Gejolak Rupiah
Dahnil Anzar Kritik Kebijakan Ekspor dan Impor Pemerintah Hadapi Gejolak Rupiah
Dahnil Anzar Simanjuntak berkomentar terkait kebijakan pemerintah untuk pembatasan impor dan ekspor untuk menghadapi gejolak rupiah.
Penulis: Roifah Dzatu Azma
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Dahnil Anzar Simanjuntak berkomentar terkait kebijakan pemerintah untuk pembatasan impor dan ekspor untuk menghadapi gejolak rupiah.
Dilansir TribunWow.com, hal ini diungkapkan Dahnil Anzar melalui Twitter miliknya, @DahnilAnzar, Kamis (6/9/2018).
Dahnil mengungkapkan pemerintah tidak bisa memaksa pengusaha mengurangi impor karena demand (permintaan konsumen) terhadap produk tinggi.
• Harga Mobil Mewah Naik Tiga Kali Lipat usai Pemerintah Terapkan Kebijakan Tarif Impor Baru
Menurutnya, pengusaha juga tidak bisa dipaksa untuk ekspor besar-besaran.
Dahnil juga meragukan tidak pahamnnya pemerintah mengenai fundamental ekonomi.
"Pengusaha tidak bisa dipaksa mengurangi impor karena memang demand terhadap produk impor tinggi. Pun pengusaha tdk bisa dipaksa ekspor besar2an bila insentif terkait itu tdk ada. Jadi ngomongin fundamental ekonomi sebenarnya paham tdk yg dimaksud dengan fundamental ekonomi?," tulis akun @DahnilAnzar.
• Tanggapi Yunarto Wijaya, Fadli: Eneg Nggak dengan Impor Beras dan Gula? Jika Eneg Nalar Masih Sehat
Diberitakan sebelumnya, merespon kondisi perekonomian Indonesia, Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto memfinalisasi kebijakan pembatasan impor terhadap ratusan produk atau bahan baku.
Pemerintah juga mengeluarkan instrumen tambahan yakni menaikkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) untuk mobil mewah.
Kenaikan PPnBM ini mencapai 10 persen hingga 125 persen, dari sebelumnya 2,5 persen hingga 7,5 persen.
Dilansir TribunWow.com dari Kontan.co.id, Rabu (5/9/2018), tarif pajak Barang Mewah (BM) naik dari yang sebelumnya berada di range 10 hingga 50 persen, kini disamakan menjadi 50 persen sesuai dengan PPh pasal 22.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, sebagai satu di antara beberapa komponen pertumbuhan, ekspor diperkirakan akan terpengaruh dari sentimen eksternal.
Sentimen eksternal ini yakni perkiraan pertumbuhan volume perdagangan dunia yang tumbuh tidak setinggi tahun sebelumnya sehingga menjadi tantangan dalam kinerja ekspor.
“Ekspor kita cukup tinggi namun impor kita juga tinggi. Tahun depan relatif lebih lemah karena ada risiko ini,” katanya di kawasan GBK, Senayan, Kamis (16/8/2018).
• Yunarto Wijaya Kesal pada Pihak yang Bilang Melemahnya Rupiah sebagai Hal Biasa: Eneg Lihatnya
Untuk itu, pertumbuhan ekspor tahun 2019 ditargetkan sebesar 6,6%.
Hingga semester I-2018, ekspor hanya tumbuh sebesar 6,9%.
Di sisi impor, yang menjadi tantangan pada tahun depan adalah kebutuhan konsumsi dan investasi dalam negeri yang tumbuh tinggi sehingga diperkirakan akan mendorong impor.
Impor pada tahun 2019 diproyeksi tumbuh sebesar 7,4%.
Hingga semester I-2018, pertumbuhan impor tercatat sebesar 13,9%.
“Oleh karena itu, diperlukan kebijakan yang dapat mendorong pertumbuhan ekspor Indonesia lebih tinggi,” ujarnya.
• Dua Ajudan Presiden Ungkap Kebiasaan Jokowi saat Foto Bersama Warga: Harus sampai Bagus
Selain itu Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) juga telah meminta kepada kementerian, swasta, terutama Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar pemakaian local content ini betul-betul diperhatikan, diwartakan TribunWow.com dari situs resmi Sekretariat Kabinet RI, setkab.go.id, Rabu (5/9/2018).
Jokowi mengungkapkan kalau semuanya bisa menggunakan komponen dalam negeri, Jokowi meyakini, akan ada penghematan 2-3 miliar dolar Amerika Serikat (AS). (TribunWow.com/ Roifah Dzatu Azmah)