Anas Urbaningrum Tantang Nazaruddin Bersumpah Mubahalah "Sumpah Kutukan dalam Islam"
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menantang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin untuk bersumpah mubahalah.
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum menantang mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin untuk bersumpah mubahalah.
Pasalnya Nazaruddin menyebut bahwa Anas terlibat dalam kasus dugaan korupsi e-KTP.
Anas pun mengaku merasa kesal lantaran terus-menerus diberitakan terlibat korupsi proyek pengadaan e-KTP.
Hal itu diungkapkan oleh Anas ketika bersaksi untuk terdakwa Andi Agustinus alias Andi Narogong di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (23/11/2017).
"Lama-lama saya capek juga jadi berita di TV, di online. Kalau berkenan, siapapun yang menuduh saya dalam proses ini, saya minta sumpah kutukan, sumpah mubahalah," kata Anas kepada majelis hakim dikutip dari Kompas.com.

Nazaruddin Siap Bantu KPK Ungkap Keterlibatan Setya Novanto dalam Proyek E-KTP
Diketahui, sumpah mubahalah adalah sumpah yang berarti saling melaknat.
Diketahui, sumpah mubahalah, adalah sumpah yang berarti saling melaknat.
"Mubahalah itu sumpah saling melaknat, yang salah akan mendapat laknat," ujar seorang aktivis Nahdlatul Ulama (NU), Solikul Hadi ketika dihubungi TribunWow.com lewat pesan singkat.
Solikul mengungkapkan, sumpah tersebut kerap dilontarkan untuk membuktikan sebuah kebenaran antara pihak yang bertikai atau berbeda pendapat.
Ia menambahkan, sumpah mubahalah itu adalah sumpah atas nama Tuhan selaku dzat tertinggi yang memberikan putusan sebagaimana sumpah tersebut terucap.
"Misal, si pengucap sumpah ingin pihak yang salah itu meninggal mendapat laknat, maka seperti itulah yang akan didapatkannya," ujar Solikul.
Anas minta hakim tak langsung percaya kepada Nazaruddin
Selain menantang Nazaruddin bersumpah mubahalah, Anas juga meminta kepada majelis hakim tak langsung memercayai apa yang disampaikan Nazaruddin.
Ia menambahkan, keterangan dari Nazaruddin perlu dibandingkan dengan bukti-bukti otentik.