Pengakuan Korban Selamat Gempa Bumi di Lombok: Saya Merasa seperti Kiamat
Korban selamat gempa Lombok 7,0 SR Septia Erianty menceritakan perjuangannya menyelamatkan diri.
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Korban selamat gempa Lombok 7,0 SR Septia Erianty menceritakan perjuangannya menyelamatkan diri.
Septia Erianty dalam acara Hitam Putih mengatakan, dirinya sejak kecil dan tumbuh kembang di Lombok.
Septia menjelaskan saat kejadian, dirinya bersama anak perempuannya sedang menonton televisi.
• Kecelakaan Lalu Lintas di Makkah, 6 Jemaah Haji Asal Indonesia Menjadi Korban
"Anak saya paling kecil lagi tidur di kamar dan suami saya habis salat Isya," ungkapnya.
"Lagi santai, saya denger suara gemuruh dan merasa goyang badan. Saya langsung lari dan nyuruh anak perempuan saya lari. Saya kemudian minta suami ambil anak laki-laki saya di kamar dan digendong. Pembantu rumah tangga juga ikut lari semua. Itu per sekian detik. Lampu semua mati," sambungnya.
"Kita jalan aja kayak di ombak yang bener-bener ngebuang badan kita," paparnya.
Septia menjelaskan, kala dirinya sudah keluar dari rumah, guncangan sudah tak terasa.
Meski demikian, selang beberapa menit, gempa kembali terjadi.
Hal itu yang membuat dirinya bertanya-tanya ada peristiwa apa karena panik.
"Untungnya sinyal handphone masih ada jadi saya telepon teman-teman di Jakarta, ada apa? Kemudian saya diinfokan kalau peristiwa ini merupakan gempa 7,0 SR dan berpotensi Tsunami. Begitu mendengar kata potensi tsunami, saya merasa ini kayaknya kiamat nih. Kiamat kecil," terangnya.
• Via Vallen Pingsan saat Manggung di Demak
Septia mengaku kala itu ia tidak panik mengevakuasi diri ke dataran yang lebih tinggi karena kediamannya sudah ada di bukit.
"Yang bikin panik nih, apa yang kita lakukan apabila tsunami datang ke rumah kita. Mau pergi kemana? Terus diskusi ama suami akhirnya kita putuskan buat survival kit sendiri," terangnya.
Septia menjelaskan, ia sempat berhubungan via telepon dengan beberapa temannya di kawasan sekitar gempa.
"Di Gili Trawangan ada terdampar dan di Kuta banyak tabrakkan karena orang-orang panik untuk menyelamatkan diri," imbuhnya.
"Saya berpikir juga kalau kita keluar pakai mobil, nanti takutnya kejebak. Tiang listrik jatuh dan sebagainya," lanjutnya.
Septia menuturkan, sebagian besar keluarga di Jakarta meminta dirinya dan anak-anak evakuasi terlebih dahulu.
"Makanya saya berangkat ke Jakarta," paparnya.
"Apakah mudah mencari tiket dari Lombok ke Jakarta?" tanya Deddy Corbuzier selaku host.
"Saya berjuang juga mencari tiket satu hari penuh karena tamu-tamu asing panik. Bandara sendiri aja chaos. Tamu asing berdiri untuk mengantre tiket bahkan ada satu tamu asing yang ke Makassar terlebih dahulu," tuturnya.
• Jadwal Timnas U 23 Indonesia di Asian Games 2018
Septia menuturkan, kala itu tiket pesawat kelas ekonomi sebuah maskapai penerbangan menjadi mahal.
"Jadi Rp 5 juta untuk kelas ekonomi, padahal biasanya hanya Rp 1,5 juta - Rp 1,8 juta karena permintaan sangat tinggi," katanya.
Tak hanya itu, Septia menyatakan, beberapa posko bantuan ada rebut-rebutan makanan.
"Karena namanya perut harus diisi terus dan Lombok itu dingin," akunya.
Selain itu, Septia Erianty mengatakan, dirinya sempat hilang komunikasi dengan kerabatnya.
"Saya kehilangan kontak sama kerabat saya karena sebelumya ia sedang di Gili Terawangan. Ia terdampar diatas bukit dan enggak bisa kemana-kemana," paparnya.
"Alhamdulillahnya besoknya Basarnas datang bawa satu boat untuk 5 ribu orang. Hingga kemudian teman saya sudah memberitahu dirinya telah dievakuasi dan kemudian kehilangan kontak," sambungnya.
Meski demikian, Septia kini telah berhasil menemukan kembali kerabatnya tersebut dan mengarahkan kerabat ke posko bantuan.
Diketahui, Gempa berkekuatan 7.0 SR menggoyang Lombok, Nusa Tenggara Barat, Minggu (5/8/2018).
Gempa sekira pukul 18.46 WIB berada di kedalaman 15 kilometer.
Titik gempa berada di 8.37 Lintang Selatan - 116.48 Bujur Timur tepatnya 18 kilometer barat laut Lombok Timur, NTB.
Dalam websitenya, BMKG menuliskan informasi ini sebagai peringatan dini tsunami.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, jumlah korban meninggal saat ini yang sudah dievakuasi dan diidentifikasi, sebanyak 259 orang.
"Ribuan personil dikerahkan untuk penanganan darurat gempa di NTB dan Bali. 259 orang meninggal dunia, 1.033 orang rawat inap, 270.168 orang mengungsi," ujar Sutopo saat dikonfirmasi, Jumat (10/8/2018).
Berdasarkan laporan dari BPBD Provinsi NTB, dari 259 orang meninggal dunia, korban berasal dari Kabupaten Lombok Utara 212 orang, Lombok Barat 26 orang, Lombok Tengah 2 orang, Kota Mataram 6 orang, Lombok Timur 11 orang, dan Bali 2 orang.
Sutopo menjelaskan, bahwa data korban meninggal yang dilansir oleh BNPB adalah korban jiwa yang sudah terverifikasi dan teridentifikasi identitasnya.
Maka dari itu, terkait data jumlah korban meninggal dunia yang dilansir oleh instansi atau pihak lain berbeda-beda.
"Jumlah korban diperkirakan masih bertambah karena belum semua terverifikasi," ujar Sutopo.
Adapun gempa susulan yang berkekuatan 6,2 skala Ricter, yang kemarin mengguncang Lombok memakan korban jiwa sebanyak 2 orang, dan mengakibatkan sejumlah bangunan rusak.
Bantuan juga terus diberikan oleh tim SAR gabungan, khususnya untuk menjangkau wilayah-wilayah yang cukup sulit akses jalan menuju ke sana.
Satu diantaranya dengan helikopter BNPB dan Basarnas, yang dikerahkan untuk salurkan bantuan dari udara ke pengungsi di Kecamatan Kayangan dan Gangga di Kabupaten Lombok Utara.
"Bantuan dari darat dan udara terus disalurkan kepada korban dampak gempa 7 SR di Lombok. Pengungsi masih memerlukan bantuan," ujar Sutopo.
Simak Videonya:
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunjakarta.com dengan judul Perjuangan Korban Selamat Gempa Lombok 7,0 SR, Septia Erianty 'Kita Jalan Aja Kayak di Ombak