Sindir Pimpinan Lembaga Survei, Said Didu: Ini Cara Alihkan Kesalahan
Mantan staf khusus Menteri ESDM, Muhammad Said Didu, turut menanggapi pernyataan seorang pimpinan lembaga survei.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Claudia Noventa
Di mana ia membahas mengenai kesalahan hingga rekayasa sebuah survei demi kepentingan subyektif pelaku survei.
Berikut petikan pernyataan Said Didu dalam akun Twitternya.
• Teddy Gusnaidi Ungkap Sikap PKPI terkait Jokowi jika Uji Materi Presidential Threshold Dikabulkan
"22. #Survey. Terdapat 3 penyebab terjadinya bisa anatara hasil survey dg hasil perhitungan: 1) “perkayasaan” metode survey, 2) kesalahan metodologi yg tdk disengaja, dan 3) perubahan perilaku populasi yg sangat drastis setelah survey dilaksanakan.
23. #Survey. “Perkeyasaan” hasil survey dilakukan dg seakan ilmiah dg cara mengarahkan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan sampel yg dipilih untuk menguntungkan pihak yg “memesan” survey. Cara inilah yg murni KEBOHONGAN gunakan statistik sebagai alat.
24. #Survey. Bias jenis kedua bisa terjadi adalah kesalahan rancangan penelitian, rancangan pertanyaan, dan pengambilan sampel yang salah. Bias yg seperti ini disebut KEBODOHAN lembaga survey atau peneliti. Ini merugikan semua pihak.
25. #Survey. Bias jenis ketiga adalah terjadinya perubahan drastis prilaku populasi setelah dilakukan survey. Ini sangat mungkin terjadi. Jika ini terjadi maka surveyor harus membuka asumsi2 yg digunakan saat survey dilakukan apakah mmg terjadi perbedaan signifikan.
26. #Survey. Untuk menilai profesionalisme lembaga survey dilihat seberapa jauh kemampuan menghindari bias jenis 2 dan 3. Sedangkan KREDIBILITAS dilihat seberapa jauh surveyor atau peneliti untuk tidak melakukan rekayasa penelitian - bisa 1
27. #Survey. Setiap pengumuman hasil survey selalu disajikan : 1) jumlah sampel, 2) metode sampling, 3) hasil survey, 4) marjin error, 5) kata2 : jika pemilihan dilakukan hari ini maka hasilnya ...... inilah salah satu cara disclaimer lembaga survey.
28. #Survey. Semua pengumuman tersebut tdk bisa membuka apakah survey tersebut dilakukan secara obyektif atau krn pesanan atau tujuan subyektif krn survey yg direkayasa atau tidak metode statistiknya seakan sama saja - cuma beda dalam rancangan dan proses samplingnya.
29. #Survey. Dalam demokrasi kapitalis atau istilah saya #demokrasicukong, terdapat 4 faktor penentu kemenangan : 1) pemodal, 2) lembaga survey, 3) Media Massa, dan 4) pemilih. Pemilih bisa diarahkan lewat faktor 1, 2, 3 dan/atau lewat kekuasaan.
30. #Survey. Dengan posisi spt itu, banyak pihak yg bersedia membayar lembaga survey yg bisa direkayasa untuk digunakan sbg : 1) mencari cukong, 2) mengarahkan pemilih, 3) membangkitkan semangat tim, 4) “mengancam” penyelenggara agar sejarah dg hasil survey.
31. #Survey. Yang manjadi masalah utama adalah bhw tidak sedikit lembaga survey bertindak sebagai konsultan politik calon. Jika ini terjadi maka sangat sulit dipercaya bhw lembaga survey tsb bersifat obyektif dan netral.
32. #Survey. Jika ada lembaga survey lebih bangga mengumumkan kesesuaian perkiraan kemenangan calon hasil survey dg hasil perhitungan nyata maka dapat diduga bhw lembaga tersebut lbh berperan sebagai konsultan politik bertopeng lembaga survey.
33. #Survey. Hasil survey yg ramai dibicarakan setelah pilkada adalah perbedaan sangat jauh antara hasil survey lembaga survey sblm pilkada dengan hasil Quick count di Jawa Tengah dan Jawa Barat khusus by perolehan suara pasangan SS-IF (Jateng) dan pasangan Asyik (Jabar).
34. #Survey. Pembelaan para lembaga survey atas terjadinya SUPERBIAS adalah bhw terkaget dengan hasil tersebut. Sebagai lembaga dan peneliti profesional, alasan tersebut tidak cukup. Kalaupun ada perubahan prilaku dalam hitungan bbrp hari sblm pilkada hrs bisa dijelaskan.