Breaking News:

Gempa Bumi

Gempa Tsunami di Palu dan Donggala, Andi Arief: Warning BMKG Hanya Sedikit Membantu Kewaspadaan

Jadikan gempa tsunami di Palu sebagai pelajaran, Andi Arief ingin pemerintah lebih siap hadapi bencana alam yang rawan terjadi di Indonesia.

Penulis: Ananda Putri Octaviani
Editor: Lailatun Niqmah
Dispen KoopsAU II / Andik Ali bersama Irwan Rismawan/Tribunnews
Kerusakan akibat gempa yang melanda Palu, Sulawesi Tengah, Jumat (28/9/2018) 

TRIBUNWOW.COM - Wakil Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Andi Arief, angkat bicara terkait penangan dan peringatan pihak terkait atas gempa dan tsunami yang melanda Palu-Donggala, Sulawesi Tengah.

Dilansir TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Andi Arief melalui laman Twitter @AndiArief__ yang diunggah pada Minggu (30/9/2018).

Andi Arief melalui kicauannya menyebutkan, kedepannya perlu ada persiapan lebih untuk menghadapi bencana gempa dan tsunami yang melanda daerah-daerah di Indonesia.

Ia mencontohkan warga Padang dan sekitarnya yang relatif lebih siap dalam menghadapi potensi megathrust siberut.

Andi Arief menjelaskan, terkait megathrust siberut, terdapat penelitian gempa yang lengkap, animasi tsunami, jalur evakuasi, hingga sudah dilakukannya beberapa latihan andai gempa datang.

Jokowi Tinjau Langsung Gempa dan Tsunami Palu-Donggala, SBY: Saya Nilai Tepat

Karenanya, jelas Andi Arief, daerah lain perlu meniru kesiapan Padang.

Baginya, apa yang terjadi di Palu dan sekitarnya ini menjadi pelajaran besar bagi semua pihak.

"Warga Padang dan sekitar relatif lebih siap hadapi potensi megathrust siberut.

Penelitian gempa lengkap, animasi tsunami/jalur evakuasi ada, beberapa latihan andai gempa datang dilakukan.

Warga Bali, Banten, DKI dan sekitar bisa meniru padang. Pelajaran besar kita lihat di Palu," tulis Andi Arief.

Dalam kicauan lainnya, ia juga membandingkan kesiapan Indonesia menghadapi gempa, dengan kesiapan Jepang saat menghadapi tsunami sendai pada 2011 lalu.

"Tsunami sendai Jepang 2011 yg persiapannya 20 th masih kecolongan korban/infrastruktur karena gempanya lebih besar dari yang diperkirakan.

Bayangkan tanpa persiapan seperti haiti 2010, Meksiko 1987 dan Aceh 2004.

Ada pepatah, jika sudah dipersiapkan maka tak ada lagi tangisan," unggahnya.

Menurut Andi Arief, peringatan yang diberikan BMKG tidak berperan banyak dalam meningkatkan kewaspadaan masyarakat atas bencana yang terjadi.

Baginya, penting untuk memberikan pengetahuan kepada masyarakat untuk mengetahui potensi gempa, ancaman di daerah tersebut, serta keinginan pemimpin daerah untuk melakukan simulasi tanggap bencana.

"Warning dari BMKG hanya sedikit membantu kewaspadaan.

Kunci mitigasi bukan itu, tapi pengetahuan tentang potensi gempa (scientific, riset), pengetahuan masyarakat tentang ancamanya di daerah itu, dan keinginan pimpinan daerah lakukan sejumlah simulasi/latihan pada masyarakat," kicaunya.

Atlet Paralayang Ini Selamat usai Menahan Reruntuhan akibat Gempa Selama 6 Jam di Hotel Roa Roa

Lebih lanjut, Andi Arief juga menjelaskan, antara 15-30 menit setelah gempa, sangat mungkin untuk sebabkan tsunami.

Karenanya, tulis Andi Arief, perlu untuk melarikan diri selama rentang waktu tersebut.

"Tuhan melalui Ilmu pengetahuan sdh memberi info bahwa antara 15 sampai 30 menit dari Gempa besar subduksi sangat mungkin hasilkan tsunami. Larilah sekuatnya di rentang waktu itu.

Kalau ada latihan, pemda harusnya siapkan jalur evakuasi. Kuncinya latihan," cuitnya.

Diberitakan sebelumnya, gempa berkekuatan 7,7 SR mengguncang wilayah Sulawesi Tengah tepatnya 27 km Timur Laut Donggala, Jumat (28/9/2018) sekitar pukul 17.02 WIB.

Dikutip dari akun Twitter BMKG @infoBMKG, gempa 7,7 SR terjadi di kedalaman 10 kilometer, dan berpusat di 0,18 LS dan 119,85 BT.

