Breaking News:

Gejolak Rupiah

Rupiah Melemah, Misbakhun Sebut Fondasi Ekonomi serta Situasi Politik Kini dan 1998 Sangat Berbeda

Politikus partai Golkar, Misbakhun memberikan komentar terkait melemahnya nilai tukar rupiah pada dolar yang mencapai Rp 15 ribu, Rabu (5/9/2018).

Penulis: Tiffany Marantika Dewi
Editor: Astini Mega Sari
Twitter @MMisbakhun
Politikus Golkar, Misbakhun 

TRIBUNWOW.COM - Politikus partai Golkar, Misbakhun memberikan komentar terkait melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sempat mencapai Rp 15 ribu, Rabu (5/9/2018).

Hal ini diungkapkan Misbakhun melalui Twitter miliknya, @MMisbakhun.

Mulanya, Misbakhun menyebut perekonomian Indonesia masih kokoh meski nilai tukar rupiah melemah.

Ia menyebut Indonesia masih terbilang kuat karena bisa menghadapi ketidaknormalan akibat perang dagang antara Amerika Serikat dan China.

Polikus Golkar ini justru khawatir ada yang memanfaatkan situasi ini untuk pergantian kekuasaan.

Berikut ini tweet dari Misbakhun yang dikutip TribunWow.com dari Twitter.

Teddy Gusnaidi Memaparkan Kondisi Ekonomi Indonesia di Era Jokowi, SBY, serta Krismon 1998

"Hebatnya ekonomi Indonesia saat ini, rupiah terdepresiasi sampai Rp 15.000 masih kokoh dan tangguh.

Kondisi ini yg membuat iri siapapun termasuk yg menginginkan pergantian kekuasaan dg memanfaatkan isu depresiasi nilai tukar rupiah pd level yg belum pernah terjadi sebelumnya.

Kicauan Misbakhun
Kicauan Misbakhun (Capture Twitter @MMisbakhun)

Apakah kokoh nya ekonomi Indonesia saat ini dg kondisi rupiah terdepresiasi pd posisi 15.000 ini sebuah NORMAL BARU #NewNormal yg selama ini menjadi sebuah fenomena pemikiran baru di ekonomi menghadapi situasi dan anomali akibat perang dagang antara USA vs China.

Sebuah keadaan pada keniscayaan bahwa ekonomi sebuah negara berjalan dalam situasi nilai tukar mengalami volatilitas yg diciptakan pengaruh global yg diluar kendali negara tersebut.

Pada saat yg sama terjadi perang dagang USA vs China yg memberikan dampak negara emerging market.

Justru yg paling mengkuartirkan saat ini pada situasi rupiah mengalami depresiasi adalah nafsu untuk berkuasa mengalahkan rasionalitas mereka dalam melihat kenyataan yang sebenarnya.

Mereka ingin rupiah terdepresiasi makin dalam sehingga ekonomi Indonesia mengalami masalah.

Ketika ekonomi mengalami masalah, rakyat hidupnya susah dan mereka akan menggelorakan pergantian kekuasaan.

Tidak ada kesadaran bagaimana situasi ekonomi negara spt ini bisa membaik.

Mereka pun tidak ada tawaran pada gagasan dan ide baru. Ujung kritiknya hanya untuk kekuasaan.

Rupiah Melemah, Dahlan Iskan Beri Tanggapan

Isu depresiasi rupiah saat ini adalah isu yg akan terus mereka gelorakan. Mereka tidak akan bicara bagaimana tingkat harga pangan yg stabil, bahkan deflasi, tarif pajak untuk UMK yg hanya 0,5 persen, dana desa yg makin meningkat untuk pembangunan infrastruktur desa.

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sejak 2016 naik dari 36.000.000 menjadi 54.000.000 sehingga rakyat bisa mengkonsumsikan penghasilan mereka untuk kebutuhan dasar hidup mereka.

Negara mengurangi haknya dalam mendapatkan pajak. Demi rakyat. Ini isu yg berpihak pada rakyat.

