Idrus Marham Mundur, Fahri Hamzah: Ketidakpastian Hukum Menghancurkan Seseorang Seketika
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah angkat bicara terkait mundurnya Idrus Marham dari jabatan Menteri Sosial.
Penulis: Vintoko
Editor: Fachri Sakti Nugroho
Sebelumnya, Idrus Marham menjalani pemeriksaan di KPK pada 26 Juli 2018.
Pemeriksaan yang memakan waktu tujuh jam itu menghasilkan pengakuan dari Idrus Marham, yang menyatakan kenal dekat dengan kedua tersangka, yakni mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Saragih dan Johanes Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resourches Limited.
Mengenai status Idrus Marham terkait kasus ini, belum ada konfirmasi lebih lanjut dari KPK.
Sementara itu, Idrus Marham mengatakan jika KPK telah memulai penyidikan terhadap dirinya.
Setibanya di kantor Kementerian Sosial, Idrus Marham mengatakan jika alasannya mundur di antaranya adalah menjaga nama pemerintah yang memiliki citra bagus dalam hal memerangi korupsi.
"Kemudian agar tidak menjadi beban, sekaligus menganggu konsentrasi presiden dalam melaksanakan tugas sehari-hari yang tidak ringan.
Apalagi mengahadapi tahun politik.
Ketiga alasan saya, sebagai warga negara yang taat hukum, saya sepenuhnya menghormati proses hukum yang dilakukan oleh KPK.
Karena itu, saya ingin berkonsentrasi sebaik-baiknya dalam rangka mengjalani proses hukum yang ada," ujar Idrus.
Lebih lanjut, Idrus Marham mengatakan jika dirinya mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf kepada Presiden Jokowi.
Terkait kekosongan posisi menteri, Idrus Marham meminta agar segera diisi.
Menurutnya, persoalan kemiskinan hingga bencana tidak boleh telah sedikit pun.
"Lebih cepat lebih baik ada yang ganti, insya Allah hari ini pun sudah ada yang bisa diganti," ungkapnya.
• Sindir Proyek Hambalang, Politikus Demokrat: Program Ini Tidak Boleh Terpenjara untuk Opini Semata
Diberitakan Kompas.com, KPK menetapkan Wakil Ketua Komisi VII Eni Maulani Saragih sebagai tersangka kasus suap terkait kesepakatan kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1 di Provinsi Riau.
Eni diduga menerima suap sebesar Rp 500 juta yang merupakan bagian dari commitment fee 2,5 persen dari nilai proyek kontrak kerja sama pembangunan PLTU Riau-1.