Lontarkan Sindiran, Rustam Ibrahim: Karni Ilyas Meyulap Rocky Gerung Jadi Ahli Segala soal
irektur LP3ES, Rustam Ibrahim menjawab pertanyaan netizen yang meminta menyebutkan perbedaan dirinya dengan pengamat politik, Rocky Gerung.
Penulis: Wahyu Ardianti
Editor: Claudia Noventa
TRIBUNWOW.COM - Direktur LP3ES, Rustam Ibrahim, menjawab pertanyaan netizen yang meminta menyebutkan perbedaan dirinya dengan pengamat politik, Rocky Gerung.
Dilansir TribunWow.com, melalui akun Twitter, @RustamIbrahim, yang ia tulis pada Selasa (17/7/2018).
Dalam cuitan tersebut, Rustam menyindir Rocky Gerung saat menjadi pembicara di Indonesia Lawyer Club (ILC).
Dalam cuitaannya, Rustam menilai ILC telah mengubah Rocky menjadi ahli dalam semua hal, padahal yang disebut ahli tentu hanya menguasai satu hal dengan baik.
• Ferdinand Hutahaean Berdebat dengan Adian Napitupulu, hingga Karni Ilyas Terpaksa Bubarkan Sesi
"@karniilyas dan @ILC_tvOnenews telah menyulap @rockygerung menjadi orang "ahli" dalam SEGALA soal. Padahal definisi ahli itu adalah orang yang hanya menguasai SATU soal dengan baik," tulis @RustamIbrahim.
lantas cuitan tersebut ditanggapi netizen yang memberikan pertanyaan.
"Bedanya sama bapak apa?" tulis akun @cahyasidiq.
Rustam lantas menuliskan jawaban bahwa perbedaan dirinya dengan Rocky adalah tidak pernah menyebut seseorang dengan sebutan dungu.
"Saya tidak pernah menyebut orang lain dungu," tulisnya.
• Paul Pogba Ingin Ikuti Langkah Cristiano Ronaldo Hengkang ke Juventus
Diketahui, acara ILC TVone kerap mengundang Rocky Gerung.
Acara terbaru, Rocky Gerung menjadi pembicara yang membahas soal Freeport.
Diketahui, dalam acara ILC dengan tema divestasi Freeport, Rocky mengatakan bahwa divestasi merupakan hoax.
"Bagi saya divestasi Freeport bukan Heads Of Agreement (HoA), melainkan hoax," ujarnya.
Kemudian, Rocky Gerung berpendapat jika saat ini hakekat pemerintah seperti manifestasi pemerintah seperti nasionalisme, namun narasinya semakin lemah, dan tidak menunjukkan semangat berdaulat.
Setelah itu, mantan dosen Filsafat UI itu memaparkan sebuah teori resource curse yang isinya bahwa sebuah negara yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA), negara itu tidak akan bertumbuh baik, maka demokrasinya kan rusak.