Ini Langkah yang Diambil KPK untuk Membuktikan Korupsi Setya Novanto
Sejumlah pihak menyerukan KPK segera mempercepat proses pemberkasan kasus Setya Novanto, tapi KPK memilih cara ini. Sudah benarkah?
Editor: Fachri Sakti Nugroho
TRIBUNWOW.COM - Sejumlah pihak telah menyerukan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mempercepat proses pemberkasan kasus dugaan korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto sebagai tersangka.
Seruan ini santer diderukan kepada KPK guna menghindari adanya kemungkinan tersangka menang melawan KPK di praperadilan.
Meski demikian, KPK memilih tidak tergesa-gesa dalam menyusun berkas perkara untuk 'menyeret' Setya Novanto ke pengadilan.
Hal itu disampaikan oleh juru bicara KPK, Febri Diansyah.
"Kita belum bicara soal upaya untuk mempercepat, karena yang dilakukan oleh penyidik itu kami sesuaikan saja dengan hukum acara yang berlaku," kata Febri, saat dimintai tanggapannya, di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Febri menambahkan, penyidik membutuhkan pemeriksaan atau penguatan bukti dalam kasus ini.
Sehingga KPK kini lebih memprioritaskan penguatan bukti tersebut.
"Karena kekuatan bukti yang akan dibawa nanti pada proses persidangan, proses pengujian secara substansi itu menjadi hal yang paling penting diperhatikan," ujar Febri.
Mendekam di Rutan KPK, Begini Kesan yang Diungkapkan Setya Novanto

Gugurkan praperadilan
Permintaan agar KPK untuk mempercepat proses pemberkasan kasus Setya Novanto pernah diungkapkan pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar.
Menurut Abdul, setelah selesai pemberkasan, KPK harus segera melimpahkannya ke pengadilan.
"KPK harus segera melakukan pemberkasan. Karena ke depannya kan masih ada praperadilan," ujar Abdul dalam sebuah diskusi di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (18/11/2017).
Abdul menambahkan, pelimpahan berkas perkara diperlukan agar KPK tidak lagi menelan kekalahan seperti di sidang praperadilan sebelumnya.
Diketahui salah satu faktor penyebab kemenangan Novanto adalah berkas perkara yang belum diselesaikan KPK.
Di sisi lain, menurut Abdul, jika berkas perkara telah selesai dan dilimpahkan ke pengadilan maka gugatan praperadilan Novanto secara otomatis gugur.
"Kalau pemberkasan masuk ke pengadilan otomatis praperadilan akan gugur," kata Abdul.
Setelah Kecelakaan yang Dialami Setya Novanto, Kini Muncul Bakpao Bermerek SN, Lihat Harganya!

Langkah KPK sudah tepat
Di sisi lain, Ahli Hukum Pidana Universitas Gajah Mada Edward Omar Sharif menilai langkah KPK untuk tidak tergesa-gesa dalam mempercepat proses pemberkasan perkara Setya Novanto dinilai sudah tepat.
"Saya setuju dengan KPK artinya dia sudah menetapkan orang sebagai tersangka tentunya dia punya bukti yang cukup. Oleh karena itu, saya kira dia harus fokus untuk mempertahankan bukti itu dalam rangka membuktikan keterlibatkan Novanto di dalam kasus tersebut," kata Edward, saat dihubungi Kompas.com, Rabu (22/11/2017).
Dia mengakui, dalam Pasal 82 ayat 1 KUHAP salah satu poinnya mengatur tentang perkara praperadilan dinyatakan gugur saat telah digelar sidang pertama terhadap perkara pokok.
Pasal 82 ayat (1) huruf d KUHAP menyatakan bahwa “permohonan perkara praperadilan (yang belum diputus) gugur, pada saat perkara pidana pokok sudah mulai diperiksa oleh pengadilan”.
Namun, Edward menyatakan agar KPK menghadapi saja praperadilan melawan Novanto.
"Jadi saya kira (KPK) hadapi saja praperadilan tanggal 30 november. Itu sebetulnya kalau KPK tidak hadir saja tidak masalah kok itu, nanti kan ditunda 2 minggu lagi, mereka (KPK) sudah P21 (melengkapi berkas). Kalau sudah P21 sudah selesai, tidak bisa lagi praperadilan," ujar Edward.
Edward optimis KPK bisa menang melawan Novanto di praperadilan.
"Karena ini cukup kuat buktinya," ujar dia.

Untuk diketahui, sidang praperadilan Novanto melawan KPK akan digelar pada 30 November 2017 mendatang.
Setya Novanto sebelumnya sempat ditetapkan sebagai tersangka.
Namun status tersangkanya digugurkan karena Setya Novanto menang di praperadilan.
Seta Novanto kembali ditetapkan sebagai tersangka pada 10 November 2017.
Kini politisi Golkar tersebut juga akan melakukan pembelaan hukum lewat praperadilan untuk yang kedua kalinya. (*)