Tak Disangka Plat Kendaraan Bermotor Awalnya Pernah Terbuat dari Kulit dan Kedelai
Pelat nomor muncul saat transisi dari kendaraan berkuda dan bermotor sekitar 1890 - 1910.
Editor: Galih Pangestu Jati
Baris kedua menunjukkan bulan dan tahun masa berlaku.
Nomor itu ditentukan harus dibuat di atas pelat alumunium setebal 1 mm.
Ukuran pelat nomor untuk ranmor roda dua adalah 250 x 105 mm, sedangkan roda empat atau lebih adalah 395 x 135 mm.
Nomor polisi dan angka masa berlaku dibatasi oleh garis selebar 5 mm.
Pada sudut kanan atas dan kiri bawah terdapat tanda khusus cetakan lambang polisi lalu lintas.
Sedangkan di sisi kanan dan kiri tercetak tanda khusus Ditlantas Polri, menunjukkan hak paten pembuatan TNKB.
Untuk membedakan peruntukannya, ranmor milik pribadi yang bukan untuk umum atau sewa diberi warna dasar hitam dan tulisan putih.
Ranmor umum warna dasar kuning dengan tulisan hitam.
Sedang ranmor milik pemerintah warna dasar merah dan tulisan putih.
Sementara ranmor korps diplomatik negara asing warna dasar putih tulisan hitam.
Angka nomor polisi diberikan sesuai nomor urut pendaftaran di Kantor Bersama Samsat (Sistem Administrasi Manunggal di bawah Satu Atap).
Terdiri dari 1 - 4 angka, nomor ditaruh setelah kode wilayah.
Kendaraan penumpang mendapat angka 1 - 1999, sepeda motor (2000 - 6999), bus (7000 - 7999), kendaraan beban (8000 - 9999).
Bila nomor urut pendaftaran telah habis dipakai, maka ranmor berikutnya kembali ke nomor awal, tetapi diberi tanda pengenal huruf seri A - Z di belakang angka pendaftaran.
Seandainya huruf seri ini habis pula dipakai, maka digunakan dua huruf seri.
Khusus DKI Jakarta, bisa digunakan tiga huruf seri.
Hal ini tampak pada sepeda motor, yang setiap hari jumlahnya terus bertambah. (*)
Berita ini telah diterbitkan oleh Intisari dengan judul "Bukan dari Seng, Dulu Pelat Nomor Terbuat dari Porselen, Keramik, Hingga Kedele"