Fadli Zon Sebut Ada 4 Cacat Serius di Perpres Gaji Pejabat BPIP yang Diteken oleh Jokowi, Apa Saja?
Menurutnya, tidak sepantasnya lembaga non-struktural seperti BPIP mendapat gaji melebihi gaji di lembaga-lembaga tinggi kenegaraan.
Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
TRIBUNWOW.COM - Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fadli Zon turut angkat bicara mengenai Perpres No 42 yang diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Diketahui, Perpres tersebut mengatur besaran gaji dan fasilitas yang diberikan negara kepada sejumlah pejabat di Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).
Perpres ini kemudian menuai kontroversi publik lantaran besaran gajinya yang dinilai fantastis.
Untuk ketua dewan pengarah dan anggota pengarah bahkan mencapai lebih dari Rp 100 juta.
Menurut Fadli Zon melalui akun Twitternya yang TribunWow.com kutip pada Senin (28/5/2018), dirinya sangat menyayangkan Perpres ini.
Menurutnya, tidak sepantasnya lembaga non-struktural seperti BPIP mendapat gaji melebihi gaji di lembaga-lembaga tinggi kenegaraan.
Ia pun menuding jika pemerintah menghambur-hamburkan uang melalui Perpres ini.
• Ferdinand Hutahaean: Pak Tjahjo Kumolo yang Terhormat, Hati-hati dengan Barang Bukti! Jujurlah
Berikut pernyataan Fadli Zon terkait gaji di BPIP.
"1) Terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) No. 42/2018 mengenai besaran gaji yg diterima para pejabat Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) menimbulkan pro dan kontra.
2) Menurut sy, tdk sepantasnya sebuah lembaga non-struktural seperti BPIP diberi standar gaji mirip BUMN, yang melebihi standar gaji di lembaga-lembaga tinggi kenegaraan.
3) Perpres itu menunjukkan betapa borosnya pihak Istana dlm mengelola anggaran, sekaligus membuktikan inkonsistensi mereka terhadap agenda reformasi birokrasi yg selama ini selalu didengung-dengungkan.
4) Di tengah keprihatinan perekonomian nasional, pemerintah malah menghambur-hamburkan anggaran untuk sebuah lembaga ad hoc.
5) Dalam catatan sy, setidaknya ada empat cacat serius yg terkandung dalam Perpres tsbt. Pertama, dari sisi logika manajemen.
6) Di lembaga manapun, baik di pemerintahan maupun swasta, gaji direksi atau eksekutif itu pasti selalu lebih besar daripada gaji komisaris, meskipun komisaris adlh wakil pemegang saham.
7) Beban kerja terbesar mmg adanya di direksi atau eksekutif. Nah, struktur gaji di BPIP ini menurut sy aneh.
Bagaimana bisa gaji ketua dewan pengarahnya lebih besar dari gaji kepala badannya sendiri? Dari mana modelnya?!
8) Dewan pengarah, sesuai dgn namanya, seharusnya lebih berupa anggota kehormatan, atau orang-orang yg dipinjam wibawanya saja.
Jadi, mereka seharusnya tak punya fungsi eksekutif sama sekali.
9) Aneh sekali jika mereka kemudian digaji lebih besar drpd pejabat eksekutif BPIP.
Lebih aneh lagi jika mereka semua tidak memberikan penolakan atas struktur gaji yg aneh ini!
10) Kedua, dari sisi etis. Lembaga ini bukan BUMN atau bank sentral yg bisa menghasilkan laba, sehingga gaji pengurusnya pantas dipatok ratusan juta.
11) Ini adlh lembaga non-struktural, kerjanya ad hoc, tapi knp kok standar gajinya bisa setinggi langit begitu?
Coba Anda bayangkan, gaji presiden, wakil presiden, menteri, dan pimpinan lembaga tinggi negara yg tanggung jawabnya lebih besar saja tdk sebesar itu.
12) Ketiga, dari sisi anggaran dan reformasi birokrasi.
Presiden @jokowi selalu bicara mengenai pentingnya efisiensi anggaran dan reformasi birokrasi.
13) Itu sebabnya, dlm kurun 2014-2017, ada 23 lembaga non struktural (LNS) berupa badan maupun komisi yg telah dibubarkan pemerintah, mulai dari Dewan Buku Nasional, Komisi Hukum Nasional, Badan Benih Nasional, hingga Badan Pengendalian Bimbingan Massal (Bimas).
14) Tapi, pada saat bersamaan, Presiden justru malah terus menambah lembaga non-struktural baru.
15) Sejak 2014 hingga kini, melalui bbgai Perpres, dalam catatan sy Presiden setidaknya telah meneken 9 lembaga non-struktural baru, seperti Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Komite Ekonomi Industri Nasional (KEIN), hingga BPIP ini.
16) Jumlahnya mmg hanya 9, tapi Anda bisa menghitung betapa mahalnya ongkos operasional lembaga-lembaga non-struktural baru yg dibikin Presiden @jokowi jika standar gaji pegawainya dibikin tak masuk akal begitu.
17) Dan keempat, dari sisi tata kelembagaan.
Kecenderungan Presiden untuk membuat lembaga baru setingkat kementerian seharusnya distop, krn bisa overlap dan menimbulkan bentrokan dgn lembaga-lembaga yg telah ada.
18) Dalam wacana mengenai penghidupan kembali Komando Operasi Gabungan (Koopsgab) TNI untuk menangani terorisme, misalnya, bukankah aneh jika Kepala KSP sangat dominan dlm mewacanakan hal-hal semacam itu.
19) Padahal itu adlh wilayah pertahanan dan keamanan di mana kita sudah punya Menteri Pertahanan dan juga Menko Polhukam di situ?
20) Mungkin krn yg bersangkutan merasa setingkat menteri, sehingga tak menyadari jika pernyataan-pernyataannya sudah offside terlalu jauh.
21) Jadi, menurut sy, Perpres No. 42/2018 seharusnya ditinjau kembali.
Jangan sampai cara pemerintah mendesain kelembagaan BPIP, menyusun personalia, dan kini mengatur gaji pejabatnya, justru melahirkan skeptisisme dan sinisme publik.
22) Itu kontra produktif terhadap misi pembinaan ideologi dan Pancasila itu sendiri.
Tak ada ruginya Perpres itu dicabut atau direvisi kembali. Perpres itu sudah melukai perasaan masyarakat yg kini sdg dihimpit kesulitan.
23) Dan jika ada keleluasan anggaran, saran saya, lebih baik pemerintah menggunakannya untuk meningkatkan kesejahteraan para pegawai honorer di lingkungan pemerintahan saja.
Mereka jauh lebih membutuhkannya drpd para bekas pejabat yg duduk di dlm BPIP," tulis Fadli Zon.
(TribunWow.com/Lailatun Niqmah)
• Inilah Besaran Gaji Pimpinan, Pejabat, dan Pegawai BPIP, Megawati hingga Mahfud di Atas Rp 100 Juta