Ferdinand Hutahaen Sebut Pemerintah Ugal-ugalan Menumpuk Utang, tapi Ekonomi Merosot
Kadiv Advokasi dan Hukum Partai Demokrat Ferdinand Hutahaen menyebut Pemerintah sekarang ugal-ugalan menumpuk utang.
Penulis: Ekarista Rahmawati Putri
Editor: Ekarista Rahmawati Putri
3. Gus Dur (Rp 1.491 triliun dengan rasio utang 77,2 persen) tahun 2001.
4. Megawati (Rp 1.298 triliun dengan rasio utang 56,6 persen) tahun 2004.
5. SBY (Rp 2.608,8 dengan rasio utang 24,7 persen) tahun 2014.
6. Jokowi (Rp 4.777,24 triliun dengan rasio utang 34 persen) tahun 2017.
Meski pertambahan utang di era Jokowi cukup tinggi, namun sebenarnya tingginya utang era Jokowi tak akan mengancam stabilitas ekonomi Indonesia.
Hal tersebut disebutkan oleh Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang mengatakan jika utang tidak akan mengancam stabilitas Indonesia.
Menurut Kemenkeu, rasio utang Indonesia per Februari 2018 sebesar 29,2 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Hal itu menunjukkan apabila jumlah utang tersebut masih dalam batas aman, yang diperbolehkan UU No. 17 Tahun 2003 sebesar 60 persen dari PDB.
Kemenkeu juga mengungkapkan jika tiga lembaga pemeringkat di dunia Fitch, S&P dan Moody's menilai bahwa perekonomian Indonesia saat ini sehat.
• Jadi Pemberitaan Media Internasional, Jokowi Disebut Butuh Uang dari China untuk Menangkan Suara
Diketahui, utang tersebut berdasarkan undang-undang masih tergolong dalam batas wajar.
Dalam Pasal 12 ayat 3 UU No 17 Tahun 2003 tetang Keuangan Negara menyebutkan bahwa defisit anggaran dibatasi maksimal sebesar 3% dan utang maksimal 60% dari PDB.
Meski masih wajar, utang yang menumpuk membuat Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Riza Annisa Pujarama angkat bicara.
Hal itu karena suku bunga utang pemerintah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Dikutip dari Kontan, menurutnya, tingkat beban pembayaran utang sudah sangat tinggi.
"Namun, suku bunga utang pemerintah lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat beban pembayaran kewajiban utang sudah sangat tinggi.
Konsekuensinya justru semakin menggaruk kemampuan ruang fiskal pemerintah guna mendorong stimulus fiskal.
Apalagi jika tax ratio justru semakin menurun," kata Riza. (TribunWow.com/Ekarista R.P)