Gejolak Rupiah
Rupiah Bergejolak, Said Didu: Pemerintah Jangan Memberikan Pernyataan yang Tidak Masuk Akal
Mantan Sekretaris Kementrian BUMN itu mengatakan bahwa ada faktor yang berbeda terkait gejolak rupiah di tahun 1998 dan 2018.
Penulis: Gigih Prayitno
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM – Sekretaris Kementrian BUMN tahun 2005-2010, Muhammad Said Didu turut angkat bicara terkait merosotnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Dilansir TribunWow.com, hal itu diungkapkan Said Didu melalui program ‘ROSI’ yang tayang di KompasTV, yang tayang pada Kamis (6/9/2018).
Awalnya, mantan staf khusus Menteri ESDM itu mengatakan bahwa ada faktor yang berbeda terkait gejolak rupiah di tahun 1998 dan 2018.
Perbedaan antara 1998 dan 2018 adalah terkait kondisi pangan nasional, saat ini kondisi pangan di Indonesia masih cenderung stabil dibandingkan tahun 1998.
Said didu mengatakan selama pangan masih ada, gejolak ini akan aman-aman saja.
• Pendaftaran CPNS Dibuka 19 September 2018, Berikut Lokasi Tes hingga Tahapan Seleksinya
Dalam acara tersebut, Said Didu juga menjelaskan tentang krisis yang terjadi pada tahun 1998, 2008 dan 2018.
Di tahun 1998 badai datang dari utara, semua negara di Asia Tenggara terkena dampaknya dan Indonesia terkena dampak terakhir.
Masalah yang terjadi di tahun 1998 adalah kondisi pangan tidak stabil sehingga terjadi gejolak sosial yang tinggi sehingga berakibat lengsernya Presiden Soeharto.
Di tahun 2008, badai yang terjadi tidak terlalu kuat dan pada saat itu kondisi fiskal dan ekonomi Indonesia masih cukup bagus sehingga Indonesia masih punya uang untuk buyback saham dan mengatasi persoalan Ekonomi.
Kemudian di tahun 2018, gejolak ekonomi terjadi di berbagai negara seperti krisis di Argentina dan Turki, tapi kondisi ekonomi negara-negara di Asia lebih kuat sehingga gejolak ini masih bisa terbedung.
• Tanggapan Yunarto Wijaya soal Beda Kondisi Ekonomi Tahun 2018 dan 1998
Dijelaskan oleh Said DIdu bahwa negara-negara di Asia mengalami depresiasi rata-rata 2 persen sedangkan Indonesia mengalami depresiasi yang cukup besar sekitar 7 persen.
Depresiasi yang cukup besar disbanding negara-negara di Asia ini karena banyak proyek strategis yang harus diseleseikan sehingga diperkirakan akan membutuhkan dolar.
“Bukan hanya itu, saat ini banyak utang Indonesia yang sudah jatuh tempo,” tambah Said Didu.
Said Didu juga menyarankan kepada pemerintah untuk tenang dan jangan memberi pernyataan yang tidak masuk akal, karena sekali salah bicara kepercayaan bisa runtuh dan pasar bisa bergejolak.
"Gejolak apa pun aman-aman saja, Bung Karno dulu jatuh karena beras, pak Harto dulu juga jatuh karena beras, jadi sekarang pangan ini agak stabil, nah sehingga perbedaannya itu, pada saat menghadapi kepanikan begini, pemerintah harus tenang dan jangan memberikan pernyataan yang tidak masuk akal.
Karena semua orang ada datanya di sini (menunjuk HP), sekali bicara, maka kepercayaan akan runtuh, pasar bisa bergejolak," ujar Said Didu.
• Sandiaga Uno Tukar Dolar Miliknya ke Rupiah untuk Perkuat Ekonomi, Guntur Romli: Itu Omong Kosong
Simak selengkapnya dalam video di bawah ini:
Sementara itu, dikutip dari Kontan.co.id nilai tukar rupiah pagi ini menguat dari level terlemahnya, Jumat (7/9/2018) pukul 07.54 WIB
Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat jmenjadi 14.891 per dolar AS.
(TribunWow.com/Gigih Prayitno)