Kabar Tokoh
Soal Survey 41 Masjid Terpapar Radikalisme di ILC, Begini Ragam Tanggapan Narasumber yang Hadir
Terkait Survey P3M yang menyebutkan 41 masjid terpapar radikalisme, Simak potret tanggapan narasumber yang beragam
Penulis: Nila Irdayatun Naziha
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNWOW.COM - Narasumber yang hadir dalam acara Indonesia Lawyer Club (ILC), Selasa (27/11/2018) memberikan tanggapan yang berbeda-beda terkait survey yang dikeluarkan oleh Perhimpunan Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M).
Berikut TribunWow.com rangkum tanggapan narasumber terkait survey dari P3M tersebut :
1. Jusuf Kalla : Itu Studi yang Memprihantinkan
Wakil Presiden RI, Jusuf Kalla mengungkapkan jika survey tersebut benar adanya, merupakan suatu hal yang berbahaya.
"Kalau membaca secara sederhana, ini studi yang sangat memprihatinkan. Kalau orang menyimpulkan sederhana, dia bisa mengatakan 41 masjid pemerintah radikal. Wah itu bahaya. Masjid pemerintah saja radikal apalagi di tempat lain," ujar Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla kemudian menjelaskan bahwa survey tersebut belum matang dan perlu dikaji kembali.
• Terkait Survey P3M yang Menyatakan 41 Masjid Terpapar Radikalisme, Guntur Romli Singgung Survey Lain
"Jadi cara studinya mungkin kaidah-kaidahnya studinya perlu ditelaah kembali. tidak seperti itu. karena, apalagi saya mendengar tadi ada radikal yang ringan, berat, pertama kali saya dengar istilah-istilah itu."
"Ya kalau radikal ya radikal, enggak ada ringan bertanya."
"Kemudian saya ingin jelaskan, kita harus hati-hati, jangan-jangan khotibnya mengerti, dalam rangka amar ma'ruf nahi mungkar di tulis radikal. Jangan disamakan pula, ini sama dengan survei pemilu. Dengan seribu orang mengatasnamakan sejuta orang."
Jusuf Kalla lantas menegaskan bahwa tidak bisa digunakan kajian 100 masjid dalam survey yang kemudian mengatasnamakan semua masjid yang ada.
"Kalau seratus masjid bisa mengatasnamakan semua mesjid, ini sangat prihatin."
"Tentu soal radikal, ya dalam konteks apa? mudah-mudahan ini hanya diskusi saja. pertama kali itu saya dengar kata terpapar (radikalisme)," ujar Jusuf Kalla.
Jusuf Kalla juga menyoroti pengambilan sampel yang digunakan oleh P3M terkait penceramah yang ada di masjid.
"Supaya diketahui, bahwa masjid itu, ada 34 ceramah perbulan. Karena umumnya masjid itu, habis dhuhur, ada kultum atau ceramah, Jumat tentu ada, jadi banyak sekali bukan hanya 4 kali saja sebulan."
"Masjid itu tidak radikal, yang dianggap berbicara keras itu diundang dari luar, bukan khatibnya masjid situ. Karena itulah maka, kalau anda buka data, lengkap siapa khatib yang mengisi."
Jusuf Kalla menuturkan ia telah membaca hasil survei dan mengaku tidak paham mengapa kantor masjid di kantor Menko menjadi masjid yang paling di katakan radikal.
"Jangan kita salah pengertian, dan itu berbahaya sekali, dan saya baca laporannya, yang radikal berat, justru kantor Menko, justru ingin membina bangsa ternyata radikal."
"Waduh, hati-hatilah membuat studi seperti itu. berbahaya untuk kita pahami." terang Jusuf Kalla.
• Di Balik Layar ILC, Sudjiwo Tejo dan Ali Ngabalin Perdebatkan Masalah Empek-Empek

2. Eggi Sudjana : Penelitiannya Ngawurisme
Dewan penasihat Persaudaraan Alumni (PA) 212, Eggi Sudjana juga memberikan tanggapannya terkait servey tersebut.
Menurut Eggi, studi yang dilakukan P3M itu tidak melewati objektivitas dan proses yang sistematis.
"Yang pertama objektivitas, yang kedua sistematis. yang ketiga toleran. Objektif dimaknai dengan tidak melihat lawannya subjektif. Sistematis kita tahu tahapannya tidak loncat-loncat."
"Kemudian kalau sudah objektif dan sistematis diterima dan dimaknai dengan kajian yang benar, kita harus mengakui dan toleran menerima karena itulah kebenaran," ujar Eggi.
Eggi mengatakan dasar yang disampaikan Agus telah salah mengenai pemahaman radikal.
"Dalam perspektif studi ini, saya melihat Agus Muhammad ini penelitiannya ngawur, Jadi kalau mau disebut mustinya ngawurisme. Bukan radikalisme."
"Karena beberapa indikasi yang disebutkan tadi, bahkan indikasi radikalisme tadi adalah satu ajaran atau gagasan yang untuk dilaksanakan mengabaikan dua hal satu konstitusi dan menolak kelompok lain."
"Karena pemahaman radikalisme itu didasari akar, radikal itu akar, dasar kepada ajarannya itu menjadi prinsip untuk ditaati. Jadi tidak ada kata negatif untuk radikal. Tapi kok kita secara intelektual ketakutan disebut radikal. Itu tandanya ngawur." terang Eggi.
• Potong Omongan Eggi Sudjana di ILC, Ali Ngabalin Ditegur Karni Ilyas: Jangan Urusan Itu

