di mana terjadi capital inflow kepada negara-negara berkembang pasca global financial crisis.

Sementara itu, tahun politik diperkirakan relatif tidak berdampak signifikan pada kinerja perbankan.
OJK berpendapat bahwa pertumbuhan kredit yang melambat dan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) cenderung stagnan di tahun politik sebelumnya (2014).
• Jelang Pemilu 2019, Inilah Kondisi Fundamental Indonesia hingga Tantangan Global dan Domestik


• Sebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tidak Bisa Tumbuh Pesat, Rizal Ramli Beberkan Alasannya
OJK menambahkan hal tersebut terjadi akibat pertumbuhan ekonomi global yang melambat, turunnya harga komoditas, normalisasi kebijakan moneter Amerika Serikat (AS) dan turunnya pertumbuhan ekonomi China.
Sejak awal tahun 2018 hingga Oktober 2018, pertumbuhan kredit terus meningkat sementara pertumbuhan DPK cenderung melambat.
Kondisi ini akan mengakibatkan pengetatan likuiditas, terutama saat menghadapi tahun politik (2019) yang cenderung akan mendorong pertumbuhan kredit (khususnya kredit konsumsi dan modal kerja).(TribunWow.com/ Nirmala)