Opini
Lagu Bagimu Negeri yang Mendadak Musyrik Setelah 75 Tahun
"Saya dan teman-teman menolak lagu Bagimu Negeri," katanya saat berbicara di satu podium di Jakarta, beberapa hari lalu.
Editor: Mohamad Yoenus
TRIBUNWOW.COM, SOLO -- Taufik Ismail mendadak ramai diperbincangkan. Bukan lantaran menangis tersedu-sedu di atas panggung saat membacakan puisi atau berpidato sebagaimana biasanya. Ini kali dia marah. Dan marahnya sungguh dahsyat.
"Saya dan teman-teman menolak lagu Bagimu Negeri," katanya saat berbicara di satu podium di Jakarta, beberapa hari lalu.
Kenapa dia menolak? "Lagu itu musyrik," ujarnya pula. Musyrik lantaran bait akhirnya yang berbunyi: "bagimu negeri jiwa raga kami."
Baca: Fakta di Balik Pertemuan Jackie Chan dengan Stuntman setelah 40 Tahun yang Berakhir Tangisan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KKBI), kata 'musyrik' sudah dicatat sebagai serapan dari Bahasa Arab.
Ada dua arti. Pertama, "orang yang menyekutukan (menyerikatkan) Allah Swt. Kedua, "orang yang memuja berhala".
Bagimu Negeri bukanlah lagu yang asing bagi kita warga negara Republik Indonesia.
Bagimu Negeri adalah lagu nasional dan boleh dibilang merupakan lagu nasional yang paling sering dilantunkan setelah Indonesia Raya.
Kusbini menciptakannya di tahun 1942 dan selama 75 tahun baik-baik saja sampai Taufik Ismail mendadak mempersoalkannya.
Baca: Inilah 3 Persamaan Donald Trump dan Soeharto
Menurut Taufik, kemusyrikan lagu Bagimu Negeri terletak pada kata 'jiwa', 'raga', dan 'kami'.
Menurut Taufik, jiwa dan raga tidak semestinya diberikan kepada 'negeri'. Melainkan semata- mata kepada Allah Swt, kepada Tuhan pencipta semesta dan segenap kehidupan. Dan Taufik, juga teman-temannya, menolak menjadi bagian dari 'kami'.
"Jiwa raga ini diberi karunia oleh Allah, yang Maha Pencipta, dan jiwa ini kembali kepada Allah. Tidak pada yang lain," kata Taufik pula.
Taufik Ismail bertahun-tahun menjadi penyair, dan sebagai penyair yang sudah berumur tentunya dia memahami betul mana yang metafora dan mana yang harfiah.
Paparannya sedikit banyak mengedepankan gambaran bahwa dia menganggap kalimat 'bagimu negeri jiwa raga kami', adalah harfiah.