3. Ustaz Haikal Hassan : Studi Belum Matang
Ustaz Haikal Hassan menuturkan studi tersebut belum matang dan seharusnya jangan disampaikan ke publik.
"Masalahnya belum mateng, kenapa dijual, dikasihkan ke BIN. Disampaikan ke publik untuk digoreng, bukan riset yang ilmiah, bahkan saya lihat masjid B di sebuah lembaga, ini yang bapak email (data) ke saya. Sikap penceramah detik ke 5, sudah menyindir agama lain, kan baru Assalamualaikum. Ini bagaimana ya?" tanya Ustaz Haikal Hasan.
"Dan ini dipaparkan dalam forum intelek ILC dan ternyata ini membuat kita terbuka bahwa pemahamam radikal, selama ini kita salah sama-sama," ujar Ustaz Haikal.
Ustaz Haikal kemudian mempertanyakan indikasi yang digunakan dalam analisis hasil temuan tersebut.
"Saya baru dengar ada penelitian yang mengatakan ikhlas atau tidak ikhlas. ikhlas itu ukurannya apaan? terus (dalam hasil penelitian) ada yang berkata pancasila harus diganti, itu siapa? itu musuh kita bersama."
"Karena itu saya mengusulkan, biasanya ILC bang Karni dibagi dua kubu, ribut berdebat, tapi untuk ILC kali ini cakep pak, satu kubu semua,".
Menurut Ustaz Haikal, jika memang ada yang memusuhi Pancasila hingga NKRI, itu merupakan musuh bersama.
"Demi Indonesia enggak usah lebay, kalau ada yang tidak sepakat dengan Pancasila, itu musuh kita bersama. Kalau ada yang macam-macam sama NKRI, Bhineka tunggal ika, UUD 45, itu musuh bersama."
"Terima kasih bang Karni, mengangkat topik ini, membuat mata kita terbuka lebar, lagi-lagi serangan terhadap islam, lagi-lagi tidak kena, apalagi digulirkan jelang 212. Terimakasih" ucap Ustaz Haikal.
• Di ILC, Sudjiwo Tedjo Beri Sindiran untuk Timnas dan Wartawan yang Disambut Tepuk Tangan

4. Guntur Romli : Bukan Survey yang Mengejutkan
Politisi Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Guntur Romli menyebutkan bahwa hasil survey yang dilakukan oleh P3M bukan suatu hal yang mengejutkan.
Guntur Romli mengungkapkan bahwa beberapa survey lain juga menyebutkan bahwa ada indikasi Indonesia menganut paham radikalisme.
Guntur lantas memberikan hasil kajiannya yang bersumber dari hasil beberapa lembaga survey lain, di luar P3M.
"Dapat disimpulkan, ada persoalan yang darurat, radikalisme di negeri ini" ungkap Guntur.
"Pertama adalah survey dari Alfara Research, dari 1800 responden mahasiswa di 25 Universitas, 23 persen menyatakan siap menjalankan atau menegakkan khilafah, 17 persen setuju dengan khilafah, 23 persen mendukung ISIS," jelas Guntur.
"Kemudian survey dari Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat Syarif Hidayatullah Jakarta, dari responden 1522 siswa, dan 377 mahasiswa di 34 provinsi, temuannya 58 persen berpaham radikal, kemudian 37 setuju dengan jihad terhadap non muslim, kemudian semuanya menerima informasi itu melalui internet," tambahnya.
"Kemudian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang juga melakukan beberapa survey berkali-kali dan ini yang ditanggal 30 Oktober 2018, dengan responden 1800 mahasiswa di 9 provinsi bahwa ada peningkatan intoleransi di negeri ini," jelas Guntur.
Menurut penuturan Guntur, beberapa lembaga survey, membedakan antara Intoleransi dengan Radikalisme.
"Intoleransi itu sikap tidak terima dengan kelompok yang lain, dengan kata lain tidak mau toleransi, sedangkan Radikal itu sudah mendukung kelompok-kelompok seperti khilafah, seperti ISIS, atau terlibat dalam kegiatan kekerasan seperti Jihad dalam arti kekerasan," jelasnya.
"Di situ dapat disimpulkan, ada persoalan serius terhadap radikalisme di negeri ini," terang Guntur.
• Ekspresi Tengku Zulkarnain saat Dibilang Radikal Menengah oleh Ketua P3M Agus Muhammad di ILC
"Kemudian hasil survey ini yang lebih penting kita perlu membaca semuanya berasal dari lembaga independen, jadi jangan sampai di framming ini merupakan kerjaan pemerintah, apalagi BIN atau Kemenag dianggap mengawasi masjid-masjid, karena ini adalah survey dari lembaga independen, jadi jangan kemudian memakai framming, negraa ketakutan jadi kemudian melakukan pengawasan terhadap masjid-masjid, itu tidak benar," jelasnya.
"Oleh karena itu kita melihat, da dua persoalan di bangsa ini bang, pertama masalah intoleransi dan yang kedua adalah masalah korupsi, dan kedua masalah ini bergelindan dalam soal politisasi agama," terangnya.
Kemudian Guntur juga menjelaskan, alasan mengapa wacana radikalisme semakin lama semakin menguat dan mengapa seseorang bisa menjadi radikal.
Menurut penelitian dari Wahid Foundation, bahwa seseorang yang ingin menjadi radikal karena ia merasa terancam.
Yang kedua lantaran ia banyak mengkonsumsi pesan-pesan kebencian.
Pesan-pesan kebencian tersebut datang dari media sosial atau khutbah-khutbah.
Dan yang ketiga adalah pemahaman yang salah terhadap jihad, bahwa jihad hanya kekerasan dan merupakan tindakan kekerasan bagi agama yang lain.
Hal tersebut merupakan pemahaman yang keliru terhadap jihad.
• Debat Sudjiwo Tedjo dan Ali Ngabalin di Belakang Layar ILC Jadi Sorotan, Haikal Hasan sampai Datang

