Kasus Korupsi EKTP
Ironi Masa Lalu Gamawan Fauzi, Ketika Penerima Award Perangi Korupsi Diduda Terlibat Korupsi
Catatan 'masa lalu' Gamawan Fauzi mengejutkan. Ada beberapa fakta yang bertolak belakang dengan kondisi sekarang, bila tudingan Jaksa KPK benar.
Penulis: Rimawan Prasetiyo
Editor: Rimawan Prasetiyo
TRIBUNWOW.COM, JAKARTA - Catatan 'masa lalu' Gamawan Fauzi mengejutkan. Ada beberapa fakta yang bertolak belakang dengan kondisi sekarang, bila tudingan Jaksa KPK benar, Kamis (9/3/2017).
Seperti diketahui beberapa saat lalu mantan Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi diduga terlibat dalam kasus korupsi EKTP (Kartu Tanda Penduduk Elektronik).
Mengutip Kompas.com, dalam proyek EKTP senilai Rp 5,9 triliun tersebut, Gamawan diduga menerima sebesar 4.5 juta dollar AS, atau lebih dari Rp 60 miliar.
Baca: Ganjar Jawab Kicauan Mahfud MD soal Dugaan Keterlibatan Korupsi E-KTP
Hal ini disampaikan oleh Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap dua terdakwa mantan pejabat di Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto.
Tudingan ini tentu saja mengejutkan mengingat nama Gamawan Fauzi di masa lalu sangatlah bersih.
Dr H Gamawan Fauzi SH MM merupakan birokrat dan politikus Indonesia yang meraih beberapa penghargaan yang prestisius.
Catatan Wikipedia mengungkap saat Gamawan saat menjabat Mendagri Gamawan Fauzi Raih Penghargaan Perhumas Gamawan Fauzi dikenal dengan konsep Good, Clean and Efficient Governance-nya (baik, bersih dan tata kelola pemerintahan yang efektif).
Baca: Jelang Ledakan Kasus E-KTP, Muncul Usulan Revisi UU KPK, Ini Kata Pengamat
Lebih mengejutkan lagi Gamawan menerima Bung Hatta Award atas keberhasilannya memerangi korupsi pada saat menjadi Bupati di Kabupaten Solok.
Hal ini bertolak belakang dengan tudingan Jaksa KPK saat ini.
"Selain memperkaya diri sendiri, kedua terdakwa juga memperkaya orang lain dan korporasi," ujar jaksa KPK, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (9/3/2017).
Menurut Kompas.com kasus ini bermula pada November 2009, saat Gamawan Fauzi selaku Mendagri mengirimkan surat kepada Menteri Keuangan dan Badan Perencanaan Pembagunan Nasional (Bappenas), terkait usulan pembiayaan proyek EKTP.
Baca: Namanya Beredar di Daftar Terkait Kasus Korupsi e-KTP, Ini Jawaban Ahok
Proyek EKTP tersebut kemudian dibahas dalam rapat kerja dan rapat dengar pendapat di Komisi II DPR.
Selanjutnya, pada Mei 2010, sebelum dilakukan rapat dengar pendapat, Irman melakukan pertemuan dengan Sekretaris Jenderal Kemendagri Diah Anggraini dan Gamawan Fauzi.
Selain itu, dengan anggota Komisi II Chaeruman Harahap, Ganjar Pranowo, Taufik Efendi, Teguh Djuwarno, Ignatius Mulyono, Mustoko Weni, dan Arief Wibowo.
Pertemuan juga dihadiri oleh Muhammad Nazaruddin dan pengusaha Andi Narogong.
Baca: Bantahan 5 Tokoh yang Diduga Terkait Kasus Korupsi E-KTP
Dalam pertemuan itu, Mustoko Weni menyampaikan bahwa Andi akan menjadi pengusaha yang mengerjakan proyek EKTP.
Mustoko juga menjamin Andi akan memberikan sejumlah fee kepada anggota DPR dan pejabat di Kemendagri.
Dalam proyek EKTP, Gamawan juga menetapkan Konsorsium Perusahaan Umum Percetakan Negara Republik Indonesia (Perum PNRI) sebagai pemenang lelang.
Penetapan itu atas usulan Sugiharto.
Gamawan juga mengajukan permohonan penambahan anggaran, karena Konsorsium PNRI belum dapat menyelesaikan target pekerjaannya.
Baca: KPK Bongkar Nama-nama Tokoh Besar Terlibat Kasus E-KTP
Usulan itu ditindaklanjuti dengan rapat pembahasan anggaran antara Kemendagri dan Komisi II DPR.
Pada Maret 2011, Andi Narogong memberikan uang kepada Gamawan melalui Afdal Noverman sejumlah 2 juta dollar AS.
Tujuannya, agar pelelangan pekerjaan proyek EKTP tidak dibatalkan oleh Gamawan Fauzi.
Pada Juni 2011, Andi kembali memberikan uang pada Gamawan melalui adiknya, Azmin Aulia, sejumlah 2,5 juta dollar AS.
Baca: Terkait Dugaan Korupsi E-KTP, Budiman, Ahok, dan Setya Novanto Angkat Bicara
Pemberian uang bertujuan untuk memperlancar proses penetapan pemenang lelang.
Selain itu, sebagian uang yang diperoleh Irman juga diberikan kepada Gamawan, yakni sebesar Rp 50 juta.
Pemberian dilakukan saat kunjungan kerja di Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan Papua. (TribunWow.com/Rimawan Prasetiyo/Kompas.com/Abba Gabrillin)