Tulus Main Bareng 'Boneka' Dalam Video Manusia Kuat, Ternyata Begini Cerita di Baliknya
Tulus merilis video klip single terbarunya yang berjudul Manusia Kuat pada Kamis (27/4/2017)
Penulis: Natalia Bulan Retno Palupi
Editor: Maya Nirmala Tyas Lalita
Sosok anak-anak tersebut merupakan lambang harapan, kebebasan, dan masa depan.
Tentunya penampilan Papermoon Puppet Theatre ini menjadi perhatian khusus karena unik dan mungkin asing bagi orang-orang yang awam dengan seni teater boneka ini.
Dilansir dari laman milik Papermoon Puppet Theatre, papermoonpuppet.com pada Kamis (27/4/2017), kelompok seniman berawal dari studio seni rupa dan seni pertunjukan untuk anak-anak dan mengalami perubahan format pada tahun 2008.

Maria Tri Sulistyani, selaku Artistic Director dan penggagas dari Papermoon Puppet mengatakan bahwa dirinya selalu memiliki ketertarikan besar pada seni rupa, seni pertunjukan, dan pendidikan.
Ia akhirnya mengetahui bahwa sebuah teater boneka merupakan media yang tepat untuk berkomunikasi dengan penonton.
Ia melihat bahwa menggunakan boneka, orang dewasa dan anak-anak cenderung lebih reseptif, santai, dan terbuka untuk menerima sesuatu.
Maria merasa ini adalah metode yang ia ingin jelajahi sepenuhnya karena ada banyak hal yang bisa diceritakan melalui wayang. Yang menarik adalah, banyak orang yang masih percaya bahwa sebuah wayang bisa menceritakan sebuah cerita.
Ia juga mengatakan bahwa proyek Papermoon ini terinspirasi oleh banyak hal. Terutama oleh semua orang yang percaya bahwa mimpi bisa diwujudkan melalui kerja keras dan usaha, oleh sebab itu Maria memulai membangun Papermoon Puppet Theatre.
Papermoon Puppet Theatre adalah jenis pertunjukan seni baru yang memadukan seni dan teater dalam satu pertunjukan.
Dengan menggunakan media eksperimental, Papermoon menjangkau khayalak yang lebih luas dengan tidak hanya mengeksplorasi tema yang dalam dan kontroversial, tetapi juga menggambarkan masalah yang dihadapi anak-anak dan orang dewasa dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Papermoon Puppet Theatre didirikan pada tahun 2006 di Jogjakarta sebagai tempat seni untuk menumbuhkan minat generasi muda di dunia seni.
Mereka juga mengejutkan publik pada awal 2008 dengan performance bertajuk 'Noda Lelaki di Dada Mona (A Man’s Stain in Mona’s Chest)', pertunjukan wayang yang ditujukan untuk orang dewasa saja.
Para penonton kala itu tidak memperkirakan bahwa mereka menonton pertunjukan wayang yang bertopik serius, politis, dan seks.
Dan acaranya saat itu sukses dan membuat Papermoon Puppet Theatre ketagihan untuk terus melahirkan karya-karya baru.
Karya paling menyedihkan yang pernah ditampilkan Papermoon adalah performance bertajuk 'Mwarthirika', yang menggali kisah-kisah gelam dalam sejarah Indonesia pada tahun 1965.