Gempa yang mengguncang wilayah Sulawesi Tengah dirasakan beberapa kali karena adanya gempa susulan.

"#Gempa Mag:7.7, 28-Sep-18 17:02:44 WIB, Lok:0.18 LS,119.85 BT (27 km TimurLaut DONGGALA-SULTENG), Kedalaman:10 Km, Potensi tsunami utk dtrskn pd msyrkt #BMKG," tulis BMKG dalam Twitternya, Jumat (28/9).

30 menit kemudian, status peringatan dini tsunami berakhir.

 

Namun, diberitakan Tribunnews, Sabtu (29/9/2018), peringatan oleh BMKG terkait tsunami usai gempa yang melanda Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah menjadi bahan pertanyaan.

Hal ini lantaran BMKG mengakhiri peringatan dini tsunami, pada pukul 17.36 WIB.

Padahal, saat itu tsunami masih terjadi di Palu dan Donggala.

Informasi terjadinya tsunami justru didapat dari video amatir yang beredar di sosial media.

Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Rahmat Triyono, sempat meragukan kebenaran dari video tersebut.

Namun setelah dikonfirmasi kepada BMKG Palu, ternyata memang benar terjadi tsunami.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati menuturkan bahwa pihaknya sebelumnya telah mengakhiri peringatan dini tsunami.

"Bukan dicabut (peringatannya), tapi diakhiri. Kalau dicabut itu enggak terjadi tsunami," ujar Dwikorita.

Sementara itu, Kepala Humas BMKG, Hary Tirto Djatmiko menjelaskan adanya kendala berupa kelumpuhan jaringan komunikasi dan listrik.

Menurut Hary, saat tsunami memasuki teluk terjadi amplifikasi gelombang dan perlambatan.

"Istilah awamnya gelombang mengumpul," ujar Hary.

Menurutnya, sejauh ini alat pendeteksi tsunami telah dipasang di kawasan samudra.

Hary membantah adanya kerusakan pada alat pendeteksi dini tsunami karena gempa yang terjadi di Palu dan Donggala.

Hary menuturkan, alat peringatan dini tsunami bekerja dengan baik.

Selain itu, menurutnya alat pemantau ketinggian gelombang juga berfungsi.

"Namun dikarenakan jaringan komunikasi dan listrik lumpuh terutama di sekitar Donggala dan Palu maka seolah-olah kurang optimal," jelas Hary.

Sementara itu diberitakan Kompas.com, Kepala Badan Informasi Geospasial (BIG) Hasanuddin Z Abidin mengungkapkan keruwetan masalah yang dihadapi saat gempa Donggala yang diikuti tsunami Palu.

Ia menjelaskan, BIG sebenarnya mengelola satu stasiun pasang surut di dermaga Kota Palu.

Sulawesi Tengah Berduka, Dahnil Anzar Simanjuntak Usul Pertemuan IMF-WB 2018 di Bali Dibatalkan

Dalam stasiun itu terdapat alat pengukur pasang surut yang berfungsi mendeteksi tsunami.

Didukung dengan daya listrik, stasiun akan meneruskan data pasang surut ke pemangku kepentingan seperti BIG dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG).

"Stasiunnya persis di pinggir laut. Online pakai listrik. Sebelum gempa sebenarnya berfungsi tetapi begitu gempa komunikasi listrik mati," jelasnya.

Hasan menambahkan, dia sendiri tak tahu nasib stasiun pasang surut, apakah hancur akibat gempa dan tsunami atau masih berdiri.

"Yang jelas begitu listrik mati, data berhenti mengalir. Inilah tantangannya kalau alat tergantung listrik. Kita mengandalkan baterai cadangan tetapi ternyata juga tidak berfungsi," ungkapnya.

Ketika stasiun pasang surut tak berfungsi, sebenarnya masih ada satu harapan: buoy tsunami yang biasanya dipasang di lepas pantai.

"Tapi yang saya tahu kita tidak punya buoy tsunami di Palu. Buoy tsunami juga punya masalah. Banyak yang hilang dicuri," ungkap Hasan.

Gempa palu, kata hasan, punya pelajaran penting soal perlunya infrastruktur peringatan dini gempa dan tsunami.

"Kita perlu buoy tsunami dan back up jika satu tidak berfungsi. Termasuk soal stasiun pasang surut, bagaimana bisa tetap beroperasi dengan baterai cadangan," katanya.

"Kita pun harus berpikir soal listrik yang tahan gempa. Setiap kali gempa listrik mati," imbuhnya ketika dihubungi Kompas.com, Minggu (30/9/2018). (TribunWow.com/Ananda Putri Octaviani)

Tags:
Andi AriefGempa di Sulawesi TengahPaluGempa DonggalaBadan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved