Kabar Tokoh
Penjelasan Hukum oleh Mahfud MD, Apakah Prabowo Bisa Dijerat UU ITE di Kasus Ratna Sarumpaet?
Mahfud MD menilai Prabowo, Fadli Zon, Amien Rais tidak bisa dijerat dengan UU ITE atas kasus Ratna Sarumpaet.
Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Mahfud MD selaku Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), angkat suara terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah tokoh dalam kasus kabar bohong penganiayaan Ratna Sarumpaet.
Tanggapan tersebut disampaikan Mahfud MD saat menjadi narasumber acara Special Report di iNews, Jumat (6/10/2018) malam.
Mulanya, Abraham selaku pembawa acara menanyakan pada Mahfud terkait hukum yang bisa menjerat sejumlah elite politik yang ikut mengabarkan bahwa Ratna Sarumpaet mengalami penganiayaan.
Menurut Mahfud, orang yang turut menyiarkan berita bohong Ratna Sarumpaet tidak bisa dijerat UU ITE.
UU ITE, kata Mahfud, hanya untuk mereka yang sengaja menyebarkan, sementara para tokoh tersebut tidak sengaja menyebarkan.
"Kalau yang menyiarkan itu seperti Prabowo, Rachel Maryam, Amien Rais, Fadli Zon itu bisa iya, bisa tidak (dijerat hukum). Tapi dia tidak bisa dikenakan dengan UU ITE karena UU ITE itu disebutkan, dengan sengaja menyiarkan padahal tahu bahwa itu adalah kebohongan," ujar Mahfud.
• Hoax Penganiayaan Ratna Sarumpaet Jadi Pemberitaan Media Internasional
"Menurut saya Prabowo, Amien Rais, Fadli Zon dan lainnya itu tidak sengaja tahu bahwa itu bohong, dia hanya terjebak oleh keterangan Ratna Sarumpaet."
"Oleh sebab itu, kemungkinan paling buruk, mereka bisa dikenakan pasal 14 ayat 2 dan pasal 15 UU tahun 1946, yaitu menyiarkan berita bohong yang patut diduga menimbulkan keonaran."
"Kalau menurut pasal 14 ayat 2 itu, siapa yang menyiarkan suatu berita atau membuat pemberitaan yang dapat menerbitkan keonaran di kalangan rakyat, sedang ia patut dapat menyangka bahwa berita itu dapat menimbulkan keonaran atau bohong, itu dihukum dengan pidana penjara setinggi-tingginya 3 tahun."
"Karena yang pasal 1 Bu Ratna itu melakukan sendiri sedangkan mereka ini hanya patut menduga, seharusnya menduga dong bahwa itu tidak mungkin. Kenapa itu 10 hari baru melapor, dan lain-lain, lalu menyiarkan begitu saja. Mestinya ia (tokoh yang ikut menyebarkan kabar hoaks Ratna) patut menduga, tapi tergantung pada alasannya ketika diperiksa oleh polisi. Sebenarnya sesimpel itu masalahnya," ujar Mahfud MD.

Foto Ratna Sarumpaet saat mengaku dianiaya (kiri). (Capture Twitter-Balqis_sidiqia/Tribunnews)
• Ratna Sarumpaet Ditangkap, Syamsuddin Haris: Semoga Ada Efek Jera bagi Pembuat dan Penyebar Hoax
Terkait permintaan maaf yang telah disampaikan ke publik, Mahfud mengatakan hal tersebut tidak berpengaruh pada hukum pidana kasus Ratna Sarumpaet.
Mahfud mengatakan jika kasus Ratna Sarumpaet merupakan kasus pidana sehingga tidak bisa selesai hanya dengan permintaan maaf.
"Tidak bisa dong, hukum pidana itu tidak mengenal maaf kecuali delik aduan. Kalau dia minta maaf ke publik itu yang dilawan adalah negara, dalam hal ini kejaksaan. Sehingga minta maaf tidak bisa, oleh sebab itu yang bisa minta maaf itu hukum perdata atau delik aduan," tutur Mahfud.
"Kalau delik umum ini tidak ada permintaan maaf, tinggal membuktikan dia patut menduga atau tidak ketika menyiarkan kepada publik."
"Tapi menurut saya sejauh ini Ratna Sarumpet memang pantas dijadikan tersangka karena memang bohong," tambahnya.