Semua topik kritik soal depresiasi rupiah selalu membandingkan dg situasi 1998.

Padahal keadaan fondasi ekonomi dan situasi poltiknya sudah sangat berbeda. Aneh kalau ada anak bangsa membangun pesisme akan datangnya krisis supaya penguasa jatuh.

Tolok ukur kenaikan harga kebutuhan pokok adalah inflasi.

Sejak 2015 sampai 2018 inflasi bergerak di kisaran 3,3% sampai 3,5% saja.

Pertumbuhan ekonomi bergerak dari 4,9% sampai 5,2%. Daya beli terjaga karena inflasi terkendali walaupun ada gejolak harga temporer.

Indeks Pembangunan Manusia (IMP) meningkat dari 68 ke 71. Kerja pemerintah dalam upaya meningkatkan kualitas manusia melalui pendidikan dan kesehatan mulai terlihat hasilnya. Ini sebuah bukti kinerja bahwa pemerintah bekerja sungguh-sungguh.

Ini angka yg bersifat kuantitatif. Perdebatan soal ketahanan pangan dan tingkat perbandingan harga yg selama ini diperdebatkan.

Angka berbicara dan menjadi bukti argumentasi. Silahkan dibaca dan disimak dengan baik. Itu data dan faktanya.

Isu yg terus digoreng adalah kenaikan harga pangan. Begitu diberikan data dan fakta soal inflasi yg rendah.

Bahkan data bulanan kenaikan harga sempat mengalami deflasi mereka menolak data tsb. Diberikan grafik perbandingan masih ditolak juga. Ngototnya tanpa data. Ngasal," tulisnya.

Jokowi: Kunci Hadapi Rupiah Merosot adalah Investasi dan Ekspor

Sementara itu, diberitakan dari Kompas.com, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Darmin Nasution juga mengaku heran dengan sejumlah pihak yang membandingkan kondisi pelemahan rupiah saat ini dengan krisis ekonomi tahun 1998.

Meski nilai tukar rupiah sama-sama tembus hingga mencapai Rp 15.000,00 per dollar Amerika Serikat, namun ia menegaskan bahwa kondisinya jauh berbeda.

"Jangan dibandingkan Rp 14.000 sekarang dengan 20 tahun lalu," kata Darmin usai rapat membahas pelemahan rupiah yang dipimpin Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (4/8/2018).

Darmin menjelaskan, 20 tahun lalu, awalnya rupiah masih berada pada angka Rp 2.800 per dollar AS.

Namun, pada akhir kepemimpinan Soeharto, nilai tukar langsung melonjak ke angka Rp 14.000 per dollar AS sehingga terjadi krisis.

Sementara, pada awal pemerintahan Jokowi pada 2014 lalu, nilai tukar rupiah terhadap dollar memang sudah berada di kisaran Rp 12.000.

Oleh karena itu, dollar yang kini berada di kisaran 14.800 bukan lah sebuah lonjakan yang signifikan.

Rustam Ibrahim dan Andi Arief Berbalas Tweet soal Potensi Naiknya Harga BBM untuk Stabilkan Rupiah

"Saya heran itu ada artikel di salah satu pers internasional yang membandingkan itu 'tembus angka terendah 1998/1999', eh persoalan tahun 1998 itu enam kali lipat itu," ujar Darmin.

Darmin memastikan, fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.

Berbagai kebijakan yang selama ini diambil tetap akan dipertahankan.

Hanya saja, pemerintah akan melakukan perbaikan di beberapa sektor, salah satunya transaksi berjalan yang kini mengalami defisit.

"Kelemahan kita hanya transaksi berjalan yang defisit 3 persen. Lebih kecil dari 2014, 4,2 persen. Masih lebih kecil dari Brasil, Turki, Argentina," ujarnya.

"Tolong membacanya, membandingkannya yang fair," tambah dia. (TribunWow.com/Tiffany Marantika)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
RupiahM MisbakhunTwitter
Rekomendasi untuk Anda
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved