Kasus Korupsi EKTP
Sidang Perdana Kasus E-KTP, Tak Pertimbangkan Dampak Politik dan Tak Ada yang Kebal Hukum
Sidang perdana perkara E-KTP digelar, Kamis (9/3/2017) di Pengadilan Tipikor Jakarta. Sidang tersebut digelar di Ruang Sidang Kusuma Atmadja I.
Penulis: Fachri Sakti Nugroho
Editor: Galih Pangestu Jati
TRIBUNWOW.COM - Sidang perdana perkara E-KTP digelar, Kamis (9/3/2017) di Pengadilan Tipikor Jakarta.
Sidang yang digelar di Ruang Sidang Kusuma Atmadja I ini cukup menyita perhatian publik lantaran menyangkut nama-nama besar sejumlah tokoh politik tanah air.
Dalam sidang perdana ini, Hakim Jhon Halasan Butar-Butar ditunjuk sebagai pemimpin sidang.
Baca: Setelah Perang di Media Sosial dengan Ari Wibowo, Ahmad Dhani Sindir dengan Sajak Sang Penista
Dalam sidang tersebut, Jhon Halasan akan didampingi hakim anggota I, Frangky Tumbuwan, hakim anggota II, Emilia Djajasubagja, hakim anggota III, Anwar, dan hakim anggota IV, Anshori.
Selama dua tahun terakhir, Jhon dipercaya memimpin sidang bertensi ‘panas’.
Di antaranya kasus korupsi dalam pelaksanaan pekerjaan Detail Engineering Design (DED) Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Provinsi Papua dan memvonis mantan Kepala Sub Direktorat Kasasi Perdata pada Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Perdata, Badan Peradilan Umum, Mahkamah Agung (MA) Andri Tristianto Sutrisna karena melakukan dua tindak pidana korupsi.
Baca: Sidang Perceraian Ustaz Al Habsyi Dipenuhi Air Mata, Pengunjung Malah Salah Fokus!
Jhon juga terdaftar sebagai anggota majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang menjatuhkan hukuman kepada Rohadi.
Sebelumnya, Rohadi yang bertugas sebagai panitera pengganti Pengadilan Negeri Jakarta Utara tersandung suap sebesar Rp250 juta.
Suap tersebut diduga untuk permintaan susunan majelis hakim dalam perkara Saipul Jamil.
Tak Pertimbangkan Dampak Politik
Sejumlah nama-nama besar yang tersangkut kasus korupsi tersebut tidak akan ada yang kebal hukum.
Hal itu ditegaskan oleh Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada awak media.
Ia mengatakan, KPK akan tetap berpegang pada proses hukum.
Baca: Fakta Mengejutkan Remaja Mesum di Kamar Pas dari Identitas Pelaku hingga Bukan Aksi Pertama
KPK juga tidak mempertimbangkan dampak politik atau serangan balik dari pihak tertentu tambahnya.
"Untuk dampak politik, kami tentu tidak menghitung itu. Karena fokus KPK adalah menangani kasus di jalur hukum," kata Febri di gedung KPK, Jakarta, Rabu (8/3/2017) seperti yang dikutip dari Tribunnews.com.
Febri melanjutkan bahwa tidak semua nama yang disebut merupakan pelaku korupsi dalam kasus e-KTP.
"Tentu tidak terhindarkan penyebutan nama pihak tertentu dan perannya masing-masing. Meskipun belum tentu semuanya merupakan pelaku dalam perkara ini," ucap Febri.
Febri mengungkapkan bahwa secara umum, dua orang terdakwa, Irman dan Sugiharto diduga bersama-sama dengan pihak lain dalam melakukan dugaan korupsi.
Baca: Peringatan Hari Wanita Sedunia, Ahok dan Sandiaga Uno Bikin Netizen Iri
Pihak lain yang dimaksudkannya bisa berasal dari kementerian maupun legislatif.
"Kami urai juga ada pertemuan dengan pihak tertentu yang bahas proyek e-KTP meskipun belum masuk pembahasan formal. Kami berjalan di jalur hukum dan ekses politik dan segala macam itu kami harap patuh dan tempatkan hukum pada posisi pertama," ujar Febri.
Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka yakni, Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
Tak Ada yang Kebal Hukum
Febri mengatakan, Irman dan Sugiharto sudah mengembalikan uang yang diterima ke KPK.
Selain mengembalikan uang, keduanya juga sudah mengajukan diri menjadi justice collaborator (JC).
Pengajuan diri sebagai JC menjadi faktor yang meringankan kedua terdakwa di persidangan nanti.
Baca: Parlemen Israel Sepakati Pembatasan Suara Azan dari Masjid
Namun, KPK belum memutuskan menolak atau menerima JC tersebut lantaran mempertimbangkan konsistensi keduanya di persidangan.
"Jadi mereka (Irman dan Sugiharto) termasuk dari 14 orang sudah mengembalikan uang dalam perkara ini. Kami berharap terdakwa dan saksi lain konsisten dengan keterangannya di persidangan. Kami akan lihat lebih jauh konsistensi para terdakwa ini dan saksi-saksi lain," kata Febri.
Salah satu syarat sebagai justice collaborator adalah mengakui kesalahan dan membuka informasi seluas-luasnya kepada penyidik.
Mereka pun telah mengungkap hal tersebut kepada penyidik.
Baca: Mahfud MD Mention Ganjar Pranowo Setelah Kicauan Dalil Soal Korupsi
Dalam perkara ini, Irman merupakan Kuasa Pengguna Anggaran, sedangkan Sugiharto adalah pejabat pembuat komitmen di pengadaan proyek e-KTP.
Pada proyek senilai Rp5,9 triliun ini, Irman diduga menerima uang Rp3 miliar.
Sementara itu, Sugiharto mendapat Rp400 juta.
Perkara E-KTP ini diduga menjadi korupsi berjamaah di kalangan anggota Dewan Perwakilan Rakyat RI, lembaga eksekutif, dan perusahaan swasta.
Baca: Korea Utara Larang Warga Malaysia Keluar dari Negaranya, Hubungan Dua Negara Makin Memanas!
Tercatat 40 orang disebut menerima guyuran duit suap proyek e-KTP tersebut.
Semua nama 40 orang tersebut tercantum dalam surat dakwaan dan akan dibacakan dalam sidang kali ini.
Sebanyak 14 orang yang di antaranya merupakan anggota dan mantan anggota DPR yang telah mengembalikan uang pemulusan pengadaan proyek e-KTP.
Dari 14 orang tersebut, telah terkumpul uang sekitar Rp30 miliar. (Tribunews.com/Tribunwow.com/Fachri Sakti Nugroho)