4. Tengku Zulkarnain : Penelitian Abal-Abal ini
Tengku Zulkarnain mengungkapkan bahwa dirinya tidak pernah menolak Pancasila.
Hal tersebut diungkapkan berdasarkan lima point yang diungkapkan oleh Ketua P3M Agus Muhammad yang menyebutkan bahwa salah satu indikasi radikal yakni sikap nya terhadap konstitusi nasional.
Lantas dirinya memberikan penjelasan lebih lanjut terkait pernyataannya tersebut.
"Saya pegawai negeri 30 tahun, dosen di Universitas Sumatera Utara, pensiun dengan baik, dibayar gajinya setiap bulan Rp4,2 juta, saya lulus penataran 120 jam dan saya bisa menatar tingkat manggala. Kurang apa diragukan kepancasilaan saya?, " ucapnya.
Tengku juga mengungkapkan bahwa dirinya merupakan Wakil Sekjen MUI yang dipilih di Munas, sedangkan dirinya bukan perwakilan dari NU maupun Muhammadiyah.
"Saya Pancasilais lho pak, aturan Undang-Undang itu yang saya lakukan" ucap Tengku Zulkarnain.
Tengku Zulkarnain lantas menyebut hasil penelitian Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M) adalah abal-abal.
Tengku Zulkarnain bahkan menyindir Badan Intelejen Negara (BIN) yang percaya dengan penelitian tersebut.
"Penelitian ini saya katakan abal-abal,".
"Enggak kelas lah, 100 masjid diawasi cuma 4 kali khutbah. Setahun 1 masjid itu 52 kali khutbah,".
"Dan satu masjid di Jakarta ini umumnya hanya 1-2 kali khutbah dalam setahun, kalau 4 kali khutbah, saya enggak akan masuk itu (sambil menunjuk ke perwakilan P3M), atau mungkin masuk diawasi dari 52 khutbah," ungkap Tengku Zulkarnain.
"Ternyata kan tidak semua BUMN coret, saya di masjid BUMN belum dicoret, sudah 19 tahun," jawab Tengku Zulkarnain.
"Tapi begitu direksi Garuda Indonesia berubah bulan lalu saya dicoret,".
"Ini mungkin gara-gara penelitian abal-abal ini," imbuhnya disambut tepuk tangan penonton dan tawa dari Ketua DP P3M Agus Muhammad.
• Perdebatan Sudjiwo Tedjo dan Ali Ngabalin di Belakang Panggung ILC soal Makanan

Pernyataan Ketua P3M
Ketua DP P3M Agus Muhammad, menuturkan ada 5 hal kriteria menentukan masjid teridentifikasi radikal atau tidak.
"Pertama adalah sikap terhadap konstitusi nasional, NKRI, Pancasila, UUD 45, kemudian Bhineka Tunggal Ika."
"Kedua, sikap terhadap pemimpin non muslim, karena kita sebagai negara yang sudah menyepakati, maka semua orang punya hak yang sama untuk menjadi pemimpin."
"Kita ingin tahu sikap mereka terhadap agama yang lain, Yang keempat, kita ingin tahu sikap mereka terhadap kelompok minoritas, suku, adat, ya secara umum jumlah itu sangat minoritas."
"Yang terakhir sikap mereka terhadap pemimpin perempuan seperti apa. Nah jika sikap mereka negatif, kita menganggap mereka sebagai radikal. Kalau semakin negatif sikapnya kita melihat itu semakin tinggi."
(TribunWow.com/Nila Irdayatun Naziha)