Benarkah Mengeluarkan Pelaku Bullying dari Sekolah Cara yang Tepat?
Dunia pendidikan tanah air mendadak ramai oleh beredarnya video bullying yang dilakukan oleh sekelompok siswi SD dan SMP
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
TRIBUNWOW.COM - Tahun ajaran baru sekolah baru saja dimulai.
Sayangnya, dunia pendidikan tanah air mendadak ramai oleh beredarnya video bullying yang dilakukan oleh sekelompok siswi SD dan SMP di pusat perbelanjaan.
Miris melihat anak-anak yang relatif belia itu melakukan kekerasan kepada temannya.
Unggah Foto Merokok di Kelas Saat Ada Guru, Siswa SMA Ini Tuai Hujatan dari Netizen!
Kasus tersebut mereda setelah Suku Dinas Pendidikan Wilayah I Jakata Pusat mengeluarkan sembilan siswa SD dan SMP yang terkait aksi perundungan itu dari sekolah.
Kartu Jakarta Pintar yang mereka miliki juga dicabut.
Setelah Menikah dan Jadi WNA, Begini 7 Potret Kehidupan Mey Chan Duo Maia! No.7 Semoga Disegerakan
Meski demikian, sejumlah pihak menilai bahwa hukuman yang diberikan itu belum tentu bisa memberikan efek jera pada pelakubullying.
Psikolog Muhammad Iqbal menilai, mengeluarkan pelaku bullying dari sekolah merupakan tindakan yang tidak mendidik anak untuk memperbaiki perilaku mereka yang keliru.
Bahkan, menurut dia sanksi tersebut kurang memberi efek jera bagi pelaku yang berasal dari kelompok ekonomi mampu.
Sebab, bisa jadi mereka merasa tenang-tenang saja dikeluarkan dari sekolah, karena menganggap selama masih ada uang pasti akan mendapatkan sekolah lagi.
Berbeda halnya jika anak pelaku bullying tersebut berasal dari keluarga tidak mampu.
"Kasihan sekali. Kalau anak miskin dikeluarkan dari sekolah, sementara dia sangat membutuhkan pendidikan. Itu akan menjadi masalah baru," ucap Iqbal kepada Kompas.com (22/7/2017).
Menurut Iqbal, seharusnya ada tahapan berjenjang dari pihak sekolah bersangkutan dalam pemberian sanksi kepada anak didiknya yang menjadi pelaku bullying.
"Yang harus dilakukan, pelaku dipanggil, diminta klarifikasi, diminta meminta maaf. Mengajarkan kepada anak didik untuk meminta maaf jika berbuat kesalahan. Orang hukum saja ada proses pengadilan kok. Masa sekolah tidak ada proses?" tambah Dekan Fakultas Psikologi Universitas Mercubuana ini.