Gejolak Rupiah
Pedagang Tahu dan Tempe Khawatir Gulung Tikar karena Naiknya Harga Kedelai Impor
Pedagang tahu dan tempe yang bergantung pada kedelai impor mulai merasa bingung karena meningkatnya harga kedelai impor.
Penulis: Mutmainah Rahmastuti
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar AS membuat pedagang tahu dan tempe resah.
Dikutip TribunWow.com dari Kompas TV, Kamis (13/8/2018) pedagang tahu dan tempe yang bergantung pada kedelai impor mulai merasa bingung karena meningkatnya harga kedelai impor.
Beberapa pedagang mensiasati hal tersebut dengan memperkecil ukuran tahu dan tempe, ataupun dengan menekan keuntungan yang mereka dapatkan.
Di Desa Putat, Purwodadi, Jawa Tengah pedagang tahu dan tempe memilih untuk tidak mengurangi produksi mereka, ataupun menaikkan harga.
• Sandiaga Uno Ingin Jadikan OK OCE Program Nasional, Guntur Romli Beri Tanggapan
Harga kedelai impor di Purwodadi naik dari Rp 6 ribu per kilogram menjadi Rp 8 ribu per kilogram.
Akan tetapi, jika harga kedelai impor masih terus naik, produsen tahu dan tempe terpaksa akan meningkatkan harga jual.
Hal tersebut dikarenakan omset produsen sudah turun hingga mencapai 30 persen.
Berbeda dengan produsen tahu dan tempe di Purwodadi, di Surabaya, Jawa Timur mereka memilih mengecilkan ukuran tempe untuk menekan biaya produksi.
Kenaikan harga kedelai impor tidak dapat dihindari sehingga mengharuskan produsen tahu dan tempe di Surabaya menekan biaya produksi.
Harga kedelai impor di Surabaya telah mencapai Rp 7.800 per kilogram.
Untuk stok kedelai impor di Surabaya masih terhitung normal.
Di Sumatra, produsen tahu dan tempe mengeluhkan hal yang sama yaitu terus naiknya harga kedelai impor yang sampai saat ini mencapai Rp 8.200 per kilogram.
Dikhawatirkan jika harga kedelai terus meningkat, usaha mereka lama kelamaan akan tutup.
Produsen takut jika mereka menaikkan harga, tahu dan tempe yang mereka jual tidak akan laku.
• Komentari Foto Andi Arief yang Dipeluk Prabowo, Pasek Suardika Tanyakan soal Kardus
Dikutip dari Kompas.com, Hajjah Muhti, produsen tempe skala besar di Desa Sugiwaras, Kecamatan Wonomulyo, Polewali Mandar bercerita, produksinya turun 40-60 persen akibat melemahnya rupiah, dan ukuran tempe juga menyusut.