Kabar Tokoh
Ungkap Alasan Tak Lagi Dukung Jokowi, Ferdinand Hutahaean: Tidak Ada Harapan Lagi di Sana
Ferdinand Hutahaean mengungkapkan alasan ia beralih dari mendukung Calon Presiden (capres) nomor urut 01 Joko Widodo kepada capres Prabowo.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Maria Novena Cahyaning Tyas
"Masih ada pernyataan saya memprotes itu, karena Jokowi tunduk kepada pemodal untuk menyusun kabinet itu," lanjut Ferdinand.
Dikesempatan yang sama, Ferdinand juga sempat membahas kinerja Jokowi mengenai pemberantasan korupsi.
Skor indeks persepsi korupsi pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang meningkat, namun di pemerintahan Jokowi tidak memiliki peningkatan.
Dari indeks skor indeks persepsi korupsi 2004 sebesar 19 persen menjadi 34, di pemerintahan Jokowi selama tiga tahun di angka 37.
• Bahas Keberhasilan Pemimpin, Ferdinand Tertawakan Dedi Mulyadi: Agak Menghiperbola Jokowi
Indeks skor persepsi korupsi merupakan keberhasilan dan keseriusan Lembaga anti korupsi (KPK) dalam memberantas tindak korupsi.
"Yang pertama, indeks persepsi korupsi kita pada tahun 2004, saat pemerintahan berpindah ke SBY kita ada di 19. Begitu pak SBY meninggalkan pemerintahan, 2014, indeks persepsi kita ada di 34, sekarang hanya ada di 37 stagnan 3 tahun."
Kapitra menyindir pernyataan Ferdinand dengan mengatakan, Ferdinand membenci Jokowi karena tak diberi jabatan.
Ferdinand kembali menuturkan, jika kelompok Jokowi berkelit saat disinggung masalah data.
Data yang dikemukakan Ferdinand kemudian dibenarkan oleh Najwa Shihab bahwa skor indeks persepsi korupsi Indonesia memang kini berada di angka 37.
Berseberangan dengan Ferdinand, Dedy Mulyadi yang dahulu merupakan tim kampanye Prabowo Subianto pada Pilpres 2014, berpindah haluan menjadi tim kampanye Jokowi untuk Pilpres 2019.
• Polisi akan Panggil Artis Endorse Kosmetik Ilegal VV, NK dan NR, Ini Kisaran Harga Sekali Endorse

Dedy menuturkan ia berpindah dukungan lantaran telah melihat hasil kinerja Jokowi.
"Di mana desa saat ini mendapat dana yang cukup relatif besar, bagaimana orang miskin mendapat beras premium dalam setiap bulan, bagaimana mereka mendapat biaya sekolah lima ratus ribu sebulan," jelasnya.
Ia juga menuturkan memilih Jokowi untuk wujud realistis mendorong kesinambungan.
"Ini kan orientasi yang tidak didapatkan sebelumnya, kalau sudah seperti ini, maka kita harus secara realistis mendorong agar ada kesinambungan kedepan dan tidak terpotong di tengah jalan, " terangnya.
"Kalau sudah dirasa enak ngapain harus diganti," lanjut Dedy.