Kabar Tokoh
Tsamara Amany: Saya Tak Mau Mantan Koruptor Jadi Wakil Gubernur DKI Jakarta
Dalam cuitannya Tsamara menolak tegas jika mantan koruptor menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Ketua DPP Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany Alatas menanggapi pemberitaan Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohammad Taufik yang diajukan Partai Gerindra menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.
Dilansir TribunWow.com dari akun Twitter Tsamara Amany Alatas, @TsamaraDKI, Selasa (18/9/2018), dalam cuitannya Tsamara menolak tegas jika mantan koruptor menjadi wakil gubernur DKI Jakarta.
"Saya tak mau mantan koruptor jadi wakil gubernur DKI Jakarta!" tulis akun @TsamaraDKI.
Kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta hingga kini masih kosong seusai dilepas Sandiaga Uno untuk maju dalam Pemilihan Presiden 2019.
• Soal Jabatan Wagub DKI, Waketum Gerindra: Katanya Koalisi, Kok Ribut-ribut Kayak begini
Dalam pemberitaan Tribunnews.com, Senin (17/9/2018), Muhammad Taufik digadang-gadang akan mengisi kursi Wakil Gubernur DKI Jakarta mengantikan Sandiaga Uno.
Padahal saat ini Taufik juga sudah masuk dalam daftar bakal calon legislatif di Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) DKI Jakarta.
Sebelumnya, Taufik sempat divonis 18 bulan penjara pada 27 April 2004 karena merugikan uang negara sebesar Rp 488 juta dalam kasus korupsi pengadaan barang dan alat peraga Pemilu 2004.
Ia juga sempat terlibat adu argumen dengan Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang tidak memperbolehkannya menjadi bakal calon legislatif karena merupakan mantan napi koruptor.
• Romahurmuziy: PPP Konsisten Tidak Mencalonkan Eks Napi Korupsi sebagai Bacaleg
KPU berpegang kepada PKPU yakni larangan mantan terpidana korupsi untuk turut serta jadi caleg dalam Bab II Pengajuan Bakal Calon Bagian Kesatu Umum.
Peraturan tersebut telah ditetapkan Ketua KPU Arief Budiman di DKI Jakarta, Senin (2/7/2018).
Pada Pasal 4 ayat 3, disebutkan dalam seleksi bakal calon secara demokratis dan terbuka sebagaimana dimaksud pada ayat (2), tidak menyertakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan korupsi.
KPU RI menyamakan mantan terpidana bandar narkoba, kejahatan seksual terhadap anak, dan pelaku tindak pidana korupsi berada di tingkatan yang sama, yaitu, tidak dapat mendaftarkan diri sebagai caleg di setiap tingkatan.
• SBY Tegaskan Pemerintahannya Selama 10 Tahun Sangat Peduli dengan Rakyat Miskin
Namun, Taufik bersikukuh dengan UU No 17 Tahun 2017 tentang Pemilu menyatakan, seorang mantan narapidana yang telah menjalani masa hukuman selama lima tahun atau lebih, boleh mencalonkan diri selama yang bersangkutan mengumumkan pernah berstatus sebagai narapidana kepada publik.
Kasus itu kemudian dibawa ke ranah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), dan Bawaslu mengatakan jika Taufik berhak untuk mencalonkan caleg karena telah menebus masa hukuman.
KPU tetap bersikukuh tidak mau meloloskan Taufik.
Caleg mantan koruptor lainnya yang mendapat penolakan dari KPU kemudian membawa kasus tersebut ke ranah MA.
Di antaranya, mantan Gubernur Aceh Abdullah Puteh dan mantan anggota DPR Wa Ode Nurhayati.
Dalam putusannya, MA menyatakan pada Kamis (13/9/2018), larangan mantan narapidana kasus korupsi menjadi caleg bertentangan dengan UU Pemilu, dilansir dari Kompas.com.
Sehingga keputusan Mahkamah Agung (MA) membolehkan mantan napi korupsi menjadi calon legislatif.
• Nasdem Pastikan Tak Ajukan Caleg Eks Koruptor di Pileg 2019
"Pertimbangan hakim bahwa PKPU itu bertentangan dengan UU Nomor 7 tahun 2017," ujar Juru Bicara MA Suhadi saat dihubungi, Jumat (14/9/2018).
Menurut Suhadi dengan dengan adanya putusan uji materi tersebut, maka mantan narapidana kasus korupsi dapat mencalonkan diri sebagai caleg dengan syarat-syarat yang ditentukan UU Pemilu.
Berdasarkan UU pemilu, setiap orang yang memiliki riwayat pidana atau pernah menjadi terpidana dibolehkan mendaftar sebagai caleg namun wajib mengumumkannya ke publik.
Sementara PKPU Pencalonan melarang parpol mendaftaran mantan narapidana kasus korupsi sebagai caleg.
• Tanggapan Refly Harun soal Eks Koruptor Nyaleg: Parpol yang Masih Mencalonkan Sebaiknya Tak Dipilih
"Itu bertentangan dengan UU Pemilu. UU Pemilu kan membolehkan dengan persyaratan-persyaratan tertentu. Tapi kalau PKPU kan menutup sama sekali kan. Bertentangan atau enggak itu? Ya kalau menurut MA ya bertentangan," kata Suhadi.
Keputusan MA itu berdasarkan 13 pengajuan uji materil PKPU 20 Tahun 2018. (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)