Kasus Korupsi
Mahfud MD Komentari Pimpinan DPR yang Korupsi, Sudjiwo Tedjo Bandingkan dengan Etika Pemimpin Daerah
Budayawan Sudjiwo Tedjo turut berkomentar pada kicauan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD soal pimpinan DPR yang korupsi.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Budayawan Sudjiwo Tedjo turut berkomentar pada kicauan Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD.
Hal ini diungkapkan Sudjiwo Tedjo melalui Twitter miliknya, @sudjiwotedjo, pada Kamis (1/11/2018).
Mulanya, Mahfud MD mengatakan bahwa dalam segi hukum, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tidak memiliki kewajiban untuk mundur dari jabatannya jika menjadi tersangka korupsi.
Namun, secara moral dan etika, akan menjadi tidak pantas jika tersangka korupsi menjadi pimpinan DPR.
"Secara hukum tak ada kewajiban bagi Pimpinan DPR utk mundur dari jabatanya jika jd TSK (tersangka) korupsi.
Tapi scr moral tdk pantas jika lembaga negara dipimpin oleh TSK korupsi.
Hukum itu bersumber dari moral dan etik shg ada yg bilang moral dan etik lbh tinggi daripada hukum. Pilih yg mana?," kicau Mahfud MD.
• Menhub: Soal Pembentukan Majelis Profesi Penerbang, Itu PR Kita untuk Melakukan Tindak Lanjut
Mengomentari kicauan dari Mahfud MD, Sudjiwo Tedjo memberikan perbandingan secara etika bagi pada pemimpin daerah yang menyatakan dukungan untuk calon presiden (capres).
Karena, secara hukum, kepala daerah tidak salah untuk memproklamirkan dukungannya.
Namun, ia menanyakan pada Mahfud secara etika apakah dukungan itu dibenarkan.
"Secara hukum tak salah pemimpin daerah proklamirkan dukungannya ke capres tertentu krn dia bukan ASN yg harus netral kecuali saat ASN bersuara@scr rahasia di bilik TPS.
Tapi secara etika apa “dibenarkan” Prof?," jawab Sudjiwo Tedjo.
Sementara, Komisioner KPU, Wahyu Setiawan pernah menegaskan bahwa kepala daerah diperbolehkan untuk masuk sebagai anggota Tim Kampanye Nasional (TKN) pasangan capres-cawapres.
Hanya saja, mereka tidak boleh menjabat sebagai ketua TKN.
Hal itu telah diatur dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 23 Tahun 2018 tentang kampanye pemilu.
"Kepala daerah dapat masuk dalam tim kampanye. Tapi yang tidak boleh adalah kepala daerah menjadi ketua tim kampanye," kata Wahyu di kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (12/9/2018).
Dilarangnya kepala daerah menjabat sebagai Ketua TKN, supaya mereka dapat bersungguh-sungguh melaksanakan tugas sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan.
• KPU Tegaskan Larangan Kampanye di Pesantren, Nusron Wahid: Kyai Maruf Amin Silaturahim di Mana?
Jika seorang kepala daerah menjadi Ketua TKN, dikhawatirkan akan mengganggu pelaksanaan tugas dan kewajiban, lantaran harus terus berkampanye selama periode kampanye, 23 September 2018-13 April 2019.
Menurut Wahyu, seorang kepala daerah menjadi Ketua TKN dan kepala daerah jadi anggota TKN adalah dua hal yang berbeda.
"Logikanya, ketua tim kampanye kan harus memimpin tim kampanye sampai ke daerah sepanjang masa kampanye. Lah kalau kemudian dia memimpin kampanye selama masa kampanye, maka tugas-tugas pemerintahan akan terabaikan," ujar dia.
Wahyu menambahkan, seorang kepala daerah yang diusung oleh partai yang mendukung satu kubu capres-cawapres, boleh masuk sebagai anggota TKN pasangan capres-cawapres dari kubu lainnya.
Hal itu lantaran setiap pribadi punya hak politik.
• Fakta-fakta Terbaru Penemuan Lokasi Keberadaan Kotak Hitam Lion Air JT 610
Paling penting, kepala daerah tersebut tidak menggunakan fasilitas pemerintah dalam berkampanye.
"Dia tidak boleh menggunakan fasilitas pemerintahan untuk mendukung, menguntungkan pihak tertentu atau merugikan pihak tertentu. Namun, dia punya hak memberikan dukungan politik ke paslon tertentu," ungkap Wahyu. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)