Breaking News:

Marak Kasus Remaja Putri Kabur Bersama Kekasihnya, Begini Kajian Psikologis hingga Cara Mencegahnya

Marak kejadian tersebut, menurut Ika dari Yayasan Pulih Jakarta, kejadian remaja putri kabur karena faktor-faktor ini.

Penulis: Tinwarotul Fatonah
Editor: Tinwarotul Fatonah
NET
Ilustrasi 

TRIBUNWOW.COM - Pergaulan zaman sekarang yang semakin bebas membuat kasus-kasus di kalangan remaja bermunculan.

Misalnya yang membuat hati miris adalah kasus remaja putri yang rela kabur dari rumah bersama kekasihnya.

Lebih menampar lagi, ketika kabur mereka tak ragu untuk melakukan hal terlarang seperti berhubungan badan di luar ikatan pernikahan.

Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi pada gadis yang masih berstatus siswi SMA berinisial AS (17) tahun.

Menghilang Sepekan, Siswi SMA Ditemukan Asyik Bercinta Bersama Kekasihnya

Ia kabur dari rumah bersama kekasihnya ADP (18).

Berdasar pengakuan keduanya, saat sepekan AS berada di rumah ADP mereka beberapa kali berhubungan layaknya suami istri.

Tak hanya kasus AS dan ADP, beberapa waktu lalu, remaja berusia 13 tahun juga kabur bersama kekasihnya, yang merupakan mantan pembantu ayahnya.

Remaja itu masih berstatus kelas VII SMP, sementara pria yang membawa kabur bernama Supriadi (28).

Kedua remaja itu kabur dari rumah memiliki motif yang serupa, yakni tidak disetujui oleh orangtuanya.

Marak kejadian tersebut, menurut Ika dari Yayasan Pulih Jakarta, kejadian remaja putri kabur satu faktornya karena mereka marasa tidak nyaman dengan kondisi rumah.

Waspada Modus Penculikan Anak Terbaru, Begini Cara Menghindarinya!

"Remaja biasanya pergi dari rumah karena ingin menghindari hal tertentu yang membuatnya tidak nyaman atas perlakuan orangtuanya," jelasnya pada TribunWow.com melalui pesan singkat, Selasa (11/7/2017).

Faktor usia remaja 12-17 tahun yang tergolong masih labil juga menjadi faktor, karena masih gampang terpengaruh.

Ditambah adanya 'generation gap' yang mempengaruhi cara pikir dan komunikasi antara anak dan orangtua.

"Miskom (miss komunikasi) antara orangtua dan anak itu banyak terjadi sehingga anak merasa tidak dipahami, begitu pula orangtunya juga frustasi," paparnya.

Kondisi demikian yang membuat remaja menjari orang lain, untuk menjadi lawan bicara yang dianggap 'nyambung' dan memahaminya.

Hal itu yang akan menjadi sumber afeksi baru bagi remaja sehingga orang itu dianggap lebih segala-galanya daripada orangtua.

Terus bagaimana untuk mencegahnya?

Lanjut Ika, perlu menciptakan hubungan kedekatan dengan anak sejak dini agar anak selalu nyaman dengan orangtua.

Stop Cium Anak pada Bibir, Ini Bahayanya!

"Kedekatan relasi dan emosional baik dijalin sedini mungkin, bukan hanya pada fase remaja saja, tapi sejak awal jalin keterbukaaan dan kedekatan emosi," jelasnya.

Menurutnya, komunikasi harus terjalin dua arah dan upayakan memahami dari sudut pandang anak banyak refleksi pengalaman pribadi orangtua ketika seusianya. (TribunWow.com/Tinwarotul Fatonah)

Sumber: TribunWow.com
Tags:
Yayasan Pulih JakartaTribunWow.comgeneration gap
Berita Terkait
ANDA MUNGKIN MENYUKAI
AA

BERITA TERKINI

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved