Breaking News:

Bom di Surabaya

Revisi UU Antiterorisme 2 Tahun tak Rampung, Kadiv Advokasi Demokrat: Ini soal Rebutan Kuasa

Kadiv Advokasi dan Hukum Ferdinand Hutahaean turut menanggapi sejumlah tudingan, yang menyebut DPR lamban karena RUU Antiterorisme tak selesai.

Penulis: Lailatun Niqmah
Editor: Lailatun Niqmah
kolase/tribunwow
Ferdinand Hutahaen 

TRIBUNWOW.COM - Kadiv Advokasi dan Hukum Ferdinand Hutahaean turut menanggapi sejumlah tudingan, yang menyebut Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lamban karena revisi UU Antiterorisme tak kunjung selesai.

Pantauan TribunWow.com, hal tersebut disampaikan Ferdinand Hutahaean melalui akun Twitternya yang diunggah pada Senin (14/5/2018).

Awalnya, Ferdinand Hutahaean menyebut jika negara gagal dalam melindungi warganya, akibat insiden bom di Surabaya.

@LawanPoLitikJKW: Knp ya narasinya jd di seputar "Kami Tidak Takut" ?

Ini bukan soal takut tidak takut. Tapi soal negara yang wajib melindungi warganya. Kata GAGAL layak disematkan.

Semua ini imbas dr sikap pemerintah.

Jgn jd hilang tanggung jawab akibat narasi tak pantas.
#BomSurabaya

Gerindra Sebut Pemerintah yang Tunda RUU Antiterorisme karena Belum Sepakat soal Definisi Teroris

Postingan itu kemudian dikomentari oleh akun @korankampung yang menuding jika Demokrat punya peran dalam lambatnya pengesahan RUU Antiterorisme.

@korankampung: dan peran partai lu di pelambatan pembahasan RUU Teroris yah?

Menanggapi hal tersebut, Ferdinand Hutahaean lantas mengatakan jika bukan DPR yang tidak menuntaskan RUU ini, melainkan dari sisi pemerintah.

@LawanPoLitikJKW: Km kalau info kurang, baiknya cari info dulu biar ga asal njeplak.

Yg tdk tuntas itu dr pemerintah, bkn dr DPR.

Defenisi Terorisme sj dr pemerintah blm jelas krn rebutan.

Kamu dongok tp sok tau.

Ferdinand Hutahaean: Jokowi Perlu Evaluasi Posisi Ibu Megawati, Percuma UKP Dibentuk Jika tak Kerja

Postingan Ferdinand Hutahaean
Postingan Ferdinand Hutahaean (Capture/Twitter)

Lebih lanjut, Ferdinand Hutahaean juga mengatakan jika semua ini adalah persoalan rebuatan kekuasaan.

@LawanPoLitikJKW: Ada opini menyerang @DPR_RI seolah DPR menghambat pengesahan RUU Terorisme.

Di DPR, daftar inventaris masalah sdh selesai dibahas dan defenisi Terorisme sdh selesai.

Justru dr pihak pemerintah yg tdk kunjung tuntas ttg defenisi. Ini soal rebutan kuasa.

Menurut Ferdinand Hutahaean, dari tahun 2017, Pansus RUU Terorisme sudah rampung membahas DIM.

Sehingga konyol jika sekarang justru DPR oposisi yang diserang lantaran tak kunjung rampung.

@LawanPoLitikJKW: Dr tahun 2017, PANSUS RUU TERORISME sdh selesai membahas DIM.

Yg tdk tuntas itu dr pmrth, lantas knp DPR yg diserang dan konyolnya hanya menyerang partai yg tdk ada dlm barisan pemerintah?

Bukankah di DPR itu jg ada PDIP, Nasdem, Hanura PAN dan PKB?.

Postingan Ferdinand Hutahaean
Postingan Ferdinand Hutahaean (Capture/Twitter)

Diberitakan sebelumnya, Ketua DPR Bambang Soesatyo mengaku RUU tersebut tinggal disahkan oleh DPR setelah dibahas Panitia Kerja (Panja).

Bambang justru mendesak pemerintah untuk menyelesaikan RUU itu.

Bambang Soesatyo menerangkan sebenarnya revisi tersebut sudah hampir selesai, namun pemerintah yang masih menunda karena belum ada kesepakatan terkait definisi terorisme.

Sementara Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Antiterorisme Muhammad Syafi'i mengungkapkan bahwa dalam pembahasan tersebut terjadi perbedaan pendapat antara DPR dan Pemerintah terkait definisi terorisme.

"Kemarin kan seharusnya masa sidang ini tapi sesuatu yang baru yang kita inginkan dalam UU ini kan ada definisi. Nanti akan dibahas di masa sidang depan," ujar Syafi'i saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (26/4/2018) yang dikutip Kompas.com.

Syafi'i mengukapkan, dalam Pasal 1 angka 1 draf RUU Antiterorisme, DPR menginginkan definisi terorisme memasukkan unsur politik.

Artinya, seorang pelaku kejahatan bisa dikategorikan sebagai terorisme jika melakukan tindakan kejahatan yang merusak obyek vital strategis, menimbulkan ketakutan yang massif, untuk mencapai tujuan tertentu utamanya di bidang politik.

Selain itu, pelaku juga harus dibuktikan memiliki atau terlibat dalam suatu jaringan kelompok teroris. Sementara, kata Syafi'i, pihak pemerintah memandang tak perlu ada unsur politik dalam definisi terorisme.

"Redaksional yang mereka (pemerintah) sajikan itu hanya untuk tindak pidana biasa, mereka yang melakukan kejahatan dengan maksud menimbulkam ketakutan yang massif, korban yang massal dan merusak obyek vital yang strategis. Ini kan tindak pidana biasa," kata Syafi'i.

Harusnya dengan motif politik yang bisa mengganggu keamanan negara misalnya. Nah itu baru bisa disebut teroris. Mereka enggak sepakat dengan itu," ucap Syafi'i.

Syafi'i menuturkan pihaknya tak sepakat jika tak ada unsur politik dalam definisi terorisme.

Hal itu lantaran, jika tak ada definisi yang ketat terkait terorisme, ia khawatir penegak hukum akan mudah untuk mengkategorikan tindak pidana biasa sebagai kejahatan terorisme.

"Saya melihat ada semacam keinginan perluasan untuk menetapkan siapa saja bisa dianggap teroris. Ada gerakan apa di balik ini semua, sehingga pemerintah ingin banyak orang bisa dituduh teroris," ujarnya.

Sementara itu, Presiden Jokowi telah meminta DPR untuk segera merampungkan RUU ini.

Jika tidak, dirinya akan membuat Perppu Antiterorisme.

Jokowi pun memberi tenggat waktu hingga Juni, saat akhir sidang. (TribunWow.com/Lailatun Niqmah)

Denny Siregar: DPR Mandul, Pak Jokowi Segera Keluarkan Perppu Antiterorisme, Kami Butuh Keamanan

Sumber: TribunWow.com
Tags:
TerorisFerdinand HutahaeanTwitterBom Surabaya
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved